BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebudayaan dan masyarakat merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan,
karena kebudayaan berhubungan dengan budi atau akal. Kebudayaan adalah keseluruhan
kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, keilmuan, sosial, hukum, adat-
istiadat dan kemampuan-kemampuan lain untuk keperluan masyarakat. (Prasetyo. 2004.
hlm. 147).
Indonesia termasuk Negara yang berpaham budaya dan berideologi patriarki yang masih kental dan mewarnai berbagai aspek kehidupan dan struktur masyarakat. Ada tiga sistem budaya di Indonesia yakni patrilineal, matrilineal, dan bilateral. Budaya patriarki adalah keadaan hukum adat yang memakai nama bapak dan hubungan keturunan melalui garis kerabat pria/bapak (Sastryani. 2001. hlm.33).
Dalam masyarakat yang bertumpu pada budaya dan ideologi patriarki dengan basis dan nilai dari perempuan, kedudukan perempuan berada pada subordinat marginalis dan bahkan tidak diperhitungkan dalam konteks relasi gender. Patriarki itu sendiri didominasi dari laki-laki dari pada perempuan dan peran perempuan terkotak, dan laki-laki bermonopoli akan seluruh peran (Manurung. 2001 hlm. 131).
Perkembangan peradaban di dunia Barat dan Timur yang semula tumbuh dalam
budaya dan ideologis patriarki, telah meninggalkan dampak negatif di berbagai aspek dan struktur kehidupan manusia yang mengakibatkan adanya berbagai ketimpangan termasuk diantaranya ketimpangan gender (Syukrie, 2003,¶3, http://www.Glosarium-.Syukrie.com, diperoleh tanggal 20 Oktober 2009 ).
Ketimpangan hubungan dalam keluarga tampak melalui pengaturan kehamilan.
Menerima atau tidaknya untuk ber-KB lebih sering ditentukan oleh suami, yang
mengijinkan isterinya menjadi akseptor (Syukrie, 2003,¶14, http://www.Glosarium-.Syukrie.com, diperoleh tanggal 20 Oktober 2009 ).
Masalah kesehatan reproduksi menjadi perhatian bersama karena erat
hubungannya dalam Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Anak (AKA). Indonesia merupakan negara berkembang yang mempunyai Angka Kematian Ibu (AKI) tertinggi di negara ASEAN (Manuaba. 1999. hlm. 2).
Masih dominannya suami dalam pengambilan keputusan Keluarga Berencana
dan kesehatan reproduksi dan adanya anggapan bahwa Keluarga Berencana adalah
urusan perempuan. Adapun faktor-faktor lain yang mempengaruhi perempuan menjadi
akseptor adalah jumlah anak yang sudah cukup faktor usia, faktor ketakutan istri bila suami menjadi akseptor akan selingkuh, dan keluarga tidak harmonis (¶4,
http://www.bkkbn.go.id, diperoleh tanggal 06 februari 2008).
Kesenjangan tersebut juga dapat diukur dari kesamaan hak dalam pengambilan keputusan dan dalam program Keluarga Berencana, perempuan sering sekali terabaikan haknya dalam pengambilan keputusan. Padahal itu merupakan hak yang paling hakiki, termasuk dalam keputusan menjadi akseptor (Darwin. 2001. hlm. 88).
Pada program Keluarga Berencana, masalah yang paling menonjol yang
berhubungan dengan kebudayaan patriarki salah satunya hak-hak perempuan yang belum
mendapatkan akses dan peluang yang layak. Ini terbukti dari 95% peserta Keluarga
Berencana adalah perempuan. Dan kesertaanan pria sangatlah rendah (1,1%), jika
dibandingkan dengan negara-negara lain Malaysia (1,6%), Iran (13%), Bangladesh
(14%), USA (35%) bahkan Jepang (80%) pada tahun 2003. Dikarenakan hal tersebut, diupayakan peningkatan kesertaan pria dalam menjadi akseptor Keluarga Berencana yang sesuai dengan perubahan visi dan misi program Keluarga Berencana yakni berupaya mewujudkan keluarga yang berkualitas tahun 2015 melalui promosi, perlindungan dan bantuan untuk mewujudkan hak-hak reproduksi, memaksimalkan akses dalam kualitas pelayanan Keluarga Berencana dengan sorotan peningkatan partisipasi pria (¶2, http://www. bkkbn.go.id, diperoleh tanggal 14 Februari 2008).
Dari hasil penelitian Sriudayani tahun 2003 yang dilakukan pada tiga provinsi
yakni Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Bengkulu ditemui bahwa masih terbatasnya
pada pengambilan keputusan di dalam keluarga atau urusan domestik keluarga,
sedangkan suami masih sebagai pengambilan keputusan yang dominan serta mempunyai
anggapan suamilah yang harus dihormati yang sudah berlaku umum dalam masyarakat
(¶4, http://www. bkkbn - hasil penelitian.go.id, diperoleh tanggal 20 Oktober 2009).
Dan ini berbeda sekali dengan pelayanan KB bermutu seperti yang
direncanakan. Dimana pelayanan KB bermutu ialah pelayanan KB yang memungkinkan
klien secara sadar dan bebas memilih cara pengendalian kelahiran yang diinginkan, aman, serta memuaskan kebutuhan pria dan wanita. (¶14 http://www.prov.bkkbn.go.id, diperoleh tanggal 16 Oktober 2009).
Perempuan tidak mempunyai kekuatan dalam penentuan metoda kontrasepsi
yang diinginkan yang dikarenakan ketergantungan kepada keputusan suami, selain itu
keputusan laki-laki dalam program keluarga berencana sangat kecil, namun kontrol perempuan dalam hal memutuskan untuk berk-KB sangat dominan (Pinem. 2009. hlm.
45).
Ketimpangan yang ditimbulkan tersebut dapat mempengaruhi masalah kesehatan
reproduksi. Dewasa ini kesehatan reproduksi mendapat perhatian khusus secara global
sejak diangkatnya issue mengenai hal tersebut ke dalam Konferensi Internasional tentang kependudukan dan pembangunan (Internasional Conference On Population and Development, ICPD) di Kairo 1994. Hal ini penting dalam konferensi tersebut adalah disepakatinya perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan dan
pembangunan, dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi
pendekatan yang berfokus pada kesehatan reproduksi serta upaya pemenuhan hak - hak
reproduksi (¶9, http://www.prov.bkkbn.go.id, diperoleh tanggal 20 Oktober 2009).
Berdasarkan survey awal yang dilakukan di Lingkungan VI Kelurahan Simpang
Selayang Kecamatan Medan Tuntungan tahun 2009 mayoritas penduduknya berpaham
patriarki yakni bersuku Batak Karo, dan Jawa serta tidak ditemukannya pria sebagai
akseptor keluarga berencana, setelah dilakukan wawancara terhadap sepuluh WUS
tentang indikator pengambilan keputusan dalam mengikuti program KB hasil survey
menunjukkan bahwa terdapat 70% responden mengatakan bahwa suami menentukan dan
memutuskan istri menjadi peserta KB atau tidak, sedangkan 30% responden mengatakan
bahwa menjadi peserta KB atas keputusan dan inisiatif sendiri sebagai istri. Kondisi ini menggambarkan bahwa paham budaya patriarki masih dan sangatlah kental. Terhadap
variabel keluarga berencana seluruh responden mengetahui bahwa kontrasepsi
merupakan cara pencegahan kehamilan yang belum dikehendaki, dan 50% yang
mengetahui jelas jenis kontrasepsi responden mengetahui jenis alat kontrasepsi, mengenai bahwa pria dapat juga berperan sebagai akseptor terdapat 60% yang mengetahuinya, dan 70% diantaranya tidak menginginkan jika suaminya dijadikan sebagai akseptor keluarga berencana.
Berdasarkan data di atas, penulis tertarik untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah
dengan judul “hubungan budaya patriarki terhadap keputusan wus menjadi akseptor
keluarga berencana di Lingkungan VI Simpang Selayang Medan Tuntungan Tahun 2010.
B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang di atas, penulis merumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: “apakah ada hubungan budaya patriarki terhadap keputusan WUS menjadi akseptor keluarga berencana”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
hubungan budaya patriarki terhadap keputusan WUS menjadi akseptor keluarga
berencana di Lingkungan VI Simpang Selayang Medan Tuntungan Tahun 2010
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasikan karakteristik WUS sebagai akseptor keluarga berencana di Lingkungan VI Kelurahan Simpang Selayang Medan Tuntungan Tahun 2010.
b. Mengidentifikasi unsur budaya patriarki WUS sebagai akseptor keluarga berencana di Lingkungan VI Kelurahan Simpang Selayang Medan Tuntungan Tahun 2010.
c. Mengidentifikasi keputusan WUS menjadi akseptor keluarga berencana di Lingkungan VI Kelurahan Simpang Selayang Medan Tuntungan Tahun 2010.
d. Mengidentifikasi hubungan budaya patriarki terhadap keputusan WUS menjadi akseptor keluarga berencana di Lingkungan VI Kelurahan Simpang Selayang Medan Tuntungan Tahun 2010.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Sebagai sarana pengembangan diri dalam peningkatan pengetahuan yang diperoleh penulis selama mengikuti perkuliahan.
2. Bagi Tempat Penelitian
Sebagai penambahan serta peningkatan informasi pengetahuan WUS tentang budaya patriarki dan Keluarga Berencana, serta hak reproduksi terhadap pengambilan keputusan menjadi akseptor keluarga berencana.
3. Bagi Insitusi Pendidikan
Sebagai bahan informasi dan tambahaan bagi peneliti-peneliti berikutnya yang berminat untuk melakukan penelitian lanjutan tentang hubungan budaya patriarki terhadap keputusan WUS menjadi akseptor keluarga berencana.
Link download KTI lengkap ini
32. Hubungan Budaya Patriarki Terhadap Keputusan Wus Menjadi Akseptor Keluarga Berencana
BAB I
BAB II
BAB III-VI
Free Download KTI - Karya Tulis Ilmiah - Skripsi - Thesis - Desertasi - Artikel Update Setiap Hari. Analysis With SPSS PDF, Health Article, Education Article
32. Hubungan Budaya Patriarki Terhadap Keputusan Wus Menjadi Akseptor Keluarga Berencana
31. Hubungan Antara Pengetahuan dan Pendidikan Ibu Dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jumlah penduduk yang besar dengan kualitas tidak memadai merupakan salah satu penyebab mendasar dari timbulnya berbagai masalah. Mulai dari masalah pengangguran, kesehatan, pendidikan, kekurangan pangan, sampai dengan kerusakan lingkungan dan bencana alam akhir-akhir ini sering terdengar. Oleh karena itu, disamping upaya pembangunan di bidang ekonomi yang semakin ditingkatkan, pengendalian jumlah penduduk agar tidak bertambah terlalu cepat harus tetap menjadi perhatian (Nasrin, 2008).
Isu kependudukan merupakan isu yang mendesak, mengingat jumlah
penduduk Indonesia pada tahun 2005 yang mencapai 219 juta jiwa, mengharuskan
pemerintah untuk memberikan perhatian khusus pada masalah ini. Selain itu,
Indonesia menyandang peringkat 111 dari 117 negara pada Human development
Indeks (HDI) 2005 yang membuktikan bahwa peningkatan jumlah penduduk
tersebut tidak diikuti oleh peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM). Salah satu
cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengendalikan jumlah penduduk ini
melalui Program Keluarga Berencana (KB). (Dwijayanti, 2006)
Data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun
2007, penduduk Indonesia berjumlah sekitar 224,9 juta jiwa, terbanyak keempat
di dunia. (Sirait, 2008). Dari segi pemakaian jumlah kontrasepsi, terdapat 35,2%
pengguna kontrasepsi suntikan, 28,1% pengguna kontrasepsi pil, 18,8% pengguna IUD, 14,2% pengguna implan, 5,5% sterilisasi, dan 1,0% pengguna kontrasepsi lain. (Bur, 2006).
BKKBN Nanggroe Aceh Darussalam bersama 6388 pos KB Gampong dan
422.286 peserta KB Aktif yang tersebar di seluruh Aceh terus memsosialisasikan
program KB. Pemakaian alat kontrasepsi ini masih didominasi kaum wanita
sebagai peserta KB aktif. Kaum wanita masih memilih alat kontrasepsi suntikan
dan pil sebagai pilihan utama. Wanita yang memakai Pil mencapai 191.499 atau
62% sedangkan yang menggunakan suntikan mencapai 191.461 atau 45,4%.
Sedangkan yang memakai IUD, MOP, MOW Implant masih di bawah 2%.
(Nasrin, 2008).
Di Kota Langsa jumlah pemakaian alat kontrasepsi masih rendah yaitu sebesar 52%, dibandingkan dengan kota / kabupaten lainnya di wilayah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang mencapai 75%.
Pada rencana pembangunan nasional ditegaskan bahwa selain pengendalian kelahiran dan penurunan kematian, diperlukan peningkatan kualitas program KB agar terwujud penduduk Indonesia yang berkualitas. Dengan demikian sangat tepat apabila dalam paradigma baru program KB difokuskan pada upaya-upaya baru yang lebih efektif untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas. Sebagai perwujudan pelaksanaan paradigma baru program KB nasional, maka visi mewujudkan NKKBS telah diganti dengan “Visi Keluarga Berkualitas tahun 2015”. (Depkes RI, 2005).
Salah satu langkah yang penting guna menunjang dan menyadarkan
penduduk tentang tujuan program Keluarga Berencana, yaitu melalui pendidikan. Sebab pada prinsipnya bahwa pendidikan selalu membawa penduduk ke arah perubahan pemikiran yang positif dalam menunjang pembangunan, yaitu peningkatan taraf hidup penduduk guna mencapai tujuan pembangunan nasional. (Soedharto, 2000).
Pengetahuan mengenai cara memilih alat kontrasepsi yang tepat
merupakan hal penting dalam upaya perlindungan terhadap kesehatan reproduksi
perempuan. Minimnya pengetahuan tersebut akan berdampak terhadap
peningkatan angka kematian ibu hamil dan bersalin, angka kehamilan yang tidak
diinginkan, dan angka kejadian penyakit menular seksual, serta angka kejadian
gangguan kesehatan akibat efek samping kontrasepsi. (BKKBN, 2006)
Dari data di Kelurahan Matang Seulimeng Kota Langsa terdapat 6545 jiwa
penduduk, dengan jumlah pasangan usia subur 605 orang yang tersebar dalam
lima lingkungan. Dari jumlah tersebut terdapat diantaranya 280 orang tidak
menggunakan alat kontrasepsi.
Studi pendahuluan yang penulis lakukan di Kelurahan Matang Seulimeng Kota Langsa menunjukkan bahwa sebagian besar pasang usia subur yang tidak menggunakan alat kontrasepsi disebabkan pengetahuan yang minim dan rendahnya tingkat pendidikan mereka.
Melihat data di atas maka faktor dasar yang mempengaruhi pemakaian
kontrasepsi adalah pengetahuan dan pendidikan ibu, dari uraian tersebut maka
penulis tertarik untuk meneliti hubungan antara pengetahuan dan pendidikan ibu
terhadap pemakaian alat kontrasepsi di Kelurahan Matang Seulimeng Kota
Langsa.
1.2 Pertanyaan Penelitian
Dari uraian latar belakang di atas, pertanyaan penelitian ini adalah
”Bagaimana hubungan antara pengetahuan dan pendidikan ibu terhadap
pemakaian alat kontrasepsi di Kelurahan Matang Seulimeng Kota Langsa Tahun
2008”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan pendidikan ibu
dengan pemakaian alat kontrasepsi di Kelurahan Matang Seulimeng Kota
Langsa.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemakaian alat kontrasepsi.
b. Mengetahui hubungan antara pendidikan ibu dengan pemakaian alat kontrasepsi.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Profesi
Sebagai masukan dalam memberikan informasi tentang pelaksanaan program KB di masyarakat desa
1.4.2 Bagi Program D-IV Bidan Pendidik
Sebagai referensi dan sebagai bahan perbandingan bagi peneliti selanjutnya
1.4.3 Bagi Masyarakat
Menjadi masukan dan bahan informasi bagi masyarakat tentang pentingnya masalah kontrasepsi
1.4.4 Bagi Peneliti
Untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan masalah kesehatan
Link download KTI lengkap ini
31. Hubungan Antara Pengetahuan dan Pendidikan Ibu Dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi
BAB I
BAB II
BAB III-V