KTI-SKRIPSI: 2012-03-04

18. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Akseptor KB tidak Memilih Implant Sebagai Alat Kontrasepsi

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah utama yang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia adalah masih tingginya Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP). Secara sederhana dapat disebutkan bahwa penduduk akan terus bertambah selama jumlah kelahiran melebihi dari jumlah yang meninggal ditambah dengan migrasi masuk. (BKKBN, 2004)
Indonesia adalah negara yang berkembang. Sebagai salah satu negara
berkembang Indonesia juga tidak luput dari masalah laju pertumbuhan penduduk.
Dari hasil sensus penduduk tahun 1990 tercatat jumlah penduduk Indonesia
adalah 178.500.000 jiwa, kemudian pada sensus penduduk tahun 2000 Indonesia memiliki 205.843.000 jiwa dan pada sensus penduduk terakhir tahun 2004 jumlah penduduk Indonesia meningkat menjadi 217.854.000 jiwa. Penyebaran jumlah penduduk tidak merata, penduduk Inonesia banyak berdiam di Pulau Jawa dan Sumatra. (BPS, 2004)
Khusus untuk pulau Sumatera, Riau tercatat sebagai provinsi memiliki
jumlah penduduk terpadat ke empat. Pada tahun 2003 penduduk provinsi Riau
4.413.432 jiwa dan meningkat tajam tahun 2004 menjadi 4. 491.393 jiwa. Ini disebabkan Riau berkembang pesat sebagai provinsi yang memiliki industriindustri dan pabrik-pabrik besar. (BPS, 2004)

Apalagi Pekanbaru sebagai ibu kota provinsi Riau yang kini berkembang
menjadi pusat bisnis, pendidikan dan budaya sehingga kota pekanbaru memiliki
penduduk terpadat di provinsi Riau dengan jumlah penduduk 666.902 jiwa pada
sensus tahun 2003 dan meningkat menjadi 693.912 jiwa pada sensus tahun 2004.
(BPS, 2004)
Besarnya jumlah penduduk dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya budaya, pendidikan, perkawinan pertama, menggunakan atau tidak menggunakan alat kontrasepsi.
Berdasarkan Visi dari program keluarga berencana (KB) yaitu
mewujudkan keluarga berkualitas pada tahun 2015 yang diwujudkan melalui keluarga sejahtera, sehat, maju, mandiri mempunyai jumlah anak yang ideal, berwawasan, bertanggung jawab, harmonis, bertaqwa kepada Tuhan YME, sedang Misinya adalah pemberdayaan dan pergerakkan masyarakat untuk membangun keluarga kecil berkualitas menggalang kemitraan dalam peningkatan kesejahteraan kemandirian, ketahanan keluarga dan berkualitas perusahaan pelayanan, meningkatkan upaya pemberdayaan perempuan dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan gender dalam pelaksanaan program KB Nasional, Mempersiapkan pengembangan sumber daya manusia potensial sejak pembuahan dalam kandungan sampai usia lanjut. (BKKBN 2002)
KB adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan meggunakan kontrasepsi. Kontrasepsi adalah cara untuk mencegah terjadinya konsepsi, alat atau obat-obatan. Salah satu alat kontrasepsi metode hormonal adalah implant. (Rustam, 1998)
Implant adalah salah satu kontrasepsi yang memiliki tingkat efektifitas
yang cukup tinggi, metode kontrasepsi hormonal degan metode jangka panjang
5 tahun dan bersifat reversible dimana efek perdarahan lebih ringan tidak
menaikkan tekanan darah resiko terjadi kehamilan ektopik lebih kecil
dibandingkan dengan alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) serta efektif
di gunakan pada wanita yang tidak boleh menggunakan obat yang mengandung estrogen. Maka dengan kondisi tersebut seharusnya minat akseptor dengan pilihan alat kontrasepsi ini banyak. (Hanifa, 1999)
Implant adalah bentuk kontrasepsi yang sangat efektif; hampir 100% efektif mencegah kehamilan. Penelitian (Silvin, 1988; Darney et al,1990) menunjukkan bahwa pada tahun ke-1 dan ke-2, terjadi sebanyak 0,2 kehamilan per 100 wanita selama tahun pemakaian. Pada tahun ke-3, angka kehamilan pada pemakaian implant adalah 0,9 per 100 wanita selama tahun pemakaian, dan selama tahun ke-4 dan ke-5, angka kehamilan 0,5 dan 1,1 per 100 wanita selama tahun pemakaian. (Everett, 2008) Riset menunjukkan bahwa 80% siklus menstruasi wanita kembali ke normal atau ke pola sebelum uji coba dalam 3 bulan (Edwards dan Moore, 1999) yang menggambarkan reversibilitas implant.
Data yang di peroleh dari dinas kesehatan Pekanbaru tahun 2007,
Pasangan usia subur (PUS) 124.345 dengan jumlah akseptor KB aktif 87.531
orang, dimana akseptor KB yang menggunakan Metode Operatif Pria/Metode
Operatif Wanita berjumlah 2466 orang (2,56%). Implant 4.520 orang (5,16%),
suntik 35.662 orang (40,74%), IUD 14.316 orang (16,36%), pil 26.512 orang 30,29%). Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa jumlah akseptor KB implant lebih sedikit dibandingkan dengan alat kontrasepsi suntik, IUD, dan pil.
Bedasarkan data yang diperoleh dari puskesmas melur tahun 2006, peserta
KB aktif berjumlah 1213 orang, yang mana tidak ada akseptor yang memilih
implant sebagai alat kontrasepsi di Puskesmas melur (0%), dan tahun 2007
akseptor KB berjumlah 1036 orang, yang mana pada tahun ini juga tidak ada yang mengunakan implant sebagai alat kontrasepsi (0%) sedangkan fasilitas implant tersedia di puskesmas melur.
Sebagai alat kontrasepsi, mengingat keuntungan yang diperoleh yaitu efek perdarahan lebih ringan dan terjadinya kehamilan ektopik lebih kecil jika dibandingkan dengan alat kontrasepsi lain seperti IUD dan KB suntik, angka tersebut sangat bertolak belakang.
Berdasarkan uraian diatas, penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian tentang ”FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
AKSEPTOR KB TIDAK MEMILIH IMPLANT SEBAGAI ALAT
KONTRASEPSI DI PUSKESMAS MELUR PEKANBARU TAHUN 2008”.

1.2 Pertanyaan Penelitian
Apakah faktor- faktor yang mempengarui akseptor KB tidak memilih
implant sebagai alat kontrasepsi di puskesmas Melur Kecamatan Sukajadi
tahun 2008.

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Akseptor KB tidak memilih KB implant sebagai alat kontrasepsi di wilayah puskesmas melur.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor KB tidak memilih implant sebagai alat kontrasepsi ditinjau dari segi usia
b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor KB tidak memilih implant sebagai alat kontrasepsi ditinjau dari segi pendidikkan
c. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor KB tidak memilih Implant sebagai alat kontrasepsi ditinjau dari segi Ekonomi
d. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor KB tidak memilih Implant sebagai alat kontrasepsi ditinjau dari segi pengetahuan
e. Untuk mengetahui faktor-faktor yan mempengaruhi akseptor KB tidak memilih implant sebagai alat kontrasepsi ditinjau dari segi sosial budaya

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Akseptor KB
Sebagai sumber informasi akseptor KB tentang alat kontrasepsi implant serta dapat menambah minat akseptor terhadap KB implant.
1.4.2 Bagi Puskesmas Melur Pekanbaru
Hasil penelitian yang akan dilakukan diharapkan menjadi bahan bacaan bagi puskesmas sehingga mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor tidak memilih implant.
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan bahan bacaan yang akan melakukan penelitian berikutnya.
1.4.4 Bagi Bidang Penelitian
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi panduan atau bahan perbandingan untuk melakukan penelitian yang akan datang demi.

Link download KTI lengkap ini
18. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Akseptor KB tidak Memilih Implant Sebagai Alat Kontrasepsi
BAB I
BAB II
BAB III-VI

Baca Selengkapnya...

17. Efektifitas PIK-KRR terhadap peningkatan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak konferensi internasional tentang kependudukan atau pembangunan International Conferences Population and Development (ICPD) tahun 1994, masyarakat
secara konsisten mengukuhkan hak-hak remaja akan informasi kesehatan reproduksi
remaja (KRR). Di Indonesia sejak tahun 2004-2009 pemerintah Indonesia telah
mengangkat KRR menjadi program nasional yang tertuang dalam rencana pembangunan jangka menengah RPJM 2004-2009 (Muadz, 2008, hlm.17).
Tingkat pengetahuan remaja di Indonesia tentang kesehatan reproduksi masih rendah, berdasarkan hasil Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKKRI) tahun 2002-2003 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan bahwa tingkat pengetahuan dasar penduduk usia 15-24 tahun mempunyai pengetahuan kesehatan reproduksi remaja relatif masih rendah.

Menurut World Health Organization (WHO), remaja adalah yang berusia 10-24 tahun. Di Indonesia berjumlah sekitar 64 juta jiwa, hasil survey tahun 2007. Hasil penelitian sejumlah organisasi juga menunjukkan perilaku remaja di Indonesia sudah sangat mengejutkan. Seperti penelitian yang dilakukan pada tahun 2005 bahwa 52 % remaja medan melakukan hubungan seks pranikah.
Menurut Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), akibat informasi
yang diterima remaja dari berbagai media massa, memperbesar kemungkinan remaja
melakukan praktek seksual yang tidak sehat, perilaku pranikah, dengan satu atau berganti pasangan. Saat ini, kekurangan informasi yang benar tentang masalah seks akan memperkuat kemungkinan remaja salah paham yang diambil dari media massa dan teman sebaya. Akibatnya, kaum remaja masuk ke kaum berisiko melakukan perilaku berbahaya untuk kesehatannya (Acis, 2007, pendidikan seks pada remaja
http://www.acicis.murdoch.edu.au/hi/field_topics/screagh.pdf diperoleh tanggal 4
desember 2009).
Menurut Ramonasari (1994 dalam Acis 2007), mengemukakan proses
perkembangan remaja yang menyebabkan terjadinya perubahan fisik kadang-kadang menimbulkan rasa cemas, takut, malu, merasa lain, dan remaja menjadi bingung karena mereka tidak mempunyai pengetahuan yang cukup dan informasi yang jelas.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suryono, 2003-2004 yang dilakukan terhadap remaja mengatakan bahwa pengetahuan remaja tentang kesehatan responden yang sangat rendah yaitu sekitar 75 %.
Program kesehatan reproduksi remaja merupakan salah satu program pokok
pembangunan nasional yang tercantum dalam RPJM 2004-2009. Salah satu sasaran
strateginya yang harus dicapai pada tahun 2009, diantaranya sasaran strategis yang
berkaitan erat dengan program kesehatan reproduksi remaja yang ditingkatkan melalui
PIK-KRR (Pusat Informasi Dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja). Yang mana
program ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan, sikap, dan perilaku
positif remaja tentang kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi. Setiap kecamatan
memiliki PIK-KRR yang aktif. Di mana saat ini jumlah PIK-KRR yang ada diseluruh
Indonesia adalah sebanyak 2.773 PIK-KRR yang didirikan di sekolah-sekolah sebanyak
55%,di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) 15% dan 35% yang didirikan di Karang
Taruna (Muadz, 2008, hlm.9).
PIK-KRR adalah suatu wadah kegiatan program kesehatan reproduksi remaja (KRR) yang dikelola dari, oleh, dan untuk remaja guna memberikan pelayanan informasi dan konseling tentang kesehatan reproduksi remaja serta kegiatan lain.
Remaja mempunyai masalah yang sangat kompleks seiring dengan masa transisi
yang dialami oleh remaja. Masalah yang menonjol di kalangan remaja misalnya masalah
seksualitas (kehamilan tak diinginkan, aborsi), terinfeksi Penyakit Menular Seksual, HIV dan AIDS, penyalahgunaan Napza dan sebagainya. Salah satu upaya yang mengikuti
untuk mengatasi masalah tersebut adalah melalui PIK KRR (Muadz, 2008, hlm.1).
Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan oleh Syarifah terhadap remaja dan orang tua yang bermukim didaerah elit dan kumuh di Kotamadya Medan pada tahun 1997 hasilnya lebih dari separuh responden remaja didaerah kumuh (6,27%), elite (48%) kontak dengan Badan Konseling Remaja. Penelitian ini menunjukkan bahwa semua responden membutuhkan informasi tentang kesehatan reproduksi.
Berdasarkan data dan informasi Centra Medika Remaja dan Dinas Kesehatan Kota Medan pada tahun 2003, 89,7% remaja kurang memperoleh informasi tentang kesehatan reproduksi remaja.
Berdasarkan penelitian Meliyandri, yang dilakukan terhadap remaja SMU yang mengikuti PIK-KRR yang dilakukan pada tahun 2008 di Daerah Bantul, menyatakan bahwa ada pengaruh program PIK KRR terhadap peningkatan pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi remaja.
Dari hasil survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Kantor
Pemberdayaan Perempuan Dan Keluarga Berencana Kota Medan menyatakan bahwa di
Kota Medan terdapat 23 buah PIK-KRR yang tersebar diseluruh Kota Medan yang
terbentuk di Karang Taruna, sekolah-sekolah, namun tidak berjalan sesuai dengan tujuan programnya sehingga walaupun telah memiliki PIK-KRR pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi juga tidak mengalami perubahan. Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ Efektifitas PIK-KRR Terhadap Peningkatan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja di SMU Swasta AL-Wasliyah 1 Medan” .

B. Perumusan Masalah
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu
maka peneliti masih menemukan masih banyak remaja yang mempunyai pengetahuan
yang kurang meskipun telah mengikuti program PIK-KRR. Jadi peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang “ Efektifitas Program PIK-KRR Terhadap Peningkatan
Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja di SMU Swasta Al-Wasliyah 1 Medan”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui efektifitas PIK-KRR terhadap peningkatan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja di SMU Swasta Al-Wasliyah 1 Medan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi pengetahuan kesehatan reproduksi remaja sebelum dilakukan PIK-KRR di SMU Swasta Al-Wasliyah 1 Medan.
b. Mengidentifikasi pengetahuan kesehatan reproduksi remaja setelah dilakukan PIK-KRR di SMU Swasta Al-Wasliyah 1 Medan.
c. Membandingkan pengetahuan siswa tentang kesehatan reproduksi sebelum dan setelah mengikuti PIK-KRR di SMU Swasta Al-Wasliyah 1 Medan.

D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :
1. Bagi Pelayanan Kebidanan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu intervensi kebidanan yang efektif untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan reproduksi pada remaja.
2. Bagi Pendidikan D IV Kebidanan
Sebagai wadah bagi pendidikan kebida khususnya pada remaja bahwa ada PIKKRR merupakan wadah yang efektif dalam meningkatkan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja.

Link download KTI lengkap ini
17. Efektifitas PIK-KRR terhadap peningkatan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja
BAB I
BAB II
BAB III-V

Baca Selengkapnya...

16. Efektivitas Metode Kanguru Mengurangi Rasa Nyeri Pada Penyuntingan Intramuskuler Pada Bayi Baru Lahir

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Nyeri adalah suatu mekanisme produktif bagi tubuh, rasa nyeri tubuh bila ada
jaringan tubuh yang rusak, dan hal ini akan menyebabkan seseorang bereaksi dan
mengatakan nyeri, pengungkapan rasa nyeri bermacam-macam, ada yang menangis,
berteriak dan ada juga yang diam sambil menggigit suatu benda. Untuk membantu
mengurangi rasa nyeri biasanya dengan mengalihkan konsentrasi atau perhatian terhadap perasaan nyeri, ada yang tarik nafas, dan ada yang diajak bicara, ada yang dielus atau dimasase. Seperti halnya yang sering dialami oleh anak, bayi atau neonatus (bayi baru lahir). Dalam hal ini bayi baru lahir belum bisa mengungkapkan rasa nyeri yang ia rasakan, hanya ibu dan orang-orang terdekatnya yang dapat melihat dan mengerti sejauhmana rasa sakit yang bayi rasakan, dari jenis tangisan dan gerakan si bayi (Woong, 2008, hal. 302).

Salah satu upaya untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan oleh bayi baru
lahir adalah dengan memberikan asuhan kebidanan yaitu dengan metode kanguru, yang
mampu memenuhi kebutuhan asasi bayi baru lahir, metode kanguru adalah metode
utama dalam implementasi proses kebidanan dalam membantu mengurangi rasa nyeri
yang dialami oleh bayi baru lahir, misalnya dalam pemberian suntikan intra muskuler
(Addy, 2009, 1, http://www.addy.com, diperoleh tanggal 10 November 2009).
Dari hasil penelitian Zahra Kashaninia (2008) dilakukan penelitian dari 100
orang bayi sehat yang diperoleh secara random, pada kelompok intervensi dilakukan
metode kanguru 10 menit di mana kontak langsung pada kulit ibu dan bayi yang dapat memberikan rasa nyaman, kehangatan, mengurangi stres pada bayi baru lahir dan
mengurangi cemas pada ibu. Metode tersebut dilakukan sebelum dan sesudah
penyuntikan dan bayi yang mendapat intervensi dapat mengurangi rasa sakit,
dibandingkan dengan kelompok kontrol (fisajedi@uswr.ac.ir, Periodicals Inc).
Metode kanguru yang tepat dapat mempengaruhi pelaksanaan pelayanan
kebidanan dan merupakan proses yang dapat melancarkan pencapaian tujuan. Untuk
mewujudkan terlaksananya metode kanguru secara efektif, diperlukan adanya kerja
sama, kesadaran diri yang tinggi dari bidan dan ibu si bayi baru lahir.Bidan harus
mampu mengajarkan metode kanguru yang dapat menimbulkan perubahan perilaku bagi
ibu, untuk mengurangi rasa nyeri yang dialami oleh bayi baru lahir apabila diberi
suntikan secara intra muskuler. Dan menurut penelitian dari Fakultas Kedokteran
Universitas Negeri Pajajaran serta Depkes dan Kesos secara umum wanita pedesaan
menerima metode kanguru, dan dianjurkan semua ibu melaksanakannya dan
memperoleh dukungan dari keluarga. Bayi baru lahir, yang membuat bayi lebih tenang,
merasa diperhatikan dan merasa aman dan nyaman berada didekapan ibunya
(www.perinasia-metode-kanguru-2009)
Metode kanguru memegang peranan penting dalam memberikan asuhan
kebidanan dan membantu pasien dalam mengatasi rasa nyeri. Kemampuan ibu dalam
menggunakan metode kanguru tidak dapat dipisahkan dari pengetahuan, pengalaman
seseorang untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Pada bayi baru lahir suntikan intra muskuler tersebut menyebabkan rasa nyeri.Yang dapat dilihat oleh orang- orang terdekat pada bayi, dari respon tiba-tiba menangis, meringis dan gerakan tubuh, pernafasan lebih cepat, muka pucat dan otot mengeras. Respon yang diberikan bayi baru lahir setelah penyuntikan intra muskuler mengakibatkan beberapa ibu merasa cemas, takut dan ikut merasakan sakit yang dirasakan bayi, sehingga ibu menolak supaya tidak disuntikkan bayinya, walaupun itu suatu kebutuhan bayi baru lahir. Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian metode kanguru yang dapat mengurangi rasa nyeri pada penyuntikan intra muskuler pada bayi baru lahir.
Berdasarkan hasil wawancara langsung, tgl 15 Oktober 2009, kepada 10 orang bidan dan 15 orang ibu yang memiliki bayi baru lahir di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan bagian Perinatologi ditemukan adanya ketidaktahuan dari ibu tentang efektifitas dari metode kanguru dalam mengurangi rasa nyeri.pada penyuntikan intra muskuler. Dalam tindakan kebidanan ataupun keperawatan dalam merawat dengan metode kanguru diharapkan mampu memecahkan masalah yang dialami bayi baru lahir dalam pemberian suntikan intra muskuler, maka dengan pemberian asuhan dengan metode kanguru kita membentuk suatu kerja sama yang baik, memelihara kasih sayang dan menyebarkan pengetahuan serta melestarikan metode tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas yang menjadi rumusan masalah penelitin ialah: Apakah metode kanguru dapat mengurangi nyeri pada penyuntikan intra muskuler pada bayi baru lahir?

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengidentifikasi efektivitas metode kanguru dalam mengurangi rasa nyeri pada pemberian suntikan intra muskuler pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2010.

2. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi rasa nyeri setelah penyuntikan intra muskuler pada bayi baru lahir pada kelompok kontrol.
2. Mengidentifikasi rasa nyeri karena penyuntikan intra muskuler sesudah di lakukan metode kanguru, pada kelompok intervensi.
3. Membandingkan perbedaan rasa nyeri setelah penyuntikan intra muskuler pada kelompok kontrol dan intervensi


D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi pelayanan kebidanan
Hasil penelitian ini merupakan fakta yang dapat dijadikan masukan pada praktek kebidanan diberbagai tatanan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit maupun praktek kebidanan yang dapat dijadikan intervensi kebidanan yang efektif untuk mengurangi rasa nyeri pada penyuntikan intra muskuler pada bayi baru lahir
2. Bagi penelitian kebidanan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber data atau informasi bagi pengembangan penelitian kebidanan berikutnya terutama yang berhubungan dengan metode kanguru yang dapat mengurangi nyeri pada suntikan intra muskuler pada bayi baru lahir.

Link download KTI lengkap ini
16. Efektivitas Metode Kanguru Mengurangi Rasa Nyeri Pada Penyuntingan Intramuskuler Pada Bayi Baru Lahir
BAB I
BAB II
BAB III-V

Baca Selengkapnya...

15. Efektivitas Metode Kanguru terhadap Kecukupan ASI pada Bayi Cukup Bulan

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bayi yang berusia 0-28 hari merupakan masa kritis bagi kehidupan bayi, 2/3 kematian bayi terjadi dalam 4 minggu setelah persalinan dan 60% kematian bayi baru lahir terjadi dalam waktu 7 hari setelah lahir. Dengan pemantauan yang baik dan asuhan pada ibu dan bayi pada masa nifas dapat mencegah beberapa kematian ini (Ambarwati., Wulandari. 2009. hlm.2)
Kontak fisik antara ibu dan bayinya melalui aktifitas menyusui mengurangi stress.
Bila bayi yang baru lahir dipisahkan dengan ibunya, maka hormon stres akan
meningkat sampai 50%. Peningkatan hormon stres akan menyebabkan turunya
system kekebalan atau daya tahan tubuh bayi. Sementara itu, jika dilakukan kontak kulit ibu dan bayi, maka hormon sters akan kembali turun, sehingga bayi menjadi lebih tenang, tidak stres, serta pernapasan dan detak jantungnya lebih stabil (Prasetyono, 2006, hlm.30)

Angka keberhasilan menyusui khususnya secara ekslusif jelas meningkat di
negara maju, tetapi tampaknya, hal ini belum terjadi di negara berkembang seperti
Indonesia, justru di negara berkembang masyarakat kurang mampu, di daerah
bencana, ASI dapat membuat perbedaan yang bermakna antara tumbuh sehat dan
kurang gizi. Dari hasil penelitian Emond (1990, dlm Roesli Utami, 2006, hlm.27)
mengatakan bahwa bila bayi dibiarkan meyusui sendiri dalam usia 30 - 60 menit, tidak saja akan mempermudah menyusui tetapi juga akan menurunkan 22% angka kematian bayi di bawah 28 hari.
Keputusan Mentri Kesehatan Nomor 900/ MENKES/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktik bidan menyebutkan bahwa semua bidan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat khususnya para ibu hamil, melahirkan, dan menyusui, senantiasa berupaya memberikan penyuluhan mengenai pemberian ASI ekslusif sejak pemeriksaan kehamilan (Prasetyono, 2009, hlm.23).
Pengalaman ibu menyusui yang dikelola dengan baik, maka ibu dapat menyusui lebih berhasil, jika mereka lebih banyak kontak dengan bayi mereka. Menyusui merangsang produksi proklaktin sehingga akan meningkatkan volume dan
merangsang reflek pengeluaran ASI. Kontak yang paling dekat terjadi ketika ibu
menggunakan metode kanguru (kulit ke kulit). Penelitian yang dilakukan oleh Shiau
(1996) yang berpijak pada filosofi kanguru dalam melindungi anaknya. Seperti yang
kita ketahui, kanguru memasukkan anaknya pada kantung yang kontak langsung
dengan tubuh si ibu, setelah dilakukan penelitian ternyata cara ini mampu menekan
kematian bayi ( Shiau, Hwang, 1996. conclusion section, ¶ 1, http://www.mcn.com.
diperoleh tanggal 15 september 2009).
Perawatan kanguru berusaha memberikan kedekatan antara ibu dengan bayi yang baru dilahirkan. Menempatkan bayi langsung kontak kulit ke kulit. Hal ini memastikan fisiologis dan psikologis kehangatan dan ikatan antara ibu dan bayi.
Teknik kangguru ini pertama kali diperkenalkan oleh Neosedgar Rey dan Hector
Martine di Bogota tahun 1978. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Larimer tentang teknik kanguru menunjukkan keuntungan untuk bayi dan orang tua, bayi tidak mengalami apnea dan bradikardi, mengatur suhu tubuh, meningkatkan berat badan dan efektif untuk menyusui (Larimer, K, (1999), ¶ 4, http://www.prematurity.org. diperoleh tanggal 15 september 2009).
Studi multi center dengan randomized control trial dilakukan selama setahun
pada institusi kesehatan level tiga dan RS pendidikan di Addis Ababa (Ethiopia),
Yogyakarta (Indonesia) dan Merida (Meksiko). Tujuan studi ini adalah menilai
kelayakan, penerimaan, efektivitas dan analisa biaya metode kangguru dibandingkan
cara konvensional (ruang hangat dan inkubator). Kejadian hipotermi pada metode
kanguru secara bermakna lebih rendah dibandingkan dengan cara konvensional.
Selain itu pada kelompok metode kanguru menunjukkan pemberian ASI dan
pertambahan berat badan lebih baik, serta rawat inap di RS lebih pendek
dibandingkan kelompok konvensional. Metode kanguru terbukti layak dilakukan dan
lebih hemat dari segi perawatan alat dibanding cara konvensional (PERINASIA,
2003, hlm.3)
Perkumpulan Perinatologi Indonesia (PERINASIA) dan unit penelitian kesehatan FK UNPAD serta DEPKES melakukan studi penerimaan metode kanguru pada wanita pedesaan (Kabupaten OKU, Prop.Sumsel) dan implementasinya (Kabupaten Deli Serdang, Prop. Sumut, dan Kabupaten Maros, Prop. Sulsel), hasilnya dilaporkan bahwa umumnya wanita pedesaan menerima metode kanguru karena dianggap sesuatu yang relatife baru. Ibu yang melakukan metode kanguru berpendapat bahwa metode kanguru menyebabkan bayi lebih tenang, banyak tidur dan menyusui lebih sering. Hampir semua ibu memperoleh dukungan keluarga sewaktu memperaktekkan metode kanguru. Dari hasil studi ini, diperoleh simpulan bahwa metode kanguru layak diterapkan dan umumnya diterima oleh wanita pedesaan untuk merawat bayi secara mudah dan murah. Indonesia sangat pluralistik disarankan untuk melakukan studi serupa agar mengenal istilah lokal dan kebiasaan yang telah ada dimasyrakat untuk membantu sosialisasi metode kanguru dikemudian hari (Suradi, dkk, 1998, dalam PERNASIA, 2003, hal 4)
Survei pendahuluan peneliti pada tanggal 19 oktober 2009 di Rumah Bersalin Khadijah Medan yang dilakukan wawancara pada 2 orang pegawai RB khadijah mengatakan bahwa belum pernah melakukan metode kanguru karena malas dan tidak mengetahui prosedur melakukan metode kanguru.
Berdasarkan data di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang Efektifitas
metode kanguru terhadap kecukupan ASI pada bayi cukup bulan di RB Khadijah
Medan.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang peneliti uraikan di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah adakah pengaruh metode kanguru terhadap kecukupan ASI pada bayi cukup bulan di RB Khadijah Medan tahun 2010.

C. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengindentifikasi efektivitas metode kanguru terhadap kecukupan ASI pada bayi cukup bulan di RB Khadhijah Medan tahun 2010.
2. Tujuan Khusus
Tujuan penelitian ini adalah :
a. Mengidentifikasi karakteristik responden
b. Mengidentifikasi kecukupan ASI yang dinilai dari frekuensi BAK pada bayi cukup bulan setelah dilakukan metode kanguru pada kelompok intervensi
c. Mengindentifikasi kecukupan ASI yang dinilai dari frekuensi BAB pada bayi cukup bulan setelah dilakukan metode kanguru pada kelompok intervensi
d. Mengindentifikasi kecukupan ASI yang dinilai dari frekuensi BAK pada bayi cukup bulan pada kelompok kontrol
e. Mengindentifikasi kecukupan ASI yang dinilai dari frekuensi BAB pada bayi cukup bulan pada kelompok kontrol
f. Membandingkan efekivitas metode kanguru terhadap kecukupan ASI pada bayi cukup bulan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol .

D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Praktik Kebidanan
Hasil penelitian ini merupakan fakta teruji yang dapat dijadikan masukan bagi praktik kebidanan pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun lingkup praktik kebidanan. Teknik kangguru dengan kontak kulit langsung antara ibu dan bayi dapat dijadikan sebagai satu intervensi kebidanan.
2. Penelitian Kebidanan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan atau sumber data bagi peneliti lain yang ingin melakukan peneliti sejenis atau lebih lanjut dengan tema yang sama .

Link download KTI lengkap ini
15. Efektivitas Metode Kanguru terhadap Kecukupan ASI pada Bayi Cukup Bulan
BAB I
BAB II
BAB III-V

Baca Selengkapnya...

14. Faktor-faktor Ketidakikutsertaan Pasangan Usia Subur menjadi Akseptor KB

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Situasi dan kondisi Indonesia dalam bidang kependudukan, kualitasnya saat ini masih sangat memprihatinkan. Dengan jumlah penduduk yang sangat besar, yaitu sekitar 215 juta jiwa.Situasi dan kondisi kependudukan di Indonesia tersebut, jelas merupakan suatu fenomena yang memerlukan perhatian dan penanganan secara seksama. Salah satu upaya yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk menangani masalah kependudukan ini adalah dengan menggalakkan (dan membangun kembali) program Keluarga Berencana Nasional di Indonesia (BKKBN, 2005;1).
Menurut World Health Organization WHO) Keluarga Berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapat kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan. Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto, 2004;26).
Program KB ini mempunyai visi NKKBS dan telah dirubah menjadi keluarga berkualitas tahun 2015. Sehingga melalui program KB ini dapat dilakukan penilaian pelayanan KB yang berkualitas dengan mengikut sertakan menitikberatkan pada strategi agar pelayanan lebih mudah diperoleh dan peserta diterima oleh berbagai pasangan usia subur sehingga pasangan usia subur tertarik menjadi akseptor KB (Sarwono, 2003;44).
Meskipun program KB dinyatakan cukup berhasil di Indonesia, namun dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan - hambatan yang dirasakan antara lain adalah masih banyak pasangan usia subur yang masih belum menjadi peserta KB. Disinyalir ada beberapa faktor penyebab mengapa wanita pasangan usia subur enggan menggunakan alat kontrasepsi. Faktor - faktor tersebut dapat ditinjau dari berbagai segi yaitu segi pelayanan KB,segi kesediaan alat kontrasepsi,segi penyampaian konseling.

Dari hasil penelitian yang diketahui banyak alasan dikemukakan oleh wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi,antaralain karena mereka menginginkan anak. Alasan yang cukup menonjol adalah karena efek samping dan masalah kesehatan, dengan pasangan yang menolak 10 persen, alasan karena masalah agama 0,5 persen dan alasan yang berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi yaitu biaya yang mahal 0,8 persen (BKKBN, 2010; 3).
Berdasarkan hasil presurvey BKKBN pada tahun 2010 di Sumatera Utara, jumlah Pasangan Usia Subur sebanyak 2.120.692 peserta, pasangan yang menjad peserta KB aktif pada Agustus 2010 sebanyak 1.424.630 yakni peserta KB IUD sebanyak 1.529 peserta, metode operasi pria 171 peserta, kondom 4.360 peserta dan pil sebanyak 10.273 peserta. Sementara pasangan usia subur yang bukan peserta KB ada sebanyak 716.739 yakni 73.863 jumlah pasangan usia subur yang sedang hamil, 10.299 jumlah pasangan usia subur yang ingin mempunyai anak segera (IAS), 52.606 jumlah pasangan usia subur tidak ingin mewujudkan anak lagi (TIAL), 13.688 jumlah pasangan usia subur yang ingin anak ditunda 15.712 (BKKBN, 2010).
Sehubungan dengan hal di atas,Hartanto (2004) mengemukakan semua jajaran pembangunan diajak untuk ikut menangani program KB dengan sebaik - baiknya. Juga sekaligus mengajak semua pasangan usia subur yang potensial untuk menjadi akseptor KB yang lestari.
Target yang ingin dicapai untuk pemakaian alat kontrasepsi di Kecamatan Percut Sei Tuan sebanyak 80,55 persen, sedangkan target yang baru tercapai untuk pemakaian alat kontrasepsi di Desa Bandar Klippa sebanyak 70,00 persen. Puskesmas pembantu, dan Bidan Praktek Swasta melayani masyarakat dalam pemakaian alat kontrasepsi di desa Bandar Klippa.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik mengambil judul fakor - faktor yang mempengaruhi ketidakikutsertaan pasangan usia subur menjadi akseptor KB di Desa Bandar Klippa Kabupaten Deli Serdang.


B. Perumusan Masalah
Apakah faktor - faktor penyebab ketidakikutsertaan pasangan usia subur dalam program KB di Desa Bandar Klippa Kabupaten Deli Serdang.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk menggambarkan faktor - faktor penyebab ketidakikutsertaan pasangan usia subur menjadi akseptor KB di Desa Bandar Klippa Kabupaten Deli Serdang.
2. Tujuan Khusus
a. Menggambarkan faktor - faktor ketidakikutsertaan pasangan usia subur menjadi akseptor KB berdasarkan pengetahuan.
b. Menggambarkan faktor ketidakikutsertaan pasangan usia subur menjadi akseptor KB berdasarkan pendapatan keluarga.
c. Menggambarkan faktor ketidakikutsertaan pasangan usia subur menjadi akseptor KB berdasarkan agama.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Petugas Kesehatan
Sebagai masukan bagi petugas kesehatan dalam rangka meningkatkan pelayanan KB pada pasangan usia subur.
2. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan bahan bacaan bagi peneliti selanjutnya.
3. Bagi Responden
Menambah pengetahuan ibu, terutama bagi ibu yang pasangan usia subur tentang
KB.

Link download KTI lengkap ini
14. Faktor-faktor Ketidakikutsertaan Pasangan Usia Subur menjadi Akseptor KB
BAB I
BAB II
BAB III-V

Baca Selengkapnya...

13. Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya Minat Ibu Untuk Memilih Implant Sebagai Alat Kontrasepsi

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah utama yang sedang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang termasuk
Indonesia adalah masih tingginya laju pertumbuhan penduduk dan kurang seimbangnya
penyebaran dan struktur umur penduduk. Keadaan penduduk yang demikian telah
mempersulit usaha peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk semakin besar usaha yang diperlukan untuk mempertahankan tingkat tertentu kesejahteraan rakyat (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2004).
Keluarga Berencana telah menjadi salah satu sejarah keberhasilan pada abad ke 20 saat ini hampir 60 % pasangan usia subur di seluruh dunia menggunakan kontrasepsi. Hingga saat ini populasi dunia sudah mencapai angka 6 milyar dan lebih dari 120 juta wanita negara berkembang tidak memiliki cara mencegah kehamilan. Pada awal tahun 2000, para pakar kependudukan memproyeksikan penduduk Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 234,1 juta Angka ini merupakan proyeksi moderat yang mengasumsikan keberhasilan program Keluarga Berencana (KB) dalam menurunkan fertilitas pada periode 1997-2000 terus berlanjut.

Kontrasepsi hormon merupakan kelompok kontrasepsi yang pemakaiannya berada pada
urutan ke tiga diseluruh dunia. Sebagian besar (85 %) menggunakan kontrasepsi oral
sedangkan implant hanya 15% namun beberapa negara mungkin banyak mengandalkan salah satu metode tertentu (Glasier,2006).
Survey demografi dan kesehatan Indonesia tahun 2002 - 2003 memperlihatkan
proporsi peserta KB untuk semua tercatat sebesar 60,3 %. Bila dirinci lebih lanjut proporsi peserta KB yang terbanyak adalah suntik (27,8%), diikuti oleh pil (13,2%), IUD (6,2%), implant atau susuk KB (4,3%) sterilisasi wanita (3,7%), kondom (0,9%), sterilisasi pria (0,4%), MAL (Metode Amenore Laktasi) (0,1%), dan sisanya merupakan peserta KB tradisional masing - masing menggunakan cara tradisional, pantang berkala (1,6%) maupun senggama terputus (1,5%) dan cara lain (0,5%).(BKKBN, 2006).
Banyak perempuan yang mengalami kesulitan dalam menentukan pilihan jenis
kontrasepsi. Hal ini tidak hanya karena terbatasnya metode yang tersedia tetapi juga oleh ketidaktahuan mereka tentang persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi tersebut, berbagai faktor harus dipertimbangkan termasuk status kesehatan. Salah satu bagian dari program KB nasional adalah KB implant. Kontrasepsi untuk kebutuhan KB yang terus berkembang dari tahun ke tahun. Pemasangan implant sederhana dan dapat diajarkan dan efek sampingnya sedikit Implant merupakan kontrasepsi yang paling tinggi daya guna nya Kegagalan adalah 0,3 per 100 tahun tetapi mengapa ibu - ibu kurang berminat menggunakan alat kontrasepsi ini (Manuaba, 1998).
Kelebihan implant adalah cocok untuk wanita yang tidak boleh menggunakan obat yang mengandung estrogen, perdarahan yang terjadi lebih ringan, tidak menaikan tekanan darah, resiko terjadi nya kehamilan ektopik lebih kecil jika dibandingkan dengan pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim.(Sarwono, 1999.)
Berdasarkan hasil presurvey di BKKBN pada tahun 2009 di Sumatra Utara Jumlah
Pasangan Usia Subur sebanyak 1.982.810 peserta, pasangan yang menjadi peserta KB aktif pada Mei 2009 sebanyak 1.266.071 yakni peserta KB IUD sebanyak 2.488 peserta, Metode Operasi Wanita sebanyak 920 peserta, Metode Operasi Pria 257 peserta, Kondom 2.212 peserta, Implant 4.325 peserta, Suntik 9.974 peserta dan Pil sebanyak 10.931 peserta.
Sementara PUS yang bukan peserta KB ada sebanyak 716.739 yakni 73.863 jumlah pasangan usia subur yang sedang hamil, 213.653 jumlah pasangan usia subur yang ingin mempunyai anak segera (IAS), 249.586 jumlah pasangan usia subur tidak ingin anak lagi (TIAL), 179.637 jumlah pasangan usia subur yang ingin anak ditunda BKKBN,2009).
Secara umum alasan utama tidak menggunakan KB Implant yang paling dominan dikemukakan wanita adalah merasa tak subur (28,5%). Alasan berikutnya yang cukup menonjol adalah alasan telah mengalami menopause (16,8%). Alasan berkaitan dengan kesehatan (16,6%). Alasan efek samping (9,6%). Puasa kumpul (7,3%). merasa tidak nyaman dalam ber KB (5,2%). Dan alasan berkaitan dengan akses ke pelayanan seperti jarak jauh, tak tersedia provider (0,1-1,6%). Selain itu masih dijumpai alasan mengenai larangan suami dan budaya atau agama (2,6% dan 0,9%) (BKKBN, 2009)
Dari data yang diperoleh dari pemberdayaan wanita dinas kesehatan kota Medan peserta KB aktif pada bulan November 2009 di kecamatan Medan Marelan dari 20,830 PUS yang memakai alat kontrasepsi implant hanya 581 (3,85 %). Berdasarkan latar belakang masalah maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya minat ibu untuk memilih implant sebagai alat kontrasepsi di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut yang menjadi perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah : Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya minat ibu untuk memilih implant sebagai alat kontrasepsi di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2010 ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya minat ibu untuk memilih implant sebagai alat kontrasepsi di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2010.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui rendahnya minat ibu untuk memilih implant sebagai alat kontrasepsi berdasarkan faktor pengetahuan di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2010.
b. Mengetahui rendahnya minat ibu untuk memilih implant sebagai alat kontrasepsi berdasarkan faktor ekonomi di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2010.
c. Mengetahui rendahnya minat ibu untuk memilih implant sebagai alat kontrasepsi berdasarkan faktor pendidikan di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2010.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Petugas Kesehatan
Sebagai bahan masukan bagi petugas kesehatan dalam rangka meningkatkan pelayanan KB terutama pada ibu yang tidak menggunakan alat Kontrasepsi Implant.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan bacaan bagi institusi pendidikan dalam keagiatan proses belajar dan sebagai bahan acuan bagi penulis selanjutnya.
3. Bagi Masyarakat
Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan pelayanan KB bagi Ibu.
4. Bagi Bidang Penelitian
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi panduan atau bahan perbandingan untuk melakukan penelitian yang akan datang.

Link download KTI lengkap ini
13. Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya Minat Ibu Untuk Memilih Implant Sebagai Alat Kontrasepsi
BAB I
BAB II
BAB III-V

Baca Selengkapnya...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...