KTI-SKRIPSI: 2011-12-11

10.hubungan tingkat pendidikan ibu dengan pengetahuan anak kelas VI SD tentang seksual

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah
Dikalangan masyarakat kita saat ini seks masih dianggap tabu dan sering dibicarakan secara sembunyi-sembunyi. Sebagian orang menganggap sebagai hal yang tabu untuk dibicarakan, tetapi pada sebagian orang lagi menganggap pada era globalisasi seperti sekarang ini,seks seharusnya dibicarakan sejak dini agar anak-anak tidak terjerumus dalam tindakan coba-coba yang salah, yang dapat berakibat fatal (Saringendyanti, 1998:20).

Hampir semua orang tua berkeinginan memberikan suatu awal atau permulaan yang baik kehidupan anak-anaknya, termasuk menanamkan pemahaman dan sikap yang positif terhadap seks, hal yang sangat berpengaruh dalam kehidupan anak-anak mereka kelak (Pikiran Rakyat Cyber Media,2004). Persepsi kita mengenai seks dan sifat-sifat kita sendiri sangat mempengaruhi terhadap pandangan dan sifat-sifat anak dalam kaitannya tentang seks. Kita tentunya tidak merasa sulit untuk menceritakan kepada anak-anak mengenai bagaimana tanaman itu tumbuh, apa yang menyebabkan turunnya hujan. Tetapi banyak orang tua yang masih mengalami kesulitan untuk menyembunyikan rasa tabu ketika anak kecilnya bertanya mengenai hal-hal yang menyangkut seks. Hal ini dapat dipahami karena tingkat pendidikan orang tua yang berpengaruh terhadap pengetahuan dan penyampaian informasi kepada anak,selain itu seks merupakan suatu “wilayah” khusus, yang erat kaitannya dengan tatanan nilai, perasaan, emosi, dan keinginan kita. Untuk itu perlu suatu penyampaian informasi yang tepat sesuai dengan usia anak (Pikiran Rakyat, 2004).
Pada tahun 2000 sekitar + 7,5 juta jumlah pelajar SD di Indonesia sebagian dari mereka diantaranya akan terancam terjerumus ke dalam kehidupan seks bebas yang telah merebak dikalangan remaja dan anak-anak yang umumnya pada anak Indonesia yang berusia 10 – 15 tahun (www.pend.seks.anak.com,2007). Menurut hasil survai peneliti pada sebagian anak, siswa kelas VI SD di SDN 2 Dandangan Kediri,yang berusia 12 – 13 tahun, masih ada anak yang belum mengerti dan paham apa arti sebenarnya dari seks itu sendiri. Hal ini merupakan masalah akibat kurangnya informasi dan pemahaman yang benar yang seharusnya dapat diberikan melalui pendidikan seks sejak dini (Saringendyanti,1998:20). Seperti fenomena yang terjadi pada anak-anak di daerah sekitar SDN 2 Dandangan atau daerah kota Kediri pada umumnya ,anak-anak belajar dan cari tahu tentang pendidikan seks tidak pada ibu atau orang tuanya,tetapi lebih memilih cari tahu lewat informasi dari teman sebayanya,lewat internet,atau buku-buku porno. Sehingga dapat mengakibatkan percobaan seks yang negatif.
Salah satu fakta yang patut mendapat perhatian dari orang tua adalah percobaan seks yang terjadi atau dilakukan anak, yang tidak memiliki bekal pengetahuan yang baik mengenai seks, hal ini karena kurangnya pemahaman dan informasi yang didapatkan oleh anak.. Bagi anak percobaan tersebut adalah salah satu cara untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan yang diinginkannya. Maka dari itu sebaiknya informasi dan pendidikan seks diberikan oleh orang tua sendiri. Kesulitan yang timbul kemudian adalah apabila pengetahuan atau pendidikan orang tua yang kurang memadai secara teoritis dan objektif menyebabkan sikap kurang terbuka dan cenderung tidak memberikan pemahaman tentang masalah – masalah seks anak. Akibatnya anak mendapatkan informasi seks yang tidak sehat (//J: \ Pendidikan seks anak.htm.2007).
Berdasarkan uraian diatas, maka pemberian pendidikan seks pada anak memang perlu dan yang terbaik adalah yang diberikan oleh orang tua sendiri. Pendidikan seks ini sebaiknya diberikan dalam suasana akrab dan terbuka dari hati ke hati antara orang tua dan anak. Tetapi informasi atau pendidikan seks yang diberikan ini haruslah diberikan sesuai usia dan perkembangan seksual (Saringendyanti,1998 : 20). Namun demikian, pernyataan tersebut perlu dikaji lebih mendalam lagi melalui studi penelitia, sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Tingkat Pengetahuan Anak Kelas VI SD Tentang Seksual di SDN 2 Dandangan Kediri.

I.2 Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut:
“Adakah hubungan tingkat pendidikan ibu dengan pengetahuan anak kelas VI SD tentang seksual di SDN 2 Dandangan Kediri ?”

I.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan orang tua dengan pengetahuan anak SD kelas VI tentang seksual.
1.3.2 Tujuan Khusus
tujuan khusus pada penelitian ini adalah
1.3.2.1 Mengidentifikasi tingkat pendidikan orang tua
1.3.2.2 Mengidentifikasi tingkat pengetahuan (C1-C2) anak SD kelas VI tentang seksual
1.3.2.3Mengidentifikasi hubungan tingkat pendidikan orang tua dengan pengetahuan anak SD kelas VI tentang seksual

I.4 Memanfaatkan Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Sebagai dasar mengembangkan pengetahuan dan menambah wawasan dan juga masukan dan memberikan wawasan kepada orang tua dan anak tentang pentingnya pendidikan seks.
1.4.2 Bagi Orang Tua
Menambah wawasan orang tua tentang manfaat pendidikan seks pada anak
1.4.3 Bagi Anak
Sebagai dasar untuk mengembangkan pengetahuan agar lebih mengerti proses keturunan, memudahkan anak-anak menerima keberadaan tubuhnya secara menyeluruh dan menerima fase-fase perkembangannya secara wajar.
1.4.4Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai dasar untuk mengembangkan pengetahuan dan menambah wawasan
1.4.5 Bagi Penelitian Selanjutnya
Sebagai acuan dasar untuk penelitian selanjutnya

I.5 Batasan Penelitian
Untuk mengarahkan ruang lingkup penelitian, maka masalah yang diteliti dibatasi pada Hubungan tingkat pendidikan ibu dengan pengetahuan anak SD kelas VI tentang seksual di SDN 2 Dandangan Kediri pada bulan April 2008.

Link download artikel lengkap ini
10.hubungan tingkat pendidikan ibu dengan pengetahuan anak kelas VI SD tentang seksual
BAB 1-3
BAB 4
BAB 5

Baca Selengkapnya...

09.hubungan tingkat keparahan acne vulgaris dengan gambaran diri pada usia remaja

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Acne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang menjadi masalah pada hampir semua remaja, dimana terdapat kenaikan hormon androgen yang beredar dalam darah yang dapat menyebabkan hiperplasia dan hipertrofi dari glandula sebasea (Harahap, 2000). Jerawat atau acne merupakan keradangan pada bagian kelenjar minyak pada bagian kulit manusia, kajian dalam bidang perobatan telah menunjukkan terdapat kurang lebih lima puluh jenis jerawat. Perkataan jerawat lebih menunjukkan kepada jenis jerawat umum yaitu acne vulgaris.

Hal ini merupakan satu jenis penyakit yang berlaku pada unit pilosebaceous terdiri dari pada rongga rambut dan kelenjar minyak pada bagian kulit. Jerawat jenis ini merupakan jenis jerawat yang paling sering di alami oleh individu terutama golongan remaja dan golongan dewasa pada awal umur 20an. Individu yang mengalami masalah jerawat sering kali mempunyai masalah yang berkaitan dengan harga diri, keyakinan terhadap diri sendiri, pergaulan sosial, kemurungan, kegusaran (Iibrahim, 2006). Masalah jerawat sering terjadi pada bagian muka, belakang badan dan dada. Masalah ini memberi kesan psikologis yang buruk pada remaja. Terutama remaja dalam alam persekolahan. Pada tahap ini, faktor image remaja serta aktivitas pergaulan sosial amat penting. Walaupun masalah dianggap ringan dan boleh diobati sendiri tetapi jika tidak dirawat akan mengakibatkan kesan fisik dan emosi yang buruk (Iibrahim, 2006).


Acne vulgaris paling sering ditemukan selama pertengahan usia belasan (Landow, 1984). Insiden terbanyak, pada wanita terjadi sekitar usia 14-17 tahun, sedangkan pada laki-laki usia 16-19 tahun (Harahap, 2000). Kurang lebih 85% dari pada individu dalam lingkungan umur 12 hingga 25 tahun akan menghadapi jerawat. Terdapat laporan yang menyatakan bahwa insiden jerawat di kalangan remaja mencapai 100% (Iibrahim, 2006). Rentang usia tersebut di kenal sebagai masa remaja, masa remaja berlangsung dari umur 15 atau 16 sampai 21 tahun (Sabri, 1993).
Masa remaja ini merupakan masa yang penting dalam rentang kehidupan. Masa ini dikenal sebagai: suatu periode peralihan, suatu masa perubahan, usia bermasalah, saat dimana individu mencari identitas, usia yang menakutkan, masa tidak realistik dan masa ambang dewasa. Suatu masa perubahan: masa remaja merupakan periode perubahan yang sangat pesat baik dalam perubahan fisiknya maupun perubahan sikap dan perilakunya (Sabri, 1993). Perubahan fisik yang disebabkan proses kematangan, gangguan struktural di otak, gangguan organik, gangguan endokrin, cedera, malnutrisi, obat-obat atau penyakit, sering disertai perubahan kepribadian. Perubahan fisik ini berpengaruh terutama pada konsep diri (Hurlock dikutip Nursalam, 2001).
Hampir delapan dari sepuluh orang yang berusia remaja menderita jerawat, padahal pada usia ini para remaja peka sekali terhadap penampilan dirinya dan sedang mencari-cari nilai rasa percaya diri (Ragawaluya, 1997). Sekitar 80% remaja remaja dan anak muda yang ber usia 11 hingga 30 tahun mengalami masalah jerawat (Republika co.id). Data yang di dapat di SMK PGRI 4 Kediri jumlah seluruh siswa kelas X sebanyak 417 orang. Sedangkan yang menderita Acne vulgaris, Kelas OT, 1 sebanyak 4 siswa, Kelas OT, 2 sebanyak 3 siswa, Kelas OT, 3 sebanyak 4 siswa, Kelas OT, 4 sebanyak 5 siswa, Kelas OT, 5 sebanyak 7 siswa, Kelas OT, 6 sebanyak 3 siswa, Kelas OT, 7 sebanyak 4 siswa, Kelas OT, 8 sebanyak 3 siswa, Kelas OT, 9 sebanyak 4 siswa, Kelas OT, 10 sebanyak 3 siswa.
Faktor yang sering menyebabkan timbulnya jerawat antara lain kontaminasi bakteri, zat-zat kimia tertentu atau alergi obat, makanan tertentu antara lain yang banyak mengandung lemak dan merangsang aktivitas kelenjar lemak, cuaca yang panas, tekanan psikologis (stress). Jerawat walaupun tidak membahayakan tapi bisa memberikan dampak negatif pada orang yang mengalaminya. Pertama-tama, kulit menjadi kurang indah karena terkena masalah seperti scar, bopeng, flek bekas jerawat. Yang kedua adalah dampak psikologis di mana orang tersebut jerawat merasa minder/malu (Medika Republika Co,Id).
Penanganan acne yang utama adalah membersihkan kulit dari debris dan kelebihan lemak pada permukaan kulit, pada acne yang membandel juga dapat diberikan obat anti acne yang terdiri dari obat supresi sebum, keratolisis dan antibiotik. Terapi hormon juga dapat diberikan pada pasien dengan acne vulgaris yang berlebihan dehidrotestosteron. Hormon juga diberikan adalah anti androgen. Sedangkan untuk pencegahan, terapkan empat dasar perawatan kulit yang umum yaitu: pembersihan, perlindungan, pelembapan, perbaikan/eksfoliasi (pengelupasan). Sel – sel yang mati dan merangsang pertumbuhan sel – sel baru yang telah mati, bisa juga di kombinasi dengan bahan pemutih (Republika Online).
Dengan terjadinya gangguan ini, sedikit banyak akan mempengaruhi konsep diri pada remaja yang mengalaminya. Remaja yang menolak diri menjadi tidak dapat menyesuaikan diri dan tidak bahagia. Begitu pula dengan remaja yang mengalami ketidakpuasan terhadap dirinya, maka ia cenderung menganggap dirinya sendiri tidak berharga dan merenung atau bahkan mencoba bunuh diri (stuart and sundeen.1998).
Berdasarkan masalah di atas, penulis tertarik untuk mengambil judul penelitian hubungan tingkat keparahan acne vulgaris dengan gambaran diri pada usia remaja.

1.2 Rumusan Masalah
Adakah hubungan tingkat keparahan acne vulgaris dengan gambaran diri pada usia remaja di SMK PGRI 4 Kediri ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menggambarkan hubungan antara tingkat keparahan acne vulgaris dengan gambaran diri pada usia remaja.

1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi tingkat keparahan acne vulgaris pada usia remaja.
1.3.2.2 Mengidentifikasi gambaran diri pada usia remaja.
1.3.2.3 Menganalisa hubungan tingkat keparahan acne vulgaris dengan gambaran diri pada usia remaja.

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Instansi Tempat Penelitian.
Sebagai masukan/informasi bagi instansi tentang adanya gangguan gambaran diri pada siswa dengan acne vulgaris.
1.4.2 Bagi Profesi
Memberi masukan pengetahuan kepada perawat akan pentingnya memberikan perawatan secara holistic bagi klien dengan acne vulgaris khususnya pada usia remaja.
1.4.3 Bagi Peneliti
Sebagai sarana untuk mendapatkan pengalaman belajar dalam membuat sebuah penelitian serta memberi gambaran dan informasi bagi peneliti selanjutnya.
1.4.4 Bagi Responden
Diharapkan para responden lebih menjaga dan merawat kulit wajah agar tidak menimbulkan acne vulgaris sehingga dapat menambah rasa percaya diri.

Link download KTI lengkap ini
09.hubungan tingkat keparahan acne vulgaris dengan gambaran diri pada usia remaja
BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5

Baca Selengkapnya...

08.hubungan tentang pengetahuan ibu pekerja yang memiliki balita 0-6 bulan dengan pemberian ASI Eksklusif

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menyusui adalah proses alamiah. Ibu di seluruh dunia berhasil menyusui bayinya tanpa pernah membaca buku tentang ASI, bahkan ibu yang buta hurufpun dapat menyusui anaknya dengan baik. Walaupun demikian dalam lingkungan kita saat ini melakukan hal yang alamiah tidak selalu mudah. Seiring dengan perkembangan zaman terjadi pula peningkatan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang demikian pesat. Pengetahuan lama yang mendasar seperti menyusui justru kadang terlupakan. Padahal kehilangan pengetahuan tentang menyusui berarti kehilangan besar , karena menyusui adalah suatu pengetahuan yang selama berjuta juta tahun mempunyai peran yang penting dalam mempertahankan kehidupan dan dapat memberikan perawatan terbaik pada bayinya. Menyusui yang secara Eksklusif merupakan cara pemberian makan bayi yang alamiah, namun sering kali ibu kurang mendapatkan informasi bahkan sering kali mendapat informasi yang salah tentang manfaat ASI Eksklusif. Menyusui adalah suatu seni yang harus dipelajari kembali untuk keberhasilan menyusui tidak diperlukan alat-alat khusus dan biaya mahal, yang diperlukan hanyalah kesabaran waktu, sedikit pengetahuan tentang menyusui dan dukungan dari lingkungan terutama suami. Menyusui akan menjamin bayi tetap sehat dan memulai kehidupannya dengan cara yang paling sehat.

ASI Eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara Eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja ,tanpa tambahan cairan lain seperti pisang,pepaya,bubur susu,biscuit,bubur nasi dan tim. Pemberian ASI secara Eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya 4 bulan,tetapi bila mungkin sampai 6 bulan. . (Utami Roesli, 2000:2-3).
Namun sering dijumpai ibu-ibu bekerja mengalami dilema antara ingin memberikan susu formula kepada bayinya atau memberikan ASInya. Alasan tersebut didorong oleh beberapa sebab, antara lain dari segi internal (ibu) yaitu adanya kelainan fisik ibu, ketakutan ibu kehilangan daya tarik sexualitasnya, mitos yang salah tentang pemberian ASI, kelelahan setelah bekerja. Selain itu dari segi external (lingkungan) yaitu adanya peraturan di tempat kerja ibu, tentang jam kerja, tentang cuti hamil 3 bulan, dan terburunya ibu mengejar waktu untuk bekerja, ada tidaknya fasilitas tempat penitipan bayi atau tempat pemberian ASI di tempat kerja. Hal tersebut diatas didukung data menurut Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi(1997) ibu bekerja di Indonesia mencapai 34,33 juta jiwa dengan angka pertumbuhan sekitar 4,76 %.Sedangkan menurut survey Demografi dan Kesehatan Indonesia(SDKI) tahun 2002 mendapatkan baru sekitar 58% ibu memberi ASI Eksklusif pada bayinya.
Di Dinas Kesehatan Dati II Sampang target yang seharusnya menggunakan ASI Eksklusif harus mencapai 80%, tetapi ASI Eksklusif pada tahun 2005 hanya mencapai sekitar 59%, sedangkan di Wilayah Puskesmas Bunten Barat Kecamatan Ketapang yang memberikan ASI Eksklusif sebanyak 52% pada akhir tahun 2005.
Dari hasil study pendahuluan yang dilakukan terhadap wanita pekerja yang sudah berkeluarga dan mempunyai anak di Kecamatan Ketapang dari 10 orang ibu yang melahirkan hanya 30% yang memberikan ASI Ekslusif. Sedangkan 70% tidak memberikan ASI Eksklusif karena ibu harus bekerja terus, sedangkan di tempat kerja tidak ada tempat menyusui. Alasan yang lain supaya membiasakan bayi menyusui dari botol bila nanti ditinggal bekerja.
Mengingat pentingnya ASI bagi pertumbuhan bayi maka ibu pekerja dianjurkan untuk tetap menyusui dalam arti termasuk usaha untuk mempertahankan produksi ASI. Pemberian Pasi yang terlalu dini mempunyai dampak pada bayi yaitu bayi mudah sakit karena mungkin tidak cocok atau alergi terhadap susu formula yang diberikan juga. Apabila bayi sudah sejak awal diberi susu formula maka ketergantungan terhadap susu formula akan meningkat.
Dengan alasan yang klasik ibu bekerja memilih untuk memberikan susu formula kepada bayinya. Sebenarnya tidak sedikit dari ibu-ibu pekerja tahu akan manfaat ASI sendiri, namun seperti dikatakan diatas banyak faktor dan alasan yang melatar belakangi perilaku ibu tersebut. Misalnya ibu bekerja dengan sengaja membuang ASI di toilet tempat kerja dan memilih susu formula sebagai gantinya untuk mengatasi kebutuhan bayinya selama mereka bekerja atau dinas, alasan lain ibu lelah setelah seharian bekerja, maka setelah sampai dirumah ibu memilih untuk memberikan bayinya susu formula agar ia bisa istirahat.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian seperti berikut : “Apakah ada hubungan tentang pengetahuan ibu pekerja yang memiliki balita 0-6 bulan dengan pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Pembantu Banyosokah Kecamatan Ketapang Kabupaten Sampang ”.


1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum.
Diketahuinya bagaimana hubungan tentang pengetahuan ibu pekerja yang memiliki balita 0-6 bulan dengan pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Pembantu Banyosokah Kecamatan Ketapang Kabupaten Sampang.
1.3.2 Tujuan Khusus
1). Mengidentifikasi pengetahuan ibu pekerja yang memiliki balita 0-6 bulan dengan pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Pembantu Banyosokah Kecamatan Ketapang Kabupaten Sampang.
2). Mengidentifikasi pemberian ASI Eksklusif oleh ibu pekerja yang memiliki balita 0-6 bulan di Puskesmas Pembantu Banyosokah Kecamatan Ketapang Kabupaten Sampang.
3). Menganalisis hubungan pengetahuan ibu pekerja yang memiliki balita 0-6 bulan dengan pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Pembantu Banyosokah Kecamatan Ketapang Kabupaten Sampang.

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Perawat.
Dapat menentukan metode yang sesuai dalam memberikan pendidikan kesehatan (Penyuluhan kesehatan) kepada masyarakat.
1.4.2 Bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat dijadikan dasar untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan ibu pekerja yang memiliki balita 0-6 bulan dengan pemberian ASI Eksklusif.
1.4.3 Bagi Masyarakat(khususnya ibu menyusui)
Menambah pengetahuan masyarakat (ibu menyusui) tentang ASI Eksklusif dan diharapkan terjadinya perubahan prilaku ke arah yang lebih baik.

Link download KTI lengkap ini
08.hubungan tentang pengetahuan ibu pekerja yang memiliki balita 0-6 bulan dengan pemberian ASI Eksklusif
BAB 1-5

Baca Selengkapnya...

07.Hubungan Pola Asuh Keluarga dengan Kenakalan Remaja

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Keluarga adalah lembaga pertama dan utama dalam melaksanakan proses sosialisasi dan sivilisasi pribadi anak. Keluarga memberikan pengaruh pada pembentukan watak kepribadian anak, dan menjadi unit sosial terkecil yang memberikan fondasi primer bagi perkembangan anak. Baik buruknya struktur keluarga memberikan dampak baik atau buruknya perkembangan jiwa dan jasmani anak (Kartono Kartini, 2006).

Dalam era globalisasi kompleksitas masalah kehidupan yang cepat mengharus-kan adanya berbagai upaya terhadap remaja agar mereka memiliki kemampuan beradaptasi, karena penyerapan secara maknawi era global semakin digandrungi oleh anak remaja. Misalnya seks bebas, ekstasi, miras, dan tawuran antar remaja (Shocib, 2000). Menurut Wilis (2005) keluarga merupakan sumber utama atau lingkungan utama yang menyebabkan kenakalan remaja. Keluarga merupakan tempat sosialisasi pertama anak hidup dan berkembang permulaan sekali dari pergaulan keluarga yaitu hubungan antara orang tua dengan anak beserta anggota keluaraga yang lain yang tinggal bersamanya. Dalam hal ini pola asuh yang diterapkan oleh orang tua ataupun keluarga akan mempengaruhi perkembangan remaja itu sendiri .
Menurut Wahyuni dijelaskan di Media Indonesia, 2006. Kenakalan remaja antara lain disebabkan pembinaan keluarga yang gagal. Lebih jauh dijelaskan bahwa dari 15.000 kasus narkoba selama dua tahun terakhir, 46 % di antaranya dilakukan oleh remaja. Selain itu di Indonesia diperkirakan bahwa jumlah prostitusi anak juga cukup besar. Departemen Sosial memberikan estimasi bahwa jumlah prostitusi anak yang berusia 15-20 tahun sebanyak 60 % dari 71.281 orang. Unicef Indonesia menyebut angka 30 % dari 40-150.000; dan Irwanto menyebut angka 87.000 pelacur anak atau 50% dari total penjaja seks. Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Polsek Papar pada hari senin, 6 November 2007 didapatkan 30 kasus kenakalan remaja, 21 remaja diantaranya dari kecamatan Papar,dengan kasus kenakalan yaitu narkoba, tawuran, pencurian, penipuan dan miras. Dan 30% (7) dari remaja tersebut berasal dari Dusun Sono RW. 04 Desa Kepuh Kecamatan Papar Kabupaten Kediri.
Salah satu penyebab dari kenakalan remaja yaitu pola asuh yang digunakan dalam keluarga. Bermacam-macam bentuk pola asuh akan mempengaruhi perkembangan remaja. Seperti pola asuh penelantar anak akan kurang mendapat kasih sayang dan perhatian dari orang tua, maka apa yang sangat dibutuhkan oleh si anak terpaksa dicari di luar rumah seperti dalam kelompok teman-temannya namun tidak semuanya temannya berkelakuan baik akan tetapi lebih banyak yang berkelakuan kurang baik (Wilis, 2005). Pola asuh permisif atau pemanja biasanya meberikan pengawasan yang sangat longgar. Pola asuh Demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka (Petranto, 2006). Meski menurut buku-buku dan tulisan majalahpun mengajurkan pola asuh demokratis untuk anak remaja namun dipihak lain, orang tuapun menghadapi berbagai nilai alternatif. Orang tua ingin bertindak otoriter terhadap anaknya karena ia dididik seperti itu oleh orang tuanya dulu. Selain itu orang tua berpikir jika ia melonggarkan cara mendidiknya, dikhawatirkan anaknya akan menjadi manja dan tidak disiplin (Sarwono, 2007).
Dampak yang ditimbulkan dari kenakalan remaja adalah rusaknya kualitas fisik dan psikis dari remaja itu sendiri, seperti jauh dari pergaulan teman sebaya dan merasa terkucilkan dari lingkungan sekitar. Bagi keluarga, anak merupakan kebanggaan, jika nama baik anak sudah tercemar dimasyarakat maka keluarga seolah gagal dalam mendidik anak. Selain itu kenakalan yang dibuat remaja dapat mengganggu ketentraman masyarakat dilingkungan sekitar. Mereka merasa tidak bahagia dipenuhi banyak konflik batin serta mengalami frustasi terus menerus dan menjadi sangat agresif, mereka mulai mengadakan “serangan-serangan kemarah-an” kedunia sekitar, menteror lingkungan, menggarong milik orang lain dan sebagainya. (Kartono, Kartini, 2006)
Perawat sebagai motifator, fasilitator, koordinator, kolaborator, advokasi, pembaharu dan pengelola, dapat melakukan pendekatan kepada keluarga, memberikan arahan dan masukan bahwa keluarga sebagai pusat pendidikan dan pusat kebudayaan serta pusat agama, sehingga keluarga dapat memberikan pola asuh yang baik dan dapat diterima oleh anak remaja, kita sebagai perawat juga dapat melakukan pendekatan terhadap remaja yang bermasalah tersebut dengan cara memberikan motivasi untuk melepaskan diri dari kebiasaan yang mereka jalani selama ini.
Dari fenomena diatas, maka peneliti tertarik mengadakan penelitian yang berjudul “Hubungan Pola Asuh Keluarga dengan Kenakalan Remaja”.

1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : adakah hubungan pola asuh keluarga dengan kenakalan remaja di Dusun Sono RW.04 Desa Kepuh Kecamatan Papar Kabupaten Kediri Tahun 2008.

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan pola asuh keluarga dengan kenakalan remaja di Dusun Sono RW.04 Desa Kepuh Kecamatan Papar Kabupaten Kediri.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi pola asuh keluarga di Dusun Sono RW.04 Desa Kepuh Kecamatan Papar Kabupaten Kediri.
2. Mengidentifikasi tingkat kenakalan remaja di Dusun Sono RW.04 Desa Kepuh Kecamatan Papar Kabupaten Kediri.
3. Menganalisa hubungan pola asuh keluarga dengan kenakalan remaja di Dusun Sono RW.04 Desa Kepuh Kecamatan Papar Kabupaten Kediri.

1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Bagi peneliti
1. Sebagai pengalaman peneliti dalam bidang sosial keluarga.
2. Menambah pengetahuan peneliti tentang kenakalan remaja.


1.4.1 Bagi masyarakat
Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi keluarga untuk dapat menerapkan pola asuh dalam keluarga dengan tujuan meminimalkan kenakalan remaja.
1.4.2 Bagi peneliti lain
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data tambahan bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian selanjutnya.
1.4.3 Bagi Institusi pendidikan
Diharapkan peran pendidik dapat memberikan motivasi dan arahan bagi remaja untuk melakukan kegiatan yang lebih positif.

1.5 Batasan Penelitian
Untuk mengarahkan ruang lingkup penelitian, maka penelitian ini hanya membahas : hubungan pola asuh keluarga dengan kenakalan remaja di Dusun Sono RW.04 Desa Kepuh Kecamatan Papar Kabupaten Kediri Tahun 2008.

Link download KTI lengkap ini
07.Hubungan Pola Asuh Keluarga dengan Kenakalan Remaja
BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5

Baca Selengkapnya...

06.HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG MANFAAT PEMBERIAN GIZI TERHADAP STATUS PERTUMBUHAN ANAK PADA USIA 0 – 5 TAHUN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Anak adalah bukan miniatur orang dewasa tetapi merupakan sosok individu yang unik yang mempunyai kebutuhan khusus sesuai dengan tahap perkembangan dan pertumbuhannya. Anak yang sehat akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang normal dan wajar, yaitu sesuai standar pertumbuhan fisik anak pada umumnya dan memiliki kemampuan sesuai standar kemampuan anak seusianya. Anak yang sehat kelihatannya berseri – seri, kreatif dan selalu ingin mencoba sesuatu yang ada di sekelilingnya (Santoso, 2004 ).

Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah pada usia 0 – 5 tahun. Karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya ( Soetjiningsih, 1995 ). Pada masa ini berlangsung proses tumbuh kembang yang sangat pesat yaitu pertumbuhan fisik dan perkembangan psikomotorik, mental dan sosial untuk mendukung pertumbuhan fisik balita, perlu petunjuk praktis makanan dengan gizi seimbang ( Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, 2000 ).
Proses tumbuh kembang mengikuti suatu pola tertentu yang unik untuk setiap anak, baik dalam tumbuh kembang keseluruhan tubuhnya maupun dalam tumbuh kembang bagian – bagian tubuh, organ – organ dan jaringan, Proses tersebut merupakan proses interaksi yang terus menerus serta rumit diantara faktor genetik dan faktor – faktor lingkungan tadi. Seberapa jauh faktor – faktor tersebut saling berpengaruh, tidak mudah untuk dikemukakan. Namun salah satu faktor lingkungan fisik yang penting adalah zat gizi yang harus dicukupi oleh makanan anak. Oleh karena itu, nilai keadaan gizi anak sebagai refleksi kecukupan gizi merupakan salah satu parameter yang penting untuk nila keadaan tumbuh kembang fisik anak dan nilai keadaan kesehatan anak tersebut.
Akibat kekurangan zat gizi, maka simpanan zat gizi pada tumbuh digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Apabila keadaan ini berlangsung lama, maka simpanan zat gizi akan habis dan akhirnya terjadi kemerosotan jaringan. Pada saat ini orang sudah dapat di katakan malnutrisi, walaupun baru hanya ditandai dengan penurunan berat badan dan pertumbuhan terlambat. Apabila keadaan itu berlangsung lama, maka akan terjadi perubahan fungsi tubuh seperti tanda – tanda terjadi perubahan fungsi tubuh sepeti tanda – tanda syarat kelemahan, pusing , kelelahan , nafas pendek dan lain – lain ( I Dewa Nyoman Supariasa , 2002 ).
Untuk mencegah terjadinya berbagai gengguan gizi dan mencegah psikosocial di perlukan adanya perilaku penunjang dari para orang tua, ibu atau pengasuh dalam keluarga untuk selalu memberikan makanan dengan gizi seimbang kepada balitanya ( Departemen Kesehatan dan kesejahteraan social RI, 2000 ). Gizi merupakan salah satu factor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan mesejahteraan manusia. Keadaan gizi dikatakan baik bila terdapat keseimbangan dan keserasian antara gizi optimal tercapai bila kebutuhan zat gizi optimal terpenuhi (Budiyanto, 2002). Dengan memperhatikan uraian diatas maka penulis melakukan penelitian tentang pengaruh gizi terhadap pertumbuhan anak pada usia 0 – 5 th di Tempat Penetipan Anak Bambini, Desa Dandangan Kediri.
Makhluk hidup memerlukan makanan untuk kelangsungan hidupnya. Makanan itu terdiri atas bagian –bagian yang berbentuk ikatan – ikatan kimia atau unsur – unsur anorganik yang disebut zat – zat makanan atau zat gizi atau nutrien. Manusia mendapatkan zat makananya dalam bentuk bahan makanan yang berasal dari tumbuh –tumbuhan dan hewan. Satu macam saja bahan makanan tidak dapat memenuhi semua keperluan tubuh akan berbagai zat makanan, karena masing – masing bahan makanan mengandung zat – zat makanan yang berlainan macam maupun banyaknya. Unsur yang diperlukan tubuh manusia, jumlahnya tidak kurang dari 40 macam. Semuanya dapat dipenuhi oleh keenam golongan zat makanan atau nutrien yaitu karbohidrat, lemak, protein, zat mineral dan vitamin serta air ( Santoso, 2004 ).

1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Pertanyaan Masalah
Dari latar belakang di atas penulis ingin mengetahui adanya hubungan pengetahuan orang tua tentang manfaat pemberian gizi terhadap status pertumbuhan anak pada usia 0 – 5 tahun ?

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan pengetahuan orang tua tentang manfaat pemberian gizi terhadap satatus pertumbuhan anak pada usia 0 – 5 tahun di TPA Bambini,Desa Dandangan Kediri.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi pengetahuan orang tua tentang manfaat pemberian gizi di TPA Bambini, Desa Dandangan Kediri.
2. Mengidentifikasi status pertumbuhan anak pada usia 0 – 5 tahun di TPA Bambini, Desa Dandangan Kediri.
3. Mengidentifikasi hubungan pengetahuan orang tua tentang manfaat pemberian gizi terhadap status pertumbuhan anak pada usia 0 – 5 tahun di TPA Bambini, Desa Dandangan Kediri.

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Masyarakat
Sebagai bahan informasi dalam pemberian gizi pada anak sesuai dengan kebutuhan anak.
1.4.2 Bagi Petugas Kesehatan
Sebagai masukan dalam rangka meningkatkan penyuluhan pada masyarakat tentang pemberian gizi pada anak sesuai dengan kebutuhan anak.
1.4.3 Bagi Penelitian
Sebagai informasi untuk penelitian selanjutnya baik oleh peneliti sendiri maupun peneliti yang lain.

1.5 Batasan Penelitian
1.5.1 Hubungan pengetahuan orang tua tentang manfaat pemberian gizi pada anak usia 0 – 5 tahun.
1.5.2 Status pertumbuhan anak pada usia 0 – 5 tahun.

Link download KTI lengkap ini
06.HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG MANFAAT PEMBERIAN GIZI TERHADAP STATUS PERTUMBUHAN ANAK PADA USIA 0 – 5 TAHUN
BAB 1
BAB 2-3
BAB 4
BAB 5

Baca Selengkapnya...

05.hubungan pengetahuan orang tua tentang bimbingan antisipasi cidera dengan frekuensi cidera pada anak usia todler

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kecelakaan pada anak terutama pada balita merupakan masalah yang khas karena pada anak tersebut sebagian besar waktunya dihabiskan di rumah dan lingkungannya, sehingga tidaklah heran kalau sebagian besar kecelakaan pada anak kelompok umur ini terjadi di rumah dan lingkungannya ( Musa, 1997 ). Kecelakaan pada anak usia todler sering kali mengakibatkan kondisi yang fatal pada anak, yaitu kematian. Kondisi yang dimaksud diantaranya tertabrak mobil, luka bakar, keracunan, jatuh dan tenggelam ( Supartini, 2004 ).

Cidera adalah penyebab kematian yang paling lazim selama masa anak sesudah umur beberapa bulan pertama dan mewakili salah satu dari penyebab yang paling penting dari morbilitas dan mortalitas pediatri yang dapat dicegah ( Supartini, 2004 ). Orang tua merupakan orang terdekat yang dapat menjaga anaknya agar tidak terjadi cidera ( Musa, 1997 ). Jadi orang tua perlu pengetahuan tentang bimbingan antisipasi cidera terhadap anak.
Kecelakaan pada anak usia kurang dari 5 tahun frekuensinya 1,5 – 2 kali lebih besar dari pada anak akibat kecelakaan di lingkungan rumah ( Musa, 1997 ). Dari survey awal yang dilakukan di RW 02 kel. Mojoroto kec. Mojoroto kota Kediri didapatkan 40 orang tua yang mempunyai anak usia todler 40% mengatakan dalam 1 minggu mengalami 2 kali cidera, 50% mengatakan dalam 1 minggu mengalami 3-5 cidera, dan 10% mengatakan dalam sehari bisa berkali – kali cidera. Mayoritas penyebab cedera pada anak usia todler yaitu seperti memegang benda – benda yang keras dan tajam, merangkak, berjalan sendiri tanpa sengetahuan orang tua, sehingga anak jatuh dan terjadi luka. Selain itu, biasanya setiap sore anak – anak usia todler berkumpul dan bermain bersama seperti main kejar – kejaran, umpet – umpetan, main bola, dan lain – lain. Dari hal tersebut anak akan lupa terhadap bahaya sehingga memicu terjadinya cidera.
Pengetahuan orang tua tentang bimbingan antisipasi cedera pada anak yaitu sangat penting. Semakin banyak pengetahuan orang tua semakin sedikit resiko cedera, sebaliknya apabila pengetahuan orang tua sedikit atau berkurang maka resiko cedera pada anak akan meningkat. Proses terjadinya cidera merupakan suatu rangkaian pola kejadian, yaitu adanya faktor latar belakang yang terdiri atas usia, jenis kelamin, tingkat kesehatan anak, pengalaman intelegensi, lingkungan fisik maupun psikologis, dan aktivitas tertentu yang berpotensi menimbulkan kecelakaan. Ditambah dengan keadaan yang memulai rangkaian peristiwa kecelakaan, faktor ini dapat berupa perubahan situasi, kelengahan orang tua yang dapat mempertahnkan atau meningkatkan potensi dari hal - hal yang menjadi penyebab langsung menuju ke faktor pencetus. Faktor pencetus yaitu kondisi yang langsung membawa rangkian peristiwa kecelakaan mencapai klimaknya yang akan mengahasilkan suatu reaksi seketika. Faktor ini merupakan kondisi sesaat yang menyebabkan seseorang tidak sempat memikirkan adanya bahaya yang terjadi. Keadaan ini bisa terjadi pada anak karena perilaku anak yang belum dapat mengantisipasi munculnya bahaya sehingga saat dia melakukan suatu tindakan maka tidakannya itu merupakan pencetus terjadinya kecelakaan.
Upaya untuk mencegah atau menimbulkan resiko terjadinya cedera pada anak merupakan tanggung jawab orang tua dalam menjaga anaknya agar tidak terjadi cidera, maka orang tua harus mengerti tentang bimbingan antisipasti cidera. Selain itu tenaga kesehatan juga harus menjelaskan dan memberikan informasi melalui penyuluhan kepada orang tua mengenai tumbuh kembang anak dan pengetahuan tentang faktor – faktor yang berperan terjadinya cidera baik faktor perilaku, faktor lingkungan fisik maupun psikologis, dan faktor agent untuk mengantisipasi terjadinya resiko cidera.
Dari uraian di atas peneliti tertarik mengadakan penelitian tentang ”Hubungan pengetahuan orang tua tentang bimbingan antisipasi cidera dengan frekuensi cidera pada anak usia todler di RW 02 Kel. Mojoroto kec. Mojoroto kota Kediri.”

1.2 Rumusan Masalah
“ Apakah ada hubungan pengetahuan orang tua tentang bimbingan antisipasi cidera dengan frekuensi cidera pada anak usia todler di RW 02 kel. Mojoroto kec. Mojoroto kota Kediri ? “

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui “ Hubungan pengetahuan orang tua tentang bimbingan antisipasi cidera dengan frekuensi cidera pada anak usia todler di RW 02 kel. Mojoroto kec.Mojoroto kota Kediri. “

1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi pengetahuan orang tua tentang bimbingan antisipasi cidera
2. Mengidentifikasi frekuensi cidera pada anak usia todler
3. Mengidentifikasi hubungan pengetahuan orang tua tentang bimbingan antisipasi cidera dengan frekuensi cidera pada anak usia todler

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi orang tua
Memperoleh dan menambah pengetahuan juga pengalaman secara langsung mengenai bimbingan antisipasi cidera, sehingga bisa mengurangi cidera pada anak.
1.4.2 Bagi perawat
Sebagai masukan dalam rangka meningkatkan ketepatan tindakan keperawatan pada masyarakat tentang bimbingan antisipasi cidera terhadap frekuensi cidera pada anak usia todler.
1.4.3 Bagi peneliti
Sebagai bekal dalam menambah pengetahuan mengenai bimbingan antisipasi cidera terhadap anak usia todler.
1.4.4 Bagi penelitian
Sebagai acuan atau dasar dalam menjalankan penelitian selanjutnya mengenai cidera pada anak
1.4.5 Bagi masyarakat
Sebagai informasi penting dalam mencegah terjadinya cidera.

1.4.6 Bagi institusi
Menambah kajian baru dalam hal bimbingan antisipasi cidera terhadap frekuensi cudera pada anak usia todler dan sebagai informasi dasar dalam melakukan pelayanan.

1.5 Batas Penelitian
Ruang lingkup penelitian dibatasi pada “ Hubungan pengetahuan orang tua tentang bimbingan antisipasi cidera dengan frekuensi cidera pada anak usia todler “. Dimana penelitian akan dilakukan pada bulan Oktober 2007 sampai Agustus 2008 di RW 02 kel. Mojoroto kec. Mojoroto kota Kadiri.

Link download KTI lengkap ini
05.hubungan pengetahuan orang tua tentang bimbingan antisipasi cidera dengan frekuensi cidera pada anak usia todler
BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5

Baca Selengkapnya...

04.Hubungan Pengetahuan Ibu tentang ASI dengan Pemberian ASI pada Bayi Baru Lahir Sampai Usia 6 Bulan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Menyusui adalah suatu proses yang terjadi secara alami. Sehingga, jarang sekali ada ibu yang gagal atau tidak mampu menyusui bayinya. Meskipun demikian, menyusui juga perlu dipelajari, terutama oleh ibu yang baru pertama kali memiliki anak agar tahu cara menyusui yang benar (Sudarsono, 2007). Menyusui secara eksklusif adalah memberikan ASI kepada bayi selama 6 bulan penuh dan bayi tidak mendapat makanan lain selain ASI. Untuk mencapai tumbuh kembang bayi secara optimal, di Indonesia mempunyai program Penyusunan Strategi Nasional Pemberian Makanan Bayi dan Anak yaitu memberikan ASI dalam 30 menit setelah kelahiran, memberikan hanya ASI saja atau ASI Eksklusif sejak lahir sampai bayi berumur 6 bulan, memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang cukup dan bermutu sejak bayi umur 6 bulan dan meneruskan pemberian ASI sampai anak berumur 2 tahun (Sudarsono, 2007).

Di Indonesia pada tahun 2005 hanya 14 % bayi yang disusui secara eksklusif oleh ibunya. Sedangkan di Kab/Kota Jawa Timur Tingkat pencapaian dalam pemberian ASI tahun 2005 ini rata-rata adalah 27,49%, terjadi peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2004 yang hanya 20,18% (www.DinasInformasidankomunikasi.com, 2006). Namun demikian pencapaian dirasakan masih sangat rendah sekali bila dibandingkan dengan target yang diharapkan 80% bayi yang ada mendapat ASI eksklusif(www.Penc.SPMTripKotaMalang.com, 2005). Di Kota Malang pada tahun 2003 sekitar 39,20% dan pada tahun 2004 meningkat 52,88% terjadi penurunanbila dibandingkan pada tahun 2005 sekitar 43,85 % bayi yang mendapatkan ASI, Menurut Kepala Bidang Kesehatan Keluarga dan Masyarakat Dinas Kesehatan Kota Malang, dr Asih Tri Rachmi Pada tahun 2006 masih sekitar 50 persen dari 18.000 ibu melahirkan yang menyusui bayinya sendiri (Dahlia,2007). Dari studi pendahuluan di Desa Wonoagung Kec. Kasembon Kab. Malang didapatkan 61 ibu yang mempunyai bayi berumur dibawah 0 – 6 bulan. Dan 37 ibu atau sekitar 60,7 % yang memberikan ASI kepada bayinya.
Kurangnya pemberian ASI disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang ASI beserta permasalahan laktasi yang sering dihadapi oleh ibu menyusui seperti produksi ASI kurang dan juga mitos tentang menyusui yang masih banyak terdengar dikalangan masyarakat seperti menyusui menyebabkan payudara kendur yang menjadikan alasan para ibu enggan untuk memberikan ASI kepada bayinya. Soetjiningsih (1998) kurangnya pemberian ASI dimungkinkan karena berbagai alasan, antara lain seperti, kurangnya pengetahuan ibu terhadap manfaat atau keuntungan ASI untuk anaknya, rasa takut yang akan mempengaruhi produksi ASI sehingga jumlah ASI yang dihasilkan sedikit, terjadinya pergeseran pandangan, bahwa pemberian susu formula akan dikatakan lebih modern, pengertian yang salah tentang menyusui akan cepat sekali kelihatan tua dan berkurangnya kecantikan, dan banyaknya wanita yang turut bekerja untuk mencari nafkah sehingga tidak dapat menyusui secara teratur (Soetjiningsih,1998).
Dalam meningkatkan pengetahuan dan kesadaran ibu menyusui petugas kesehatan mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan informasi kepada para ibu tentang ASI dan pemberian ASI yang benar. Dengan harapan para ibu dapat memberikan ASI terhadap bayinya selama 6 bulan. Langkah tersebut dapat berupa antara lain seperti memberikan informasi mengenai keuntungan menyusui dan manajemen laktasi, memberikan bimbingan khusus kepada ibu hamil yang belum pernah menyusui dan ibu yang mempunyai masalah laktasi, memberikan penyuluhan kepada calon ibu menyusui dengan bantuan alat peraga dan poster atau semacam leaflet (Siregar, 2004).
Berdasarkan fenomena di atas, peneliti ingin mengetahui adakah hubungan pengetahuan ibu tentang ASI dengan pemberian ASI pada bayi baru lahir sampai usia 6 bulan dalam upaya untuk memenuhi keadaan gizi yang lebih baik.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut ”Adakah Hubungan Pengetahuan Ibu tentang ASI dengan Pemberian ASI pada Bayi Baru Lahir Sampai Usia 6 Bulan di Desa Wonoagung Kecamatan Kasembon Kabupaten Malang ?”.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui adakah hubungan pengetahuan ibu tentang ASI dengan pemberian ASI pada bayi baru lahir sampai usia 6 bulan di Desa Wonoagung Kecamatan Kasembon Kabupaten Malang.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang Definisi ASI diDesa Wonoagung Kecamatan Kasembon Kabupaten Malang.
1.3.2.2 Mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang manfaat ASI diDesa Wonoagung Kecamatan Kasembon Kabupaten Malang.
1.3.2.3 Mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang cara menyimpan ASI diDesa Wonoagung Kecamatan Kasembon Kabupaten Malang.
1.3.2.4 Mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI di Desa Wonoagung Kecamatan Kasembon Kabupaten Malang.
1.3.2.5 Mengidentifikasi pemberian ASI pada bayi baru lahir sampai usia 6 bulan diDesa Wonoagung Kecamatan Kasembon Kabupaten Malang.
1.3.2.6 Mengidentifikasi adakah hubungan pengetahuan ibu tentang ASI dengan pemberian ASI pada bayi baru lahir sampai usia 6 bulan di Desa Wonoagung Kecamatan Kasembon Kabupaten malang.



1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Institusi pelayanan kesehatan
Sebagai bahan tambahan memberikan informasi tentang ASI dan pemberian ASI yang benar pada ibu yang menyusui bayi baru lahir sampai usia 6 bulan sehingga dapat meningkatkan pengetahuan ibu.
1.4.2 Bagi Profesi Keperawatan
Menambah pengetahuan tentang ASI dan pemberian ASI sehingga dapat melakukan intervensi keperawatan yang lebih tepat terutama ditujukan pada ibu yang mempunyai bayi.
1.4.3 Bagi Ibu yang mempunyai bayi
Menambah pengetahuan tentang ASI dan pemberian ASI sehingga ibu termotivasi dalam memberikan ASI.
1.4.4 Bagi Peneliti
Dari hasil penelitian ini, peneliti dapat mengetahui sampai seberapa besar hubungan antara pengetahuan ibu tentang ASI dengan pemberian ASI pada bayi baru lahir sampai usia 6 bulan dan sebagai tambahan ilmu pengetahuan.
1.4.5 Bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat menjadi salah satu tambahan ilmu pengetahuan khususnya yang membahas tentang ASI dan pemberian ASI pada bayi baru lahir sampai usia 6 bulan.

1.5 Batasan Penelitian
Penelitian ini di batasi pada : Hubungan Pengetahuan Ibu tentang ASI dengan Pemberian ASI pada Bayi Baru Lahir Sampai Usia 6 Bulan di Desa Wonoagung Kecamatan Kasembon Kabupaten Malang tahun 2008.

Link download artikel lengkap ini
04.Hubungan Pengetahuan Ibu tentang ASI dengan Pemberian ASI pada Bayi Baru Lahir Sampai Usia 6 Bulan
BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5

Baca Selengkapnya...

03.hubungan motivasi belajar dengan prestasi belajar anak kelas V

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Motivasi belajar adalah faktor pendukung yang dapat mengoptimalkan kecerdasan anak dan membawanya meraih prestasi. anak dengan motivasi belajar tinggi, umumnya akan memiliki prestasi belajar yang baik. Sebaliknya, rendahnya motivasi akan membuat prestasi anak menurun. Sebab, motivasi merupakan perubahan tenaga di dalam diri seseorang yang ditandai dengan adanya dorongan efektif dan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Motivasi akan mendorong anak berusaha sekuat tenaga untuk mencapai tujuan belajar. Ia juga akan belajar dengan sungguh-sungguh tanpa dipaksa ( www.assalaam.com /2006)

Anak dengan tingkat kecerdasan tinggi belum tentu memiliki prestasi belajar yang baik. Namun, bila anak memiliki motivasi yang tinggi, maka prestasi belajarnya biasanya baik. Pada dasarnya setiap anak suka belajar. Mereka mau melakukan yang terbaik dalam rangka menumbuhkan kepercayaan diri dan pembentukan konsep diri yang positif. Kadang masalah muncul pada saat anak sudah memasuki jenjang pendidikan formalnya di Sekolah Dasar (SD), motivasi mereka mulai menurun sehingga anak-anak tersebut mulai sulit diajak belajar, enggan atau seperti terpaksa dalam mengerjakan tugas sekolah, sampai mogok masuk sekolah. Kondisi ini tentu saja membuat catatan prestasi belajar anak buruk dan kurang baik.

Menurut penelitian yang diperoleh dari SDN 158 Jakarta bahwa prestasi belajar siswa masih tergolong rendah. Dari 37 siswa SD yang menjadi objek penelitian, siswa yang memiliki prestasi istimewa 0 %, prestasi amat baik 10.5% anak, prestasi baik 10.48 % anak, prestasi cukup 30,7 % anak, prestasi kurang 40,81 % anak, prestasi amat kurang 7,51 % anak.(www.herry158.blogspot.com/2004) Berdasarkan studi pendidikan yang dilakukan tanggal 9 Januari 2008 di SD Ngaringan III Blitar untuk nilai akhir semester I siswa kelas VI dengan jumlah siswa 32 anak adalah sebagai berikut, siswa yang memiliki prestasi istimewa 0 %, prestasi amat baik 10 % anak, prestasi baik 20,99 % anak, prestasi cukup 30,91 % anak, prestasi kurang 38,1 % anak, prestasi amat kurang 0 %. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas, siswa kelas VI yang mendapatkan prestasi baik dikarenakan mereka rajin dan tekun dalam belajar, sedangkan yang prestasi belajarnya cukup dikarenakan mereka malas belajar .
Terdapat banyak faktor yang menyebabkan anak kita murung, malas, dan prestasi belajarnya anjlok, jika seorang anak telah kehilangan motivasi, maka apa yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya secara perlahan akan terus diabaikan. Penyebab motivasi menurun yaitu menurunya kekuatan fisik dan melemahnya psikologis, terlalu banyak bermain, sedang ada masalah dengan teman sekolah, ada masalah dengan orang tua dan guru. Ia tidak merasa bertanggung jawab dan prestasi di sekolahnya pun juga akan ikut merosot, dan ia sendiri tidak memiliki ambisi untuk merebut posisi terhormat dalam pencapaian hasil belajar, dan akan mengakibatkan dampak yang jelek seperti tidak naik kelas dan drop out. (www.sonysu.com / 2007)

Untuk menumbuhkan motivasi beljar siswa, yaitu dengan cara memberikan semangat, dukungan, perhatian dari orang tua maupun dari guru. Bisa juga memberikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi dan sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk di berikan penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun dan membantu kesuliatan belajar siswa secara individual maupun kelompok (www.herry158.blogspot.com).
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul hubungan motivasi belajar dengan prestasi belajar anak kelas VI di SDN Ngaringan III Blitar.

1.2 Perumusan Masalah
Masalah dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut:
”Adakah hubungan motivasi belajar dengan prestasi belajar anak Kelas VI di SDN Ngaringan III Blitar.?”

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan motivasi belajar anak Kelas VI di SDN Ngaringan III Blitar.



1.3.2 Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah
a. Untuk mengetahui motivasi belajar anak. kelas VI di SDN Ngaringan III Blitar.
b. Untuk mengetahui prestasi belajar anak kelas VI di SDN Ngaringan III Blitar
c. Untuk mengetahui hubungan motivasi dengan prestasi belajar anak kelas VI di SDN Ngaringan III Blitar.

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Institusi yang diteliti
Dapat digunakan sebagai data bagi Institusi pendidikan tentang hubungan motivasi belajar anak Kelas VI di SDN Ngaringan III Blitar, sehingga institusi / guru nantinya diharapkan dapat memberikan respon / bimbingan yang lebih baik dan tepat kepada siswa.
1.4.2 Bagi Siswa
Dapat meningkatkan motivasi belajarnya sehingga prestasi belajarnya juga naik.
1.4.3 Bagi Peneliti
Merupakan sasaran untuk meningkatkan kemampuan dalam mengaplikasikan dan mengembangkan teori-teori untuk mengetahui sejauh mana tingkat motivasi belajar anak terhadap prestasinya.
1.4.4 Bagi institusi pendidikan
Merupakan sarana untuk acuan dalam memotivasi siswanya.
1.4.5 Bagi penelitian
Sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya.

Link download KTI lengkap ini
03.hubungan motivasi belajar dengan prestasi belajar anak kelas V
BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5

Baca Selengkapnya...

02.Hubungan jenis pekerjaan dengan tekanan darah pekerja berpengaruh terhadap tekanan darah

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
Tekanan darah adalah suatu peningkatan tekanan darah didalam arteri. Tekanan darah normal adalah tekanan darah sistolik dibawah 130 mmHg dan tekanan darah diastolik dibawah 85 mmHg.
Tekanan darah tinggi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg.

Tekanan darah rendah adalah tekanan darah sistolik 90 mmHg dan diastolik 60 mmHg. (Kapita Selekta, FKUI, 1999, 518).
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi di peroleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah di peroleh saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah ditulis sebagai tekanan sistolik garis miring tekanan diastolik, misalnya 120/80 mmHg, di baca seratus dua puluh per delapan puluh.
Dikatakan tekanan darah tinggi jika tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih (mediastore . com, 2003, PT Cyberindo Aditama Sitemap).
Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami. Bayi dan anank-anak secara normal memiliki tekanan darah jauh lebih rendah dari pada dewasa. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktifitas fisik, dimana akan lebih tinggi pada saat akan melakukan aktifitas dan lebih rendah pada saat istirahat.
Dari hasil penelitian yang dilakukan dari dr Zulher Ali. Spd dan rekan-rekan dari departemen penyakit dalam RS MH dan fakultas kedokteran selama Maret-April tahun 2003, penyebab hipertensi yang dialami masyarakat dikarenakan aktivitas kerja dan lingkungan kerja. (Kamis, 25 September 2003, Sriwijaya Post).
Hasil survey kesehatan rumah tangga 1995 menunjukkan prevalensi hipertensi di Indonesia cukup tinggi, sekitar 83 per 1.000 anggota keluarga (Minggu, 10 Maret 2002 Harian kompas).
Salah satu penyebab hipertensi adalah aktifitas fisik yang dapat menimbulkan sakit kepala, marah, berat di tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang dan pusing.
Dengan melihat fenomena di atas didapat gambaran yang nyata adanya hubungan jenis pekerjaan terhadap tekanan darah oleh karena itu, maka para pekerja haruslah mengurangi stress, pola hidup sehat, dan kontrol tekanan minimal seminggu sekali.

1.2 Rumusan Masalah
Peneliti tertarik untuk lebih meneliti sejauh manakah hubungan jenis pekerjaan dengan tekanan darah pekerja berpengaruh terhadap tekanan darah.

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum.
Mengidentifikasikan hubungan jenis pekerjaan terhadap tekanan darah.

1.3.2 Tujuan khusus.
1.3.2.1 Mengidentifikasi jenis pekerjaan responden.
1.3.2.2 Mengidentifikasi tekanan darah pekerja.
1.3.2.3 Mengidentifikasi hubungan jenis pekerjaan terhadap tekanan darah.

1.4 Manfaat Penelitian.
1.4.1 Manfaat bagi penulis
Hasil penelitian ini merupakan salah satu yang dapat menambah pengetahuan penelitian dalam mengatasi masalah hipertensi yang dialami pekerja.
1.4.2 Manfaat bagi profesi.
Perawat tahu jenis pekerjaan yang paling beresiko meningkatkan tekanan darah sehingga perawat dapat memberikan deteksi dini untuk mencegah peningkatan resiko hipertensi.
1.4.3 Manfaat bagi pekerja atau masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang adanya keterkaitan pekerjaan terhadap tekanan darah sehingga pekerja atau masyarakat dapat mengontrol tekanan darahnya dan menghindari akan terjadinya hipertensi atau penyakit kronis lainnya.
1.4.4 Manfaat penelitian .
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan riset-riset keperawatan lain oleh penelitian yang akan datang.


Link download KTI lengkap ini
02.Hubungan jenis pekerjaan dengan tekanan darah pekerja berpengaruh terhadap tekanan darah
BAB 1-5

Baca Selengkapnya...

01.HUBUNGAN DIARE DAN PEMBERIAN SUSU FORMULA PADA BAYI USIA 0 – 6 BULAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Susu formula merupakan susu pengganti ASI yang kandungannya tidak selengkap ASI. Pemberian Air Susu Ibu sejak awal sangat penting, karena ASI adalah satu-satunya makanan dan minuman terbaik untuk bayi dalam masa 6 bulan pertama kehidupannya. Bahkan pemberian secara eksklusif diperkirakan dapat menekan angka kematian bayi. ASI mengandung lebih banyak protein Whey dibandingkan Casein. Sementara, susu sapi dan sebagian susu formula yang beredar dipasaran saat ini memiliki kandungan protein Whey yang lebih sedikit daripada kandungan Casein dengan perbandingan 20 : 80 (Indosiar, @ 2003, PT. Indosiar Visual Mandiri).

Menurut laporan Departemen Kesehatan sangat memprihatinkan, pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan mengalami penurunan, pada tahun 1997 sebanyak 42,4 % dan turun menjadi 39,5 % pada tahun 2002. hal serupa juga terjadi pada bayi yang mendapat ASI dalam 1 jam pertama setelah dilahirkan, pada tahun 1997 jumlahnya hanya 8 % dan turun menjadi 3,7 % pada tahun 2002, sebaliknya dengan susu formula justru mengalami peningkatan 10,8 % menjadi 32,45 % (Tabloid Ibu dan Anak, Mother & Baby.Com 2004).

Menyusui menjadi lebih penting karena sangat terbatasnya sarana untuk penyiapan susu formula, seperti air bersih, bahan bakar dan kesinambungan ketersediaan susu formula dalam jumlah yang memadai. Pemberian susu formula akan meningkatkan risiko terjadinya diare, kekurangan gizi dan kematian bayi (Pikiran Rakyat, Cyber Media, 2002).
Oleh karena itu setiap ibu diharapkan untuk memperhatikan betapa pentingnya memberikan ASI kepada anak-anaknya, karena kandungan ASI lebih baik daripada susu formula. Dari sinilah peneliti tertarik untuk meneliti hubungan diare dan pemberian susu formula pada bayi usia 0 – 6 bulan.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan diare dan pemberian susu formula pada bayi usia 0 – 6 bulan di Puskesmas Kota Wilayah Utara Kediri.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan diare dan pemberian susu formula pada bayi usia 0 – 6 bulan di Puskesmas Kota Wilayah Utara Kediri.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi pemberian susu formula pada bayi usia 0 – 6 bulan.
1.3.2.2 Mengidentifikasi klasifikasi diare pada bayi usia 0 – 6 bulan.
1.3.2.3 Mengidentifikasi hubungan diare dan pemberian susu formula pada bayi usia 0 – 6 bulan.

1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat bagi penulis
Hasil penelitian ini merupakan sesuatu yang dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis tentang hubungan diare dan pemberian susu formula pada bayi usia 0 – 6 bulan.
1.4.2 Manfaat bagi profesi perawat
Memberikan informasi mengenai hubungan diare dan pemberian susu formula pada bayi usia 0 – 6 bulan..
1.4.3 Manfaat bagi institusi pendidikan
Merupakan suatu tambahan ilmu pengetahuan khususnya bagi mahasiswa di bidang ilmu keperawatan anak.
1.4.4 Manfaat bagi masyarakat
Memberikan pengetahuan dan informasi kepada masyarakat tentang hubungan diare dan pemberian susu formula pada bayi usia 0 – 6 bulan.


Link download KTI lengkap ini
01.HUBUNGAN DIARE DAN PEMBERIAN SUSU FORMULA PADA BAYI USIA 0 – 6 BULAN
BAB 1-3
BAB 4
BAB 5

Baca Selengkapnya...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...