BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perawatan masa nifas mengacu pada pelayanan medis dan keperawatan yang
diberikan kepada wanita selama masa nifas, yakni periode 6 minggu setelah
melahirkan, dimulai dari akhir persalinan dan berakhir dengan kembalinya organ-
organ reproduksi seperti keadaan sebelum hamil (Stright, 2004, hlm. 187).
Perawatan yang dilakukan pada masa nifas meliputi perawatan fisik dan
psikologis ibu untuk mencapai kesehatan yang optimal. Perawatan masa nifas ini
sangat diperlukan karena dalam masa nifas sering terjadi kematian pada ibu yang
disebabkan oleh berbagai macam masalah seperti perdarahan dan infeksi, hal ini
dapat terjadi karena perawatan masa nifas yang kurang baik (Bobak, 2004, hlm. 492)
Angka kematian ibu merupakan salah satu indikator keberhasilan pelayanan
kesehatan di suatu negara. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2002/2003 Angka Kematian Ibu di Indonesia berada pada angka 307
per 100.000 kelahiran hidup (Depkes, 2007).
Angka kematian ibu 60% terjadi pada kehamilan dan komplikasi persalinan, sedangkan 50% terjadi pada masa nifas yaitu 24 jam pertama. Adapun penyebab kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, toxemia gravidarum, infeksi, partus lama, komplikasi abortus, dan penyebab lainnya (Saifuddin, 2002, hlm. 122).
Menurut Wheeler, 2003. Morbiditas pada minggu pertama pospartum biasanya disebabkan karena endrometritis, mastitis, infeksi pada episiotomi atau laserasi, infeksi traktus urinerius, dan penyakit lain.
Dari data Dinas Kesehatan Provinsi Riau, angka kematian ibu setelah melahirkan
di Riau cenderung meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yaitu pada tahun
2006 terdapat 179 per 100 ribu kelahiran hidup, sedangkan pada tahun 2007 angka
kematian ibu setelah melahirkan mencapai 182 per 100 ribu kelahiran hidup (Dinkes,
2006/2007)
Di Kota Pekanbaru angka kematian ibu dari tahun 2006 sampai tahun 2007
mengalami peningkatan dari 8 per 100 ribu kelahiran hidup menjadi 17 per 100 ribu
kelahiran hidup. Pada tahun 2006 di rumah sakit umum daerah Arifin Achmad
Pekanbaru terdapat 4 kasus kematian ibu yang di sebabkan perdarahan dan infeksi
(Dinkes, 2007).
Berdasarkan tingginya angka mematian ibu tersebut, Departemen Kesehatan
pada tahun 2000 telah menyusun rencana strategi jangka panjang untuk menurunkan
angka kematian ibu yaitu dengan program “Making Pregnancy Safer” dan 80%
kematian ibu dapat dicegah melalui kegiatan yang efektif yaitu pemeriksaan kehamilan, pemberian gizi yang memadai, pengawasan komplikasi saat melahirkan, dan perawatan masa nifas (Irdjiati, 2000).
Dengan melakukan perawatan yang baik oleh tenaga kesehatan maupun oleh ibu sendiri dapat menghindari dan mengatasi kemungkinan masalah yang timbul pada masa nifas seperti: perdarahan postpartum, infeksi nifas, dan gangguan emosi (Baby blues) (Prawirohardjo, 2006).
Berdasarkan survei awal yang penulis lakukan di ruang Camar 1 Rumah Sakit
Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru dengan melakukan wawancara kepada 6
orang ibu postpartum hanya 2 orang yang mengerti tentang perawatan masa nifas
yang baik. Hal ini menunjukkan masih rendahnya pengetahuan ibu postpartum
tentang perawatan pada masa nifas. karena sebagian ibu masih bergantung pada
tenaga kesehatan dan keluarga untuk melakukan perawatan pada dirinya sendiri
seperti melakukan perawatan luka pada kemaluan, masih takut untuk buang air kecil
karena ibu masih trauma pada proses persalinan, defekasi, perawatan payudara, dan
lain-lain.
Dari uraian diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian yang berjudul Hubungan Karakteristik dengan Tingkat Pengetahuan Ibu Postpartum tentang Perawatan Masa Nifas di Ruang Camar 1 Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru Tahun 2009.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan karakteristik dengan tingkat pengetahuan ibu postpartum tentang perawatan masa nifas di Ruang Camar 1 Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui adanya hubungan karakteristik dengan tingkat pengetahuan ibu postpartum tentang perawatan masa nifas di Ruang Camar I Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad tahun 2009.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik ibu postpartum berdasarkan umur, pendidikan,
dan jumlah anak.
b. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu postpartum tentang perawatan masa
nifas.
c. Untuk mengetahui adanya hubungan karakteristik dengan tingkat pengetahuan
ibu postpartum tentang perawatan masa nifas.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi D IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Sebagai bahan bacaan dan untuk menambah informasi tentang perawatan masa
nifas
2. Bagi Bidan
Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan khususnya dalam perawatan masa nifas.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Sebagai masukan bagi peneliti selanjutnya dan sebagai bahan perbandingan dalam melakukan penelitian.
Link download KTI lengkap ini
39. Hubungan Karakteristik dengan Tingkat Pengetahuan Ibu Postpartum tentang Perawatan Masa Nifas
BAB I
BAB II
BAB III-VI
Free Download KTI - Karya Tulis Ilmiah - Skripsi - Thesis - Desertasi - Artikel Update Setiap Hari. Analysis With SPSS PDF, Health Article, Education Article
39. Hubungan Karakteristik dengan Tingkat Pengetahuan Ibu Postpartum tentang Perawatan Masa Nifas
38. Hubungan Karakteristik Bidan dengan Tingkat Pengetahuan Bidan tentang Pencegahan Infeksi Pada Masa Nifas
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
WHO (2007) dalam Millennium Development Goal (MDG) menyatakan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) mempunyai target sebesar 35 per 100.000 kelahiran hidup, target angka tersebut jauh lebih rendah dari Angka Kematian Ibu di Indonesia. AKI di Indonesia masih relatif lebih tinggi dibandingkan AKI di Negara-negara ASEAN. Dimana AKI tahun 2002 sampai AKI tahun 2007 di Negara Indonesia sekitar 307 per 100.000 kelahiran hidup. Adapun penyebab tingginya AKI di Indonesia disebabkan oleh tiga komponen yaitu perdarahan, pre-eklampsi dan eklampsi, dan infeksi.
Data rekapitulasi kegiatan maternal dan perinatal Provinsi Riau di kota
Pekanbaru tahun 2005 terdapat (159 kasus) kematian ibu nifas, 2006 (179 kasus)
kematian ibu nifas dari seluruh Kabupaten yang ada di Riau. AKI di kota
Pekanbaru dari tahun 2006 sampai tahun 2007 mengalami peningkatan yaitu 8 /
100.000 klahiran hidup menjadi 17 / 100.000 kelahiran hidup. Rincian Program
KIA Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru bulan Januari sampai bulan Desember
2006 jumlah ibu bersalin meninggal sebanyak 17 orang dari 17 Puskesmas yang
ada di Pekanbaru, AKI yang tertinggi didapatkan di Puskesams Sidomulyo
sebanyak 2 orang. Untuk meningkatkan indikator Indonesia sehat 2010 dimana
100 orang bidan menangani 100.000 orang penduduk atau 1 orang bidan
menangani 100 orang penduduk dalam hal ini diperlukam bidan yang
mempunyai skill dan pengtahuan yang terlatih dan kompeten. Jumlah bidan di
Pekanbaru berjumlah 120 orang(54,89%) dari jumlah bidan di Provinsi Riau
yang berjumlah 414 orang (100%), berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh
peneliti pada tanggal 27 oktober 2008 di Puskesmas Sidomulyo jumlah bidan di
wilayah kerja Puskesmas tersebut berjumlah sekitar 35 orang (Dinas Kesehatan
Provinsi Riau,2007)
Perawatan masa nifas sangat perlu dilakukan karena dalam masa nifas
sering terjadi kematian ibu yang disebabkan oleh gangguan emosi, infeksi dan
perdarahan. Dalam hal ini diperlukan penanganan infeksi pada masa nifas yang
paling efektif dan paling murah adalah upaya pencegahan. Tindakan pencegahan
yang dilakukan adalah tindakan yang mengajarkan ibu nifas untuk
mengendalikan jika terjadi infeksi, pengendalian infeksi yang dilakukan
merupakan pencapaian untuk penyembuhan dan rasa nyaman. ( Helen Varney,
2008, hlm; 1004)
Menururt Wheeler dalam Prawirohardjo (1999) morbiditas dalam minggu
- minggu pertama setelah persalinan biasanya disebabkan oleh endometrosis,
mastitis, dan infeksi, akan tetapi dalam hal ini infeksi nifas masih tetap
bertanggung jawab terhadap persentase signifikan morbiditas puerperium.
Infeksi pada masa nifas dapat terjadi pada pertolongan persalinan yang tidak
mengindahkan syarat sterilisasi, partus lama, dan ketuban pecah dini sehingga
bidan perlu mengenal secara menyeluruh perubahan normal dan abnormal dalam
masa nifas untuk mengkonsultasikan atau berkolaborasi dengan dokter jika
diperlukan.
Sambutan Menteri kesehatan dr. Achmad Sujumi dalam Tietjen, et al.
(2004) mengatakan bahwa infeksi merupakan salah satu penyebab utama
kematian di tempat pelayanan kesehatan. Banyaknya kematian itu dapat dicegah
melalui cara pencegahan yang sederhana dimana di dunia international saat ini
sudah berpedoman pada Universal Precaution Standard sebagai upaya
mengatasi berbagai penyakit infeksi. Namun demikian hal ini masih merupakan
masalah utama karena dalam mengatasi situasi tersebut dibutuhkan tenaga
pelayanan kesehatan yang dapat menunjukan kinerja yang sesuai dengan standar
pelayanan dimanapun mereka bertugas, sehingga dapat menjaga mutu pelayanan
kesehatan.
Untuk mengetahui hubungan karakteristik bidan dengan tingkat
pengetahuan bidan yang bekerja di Rumah Bersalin dan Balai Pengobatan
Swasta tentang pencegahan infeksi pada masa nifas, berdasarkan uraian diatas
maka peneliti tertarik melakukan penelitian, oleh karena itu penelitian ini perlu
dilakukan.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana
hubungan karakteristik dan tingkat pengetahuan bidan tentang pencegahan
infeksi pada masa nifas di RB dan BPS wilayah kerja Puskesmas Sidomulyo kota
Pekanbaru.
C. Tujuan
1) Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan
karakteristik bidan dengan tingkat pengetahuan bidan tentang pencegahan
infeksi pada masa nifas di Puskesmas Sidomulyo kota Pekanbaru tahun 2008 .
2) Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik bidan.
b. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan bidan tentang pencegahan infeksi
pada masa nifas.
c. Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik bidan dengan tingkat
pengetahuan bidan tentang pencegahan infeksi pada masa nifas.
D. Manfaat Penelitian
1) Bagi bidan
Sebagai informasi atau masukan dalam meningkatkan pelayanan khususnya tentang pencegahan infeksi pada masa nifas
2) Bagi institusi pendidikan
Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswi yang akan melakukan penelitian berikutnya.
3) Bagi bidang penelitian
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi panduan atau bahan perbandingan untuk melakukan penelitian yang akan datang.
Link download KTI lengkap ini
38. Hubungan Karakteristik Bidan dengan Tingkat Pengetahuan Bidan tentang Pencegahan Infeksi Pada Masa Nifas
BAB I
BAB II
BAB III-VI
37. Hubungan Indeks Massa Tubuh Terhadap Usia Menarhe Pada Siswi SMP
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Setelah lahir, kehidupan wanita dapat dibagi dalam beberapa masa, yakni masa bayi, masa kanak-kanak, masa pubertas, masa reproduksi, masa klimakterium, dan masa senium. Awal pubertas jelas dipengaruhi oleh bangsa, iklim, gizi, dan kebudayaan. Pada abad ini secara umum ada pergeseran permulaan pubertas ke arah umur yang lebih muda yang diterangkan dengan meningkatnya kesehatan umum dan gizi .
Haid pertama atau menarhe terjadi pada stadium lanjut dari pubertas dan sangat bervariasi pada umur berapa masing-masing individu, rata-rata pada umur 10,5-15,5 tahun. Hal ini berkaitan dengan pacu tumbuh tinggi badan dan sangat erat hubungannya dengan terjadinya menarhe. (Soetjinigsih, 2004).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dari 400 orang pelajar putri Bugis
Kota dan Desa di Sulawesi Selatan yang sudah menarhe berusia antara 10.62 tahun
sampai 15.71 tahun. Hal ini meliputi kelompok Kota 200 orang dengan usia rata rata
12,93 tahun dan kelompok Desa 200 orang dengan usia rata rata 13,18 tahun pada
pelajar putri Bugis, yang berasal dari 4 Kabupaten, yaitu Kabupaten Maros, Soppeng,
Sidenreng Rappang, dan Enrekang di Sulawesi Selatan (Burhanuddin, 2005).
Menarhe mulai terjadi lebih cepat sekitar masa revolusi industri,dimana pada masa tersebut standar kehidupan dan kemajuan ilmu kesehatan sedang mengalami peningkatan. Dengan kata lain, faktor yang mempengaruhi pubertas meliputi mutu makanan, kesehatan bawaan dan massa tubuh (Santrock, 2003).
Berdasarkan hal tersebut di atas penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan status gizi terhadap usia awal menstruasi atau pada siswi SMPN 02 Tanjung Morawa Kec.Tanjung Morawa Kab.Deli Serdang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan apakah ada
hubungan antara indeks massa tubuh terhadap menarhe pada siswi SMPN 02 Tanjung
Morawa.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara indeks massa tubuh dengan usia menarhe pada siswi SMPN 2 Tanjung Morawa.
2. Tujuan Khusus
- Untuk mengidentifikasi karakteristik responden siswi SMPN 02 Tanjung
Morawa
- Untuk mengetahui hubungan indeks massa tubuh terhadap usia menarhe pada
siswi SMPN 02 Tanjung Morawa
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pelayanan Kebidanan
Sebagai masukan ilmu kebidanan kepada tenaga kesehatan tentang hubungan indeks massa tubuh terhadap usia menarhe pada remaja
2. Bagi Masyarakat
Sebagai sumber informasi kesehatan reproduksi bagi masyarakat tentang
sejauh mana gizi dapat mempengaruhi usia menarhe pada remaja.
3. Bagi Peneliti Lebih Lanjut
Sebagai masukan kepada pihak yang memerlukan untuk melakukan penelitian yang lebih lanjut.
Link download KTI lengkap ini
37. Hubungan Indeks Massa Tubuh Terhadap Usia Menarhe Pada Siswi SMP
BAB I
BAB II
BAB III-VI
36. Hubungan Faktor-faktor Penyebab Kecemasan dengan Tingkat Kecemasan Suami Mengahadapi Istri yang Bersalin Spontan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 2000 pemerintah merancangkan Making Pregnancy Safer (MPS) yang merupakan strtegi sektor kesehatan secara terfokus pada pendekatan dan perencanaan yang sistematis dan terpadu. Salah satu strategi making pregnancy safer (MPS) adalah mendorong pemberdayaan perempuan dan keluarga. Output yang diharapkan dari strategi tersebut adalah menetapkan keterlibatan suami dalam mempromosikan kesehatan ibu dan meningkatkan peran aktif keluarga dalam kehamilan dan persalinan (Depkes RI, 2001, ¶ 3)
Kelahiran bayi merupakan suatu peristiwa penting yang dinantikan oleh sebagian besar perempuan karena membuat ibu menjadi seorang perempuan yang telah berfungsi utuh dalam kehidupannya. Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh beberapa wanita dalam menghadapi aktivitas dan peran baru sebagai ibu pada minggu-minggu pertama setelah melahirkan baik segi fisik maupun psikologis (Fatimah, 2009, ¶ 1).
Dibutuhkan partisipasi suami menghadapi istri dari mulai kehamilan sampai
persalinan antara lain: 1) memberikan perhatian dan kasih sayang kepada istri 2)
mendorong dan mengantar istri untuk memeriksakan kehamilan kesehatan terdekat
minimal 4 kali selama kehamilan 3) memenuhi gizi bagi istri agar tidak terjadi
kekurangan gizi (BKKBN, 2000. ¶ 4)
Selama tahun 1970-an, berbagai organisasi wanita mulai menyampaikan agar
pria diperbolehkan menemani pasangannya selama persalinan. kebutuhan akan
dukungan bagi calon ibu selama persalinan terjadi bersamaan kebutuhan para pria untuk
mengambil bagian lebih besar didalam kehidupan keluarga. berkembangnya peran baru
pria sebagai anggota aktif didalam kehidupan keluarga, dan bukan sekedar pencari
nafkah, telah diperluas dengan perannya didalam membantu kelahiran anak-anaknya.
Tidaklah mudah untuk mengubah system rumah sakit yang tadinya melarang pria
memasuki ruang bersalin. Namun kampanye tersebut ternyata sangat berhasil sampai
sekarang, Malahan sekarang ini banyak sekali penekanan pada suami untuk mendukung
pasangannya selama persalinan sehingga suami dapat menjalankan peran ini (Nolan,
2004, hal. 145).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh dr.Robert Mccall yang dimuat dalam
majalah better parenting 1994, sekitar 11-65 % suami mengalami gejala-gejala yang
mirip seperti yang dialami oleh ibu hamil, misalnya: kram pada kaki , mual-mual, dan
mengidam atau disebut juga couvades. Sebenarnya, semua gejala itu bersumber dari
perasaan cemas dan kadang kala juga perasaan takut yang dialami suami. (Musbikin,
2006, hal. 254).
Kecemasan suami menghadapi persalinan disebabkan oleh beberapa faktor: 1)
kecemasan akan kesehatan istri dan bayi, 2) harapan jenis kelamin 3) kecemasan akan
kebutuhan finansial yang semakin bertambah 4) kecemasan akan anak yang lahir cacat. (Murkoff, 2006, hal. 580).
Banyak suami melakukan melakukan berbagai hal untuk dapat melupakan kecemasannya, mereka dapat melupakan kekhawatirannya jika persalinan berjalan normal dan membantu mereka menghadapi nyeri yang sedang dialami pasangannya. perasaan bersalah karena mereka menganggap dirinya sebagai penyebab penderitaan istrinya sering muncul di benak calon ayah. (Nolan, 2004, hal. 151).
Berdasarkan data diatas maka penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui hubungan faktor-faktor kecemasan dengan tingkat kecemasan suami menghadapi istri yang bersalin spontan.
B. Perumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang dapat
dirumuskan adalah ”Bagaimana Hubungan Faktor-faktor Kecemasan dengan Tingkat
Kecemasan Suami Menghadapi Istri yang Bersalin Spontan di Klinik Hadijah Medan
Tahun 2011”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui ”hubungan faktor-faktor penyebab kecemasan dengan tingkat kecemasan suami menghadapi istri yang bersalin spontan di klinik hadijah tahun 2011”.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik responden kecemasan suami menghadapi istri yang bersalin spontan.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab dengan tingkat kecemasan suami menghadapi istri yang bersalin spontan
c. Untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor penyebab dengan tingkat kecemasan suami menghadapi istri yang bersalin spontan.
D. Manfaat Penelitian
a. Bagi Suami
Sebagai sumber informasi untuk menambah pengetahuan tentang persalinan.
b. Bagi Peniliti
Sebagai sumber pengetahuan bagi peneliti yang akan datang dan dapat menjadi acuan dalam penelitian selanjutnya.
c. Bagi klinik
Diharapkan dapat menjadi masukan bagi klinik dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada pasangan suami istri khususnya suami dimana istrinya akan menghadapi proses persalinan.
Link download KTI lengkap ini
36. Hubungan Faktor-faktor Penyebab Kecemasan dengan Tingkat Kecemasan Suami Mengahadapi Istri yang Bersalin Spontan
BAB I
BAB II
BAB III-VI
35. Hubungan Evaluasi Asuhan Kebidanan terhadap Motivasi Belajar Mahasiswa D-IV Bidan Pendidik
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut UU No.20 tahun 2004, pendidikan merupakan suatu usaha yang
dilakukan secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pendidikan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang berguna bagi diri, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan bertujuan mengembangkan potensi didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri
dan menjadi warga yang demokrasi serta bertanggungjawab (Ahmad, 2004).
Pendidikan merupakan upaya manusia untuk memperluas cakrawala
pengetahuannya dalam rangka membentuk nilai, sikap, dan perilaku. Sebagai
upaya yang bukan saja membuahkan manfaat yang besar, pendidikan juga
merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang sering dirasakan belum
memenihi harapan.
Proses belajar mengajar merupakan upaya pendidikan formal yang paling
menonjol dibandingkan upaya pendidikan lainnya atau dapat dikatakan proses
belajar mengajar merupakan inti kegiatan yang dapat menjadi tolak ukur
keberhasilan suatu upaya pendidikan. Unsur yang paling penting dalam kegiatan
proses belajar mengajar yang sangat berhubungan satu dengan yang lain bahkan
yang tidak dapat dipisahkan adalah dosen, anak didik, bahan ajar, interaksi dan
evaluasi. Evaluasi merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran, ini berarti kedudukan evaluasi dalam proses pendidikan bersifat integratif, artinya setiap ada proses pendidikan pasti ada evaluasi (Sabri, 2005).
Evaluasi harus mampu menjawab semua informasi tentang tingkat percapaian tujuan yang telah ditentukan. Namun pada kenyataannya masalah tersebut menjadi kendala yang dihadapi dosen dalam penilaian mutu pendidikan di sekolah dimana sebagian dosen belum mengetahui bagaimana prosedur evaluasi, tidak melakukan prinsip evaluasi secara efektif dan efisien, kurang menguasai teknik-teknik evaluasi dan tidak memanfaatkan analisa hasil evaluasi sebagai feed back (umpan balik) (Daryanto, 2005).
Dengan evaluasi yang dapat berupa penilaian dapat diketahui apakah proses belajar mengajar yang dilakukan cukup efektif memberikan hasil yang baik dan memuaskan atau sebaliknya. Penilaian juga dapat berfungsi salah satu pembangkit motivasi peserta didik, baik untuk mempertahankan atau meningkatkan prestasi belajar mereka. Nilai yang bagus akan memberikan motivasi kepada peserta didik untuk belajar, apabila nilai yang diperoleh peserta didik lebih tinggi daripada peserta lainnya maka peserata didik tersebut cenderung untuk mempertahankannya (Syaiful, 2005).
Salah satu yang menjadi tolok ukur keberhasilan belajar adalah motivasi,
diduga munculnya motivasi belajar yang baik akan melahirkan hasil belajar yang
baik pula. Persoalan yang dihadapkan kepada pendidik adalah bagaimana
memotivasi anak didik sehingga mampu memperoleh kepuasaan terhadap hasil
belajar yang dicapai. Motivasi adalah proses psikologi yang terjadi pada diri
seseorang akibat adanya interaksi antara sikap, kebutuhan, keputusan dan persepsi
seseorang dengan lingkungannya. Pandangan lain dikemukakan oleh Morgan, bahwa motivasi diartikan sebagai pendorong atau penggerak yang berasal dari dalam diri individu untuk bertindak karah tujuan tertentu (Uno, 2007).
Program D-IV Bidan Pendidik merupakan salah satu program studi yang ada
di Universitas Sumatera Utara, Asuhan Kebidanan merupakan salah satu mata
kuliah yang diajarkan pada mahasiswa program D-IV Bidan Pendidik di semester
1 dengan beban studi 2 sks, diharapkan setelah menyelesaikan mata kuliah ini
mahasiswa akan dapat menerapkan prinsip asuhan kebidanan ibu antenatal,
intranatal, postnatal, emergensi kebidanan, asuhan kebidanan, asuhan kebidanan
ibu dengan HIV dalam kehamilan sesuai dengan standar dan berdasarkan evidence
based.
Dari pendataan diperoleh nilai asuhan kebidanan selama 3 tahun terakhir,
dari nilai yang telah didapatkan terlihat adanya dinamika fluktuasi nilai asuhan
kebidanan dalam 3 tahun ini. Nilai asuhan kebidanan pada tahun 2005-2006
dalam kategori kurang baik sebanyak 28 orang (56%), pada tahun 2006-2007
dalam kategori yang sama meningkat sebanyak 37 orang (77,08%), sedangkan
pada tahun 2007-2008 kembali menurun menjadi 23 orang (30,27%).
Dinamika fluktuasi nilai asuhan kebidanan tersebut dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:
Tahun Ajaran Kurang Baik (0-2,50) Baik (3,00-3,50) Istimewa (4,00)
2005-2006 28 orang (56%) 20 orang (40%) 2 orang (4%)
2006-2007 37 orang (77,08%) 10 orang (20,88%) 1 orang (2,02%)
2007-2008 23 orang (30,02%) 44 orang (57,89%) 9 orang (11,68%)
Sumber : Bidang evaluasi D-IV Bidan Pendidik FK USU
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian tentang hubungan Evaluasi Belajar Asuhan Kebidanan terhadap
Motivasi Belajar mahasiswa D-IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Tahun
2007
1.2 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pertanyaan penelitian ini adalah Apakah ada Hubungan Evaluasi Belajar asuhan kebidanan Terhadap Motivasi Belajar Mahasiswa D-IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2007
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui apakah ada hubungan evaluasi belajar asuhan kebidanan terhadap motivasi belajar mahasiswa D-IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2007
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui hubungan evaluasi asuhan kebidanan terhadap adanya hasrat dan keinginan berhasil mahasiswa D-IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun 2007
2. Untuk mengetahui hubungan evaluasi asuhan kebidanan terhadap adanya dorongan dan ebutuhan belajar mahasiswa D-IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun 2007
3. Untuk mengetahui hubungan evaluasi asuhan kebidanan terhadap adanya harapan dan cita-cita masa depan mahasiswa D-IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun 2007
4. Untuk mengetahui hubungan evaluasi asuhan kebidanan terhadap adanya pengahargaan dalam belajar mahasiswa D-IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun 2007
5. Untuk mengetahui hubungan avaluasi asuhan kebidanan terhadap adanya kegiatan yang menarik dalam belajar mahasiswa D-IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun 2007
6. Untuk mengatahui hubungan evaluasi asuhan kebidanan terhadap adanya lingkungan belajar yang kondusif mahasiswa D-IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun 2007
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Prodi D-IV Bidan Pendidik
Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai sumbangan ilmiah guna
pengembangan ilmu pengetahuan yang relevan dalam pendidikan, dan
sebagai masukan dalam perbaikan pelaksanaan evaluasi kearah yang lebih
baik
2. Bagi peneliti
Penelitian ini memberikan perluasan kajian bidang penelitian berupa
tindakan kelas, penelitian ini juga bermanfaat bagi peningkatan ilmu
pengetahuan dibidang metode penelitian, juga menambah wawasan dan
pengetahuan peneliti dibidang evaluasi dan motivasi belajar
3. Bagi peneliti selanjutnya
Sebagai bahan referensi awal bagi peneliti berikutnya yang memerlukan kajian lebih lanjut.
Link download KTI lengkap ini
35. Hubungan Evaluasi Asuhan Kebidanan terhadap Motivasi Belajar Mahasiswa D-IV Bidan Pendidik
BAB I
BAB II
BAB III-VI
34. Hubungan Etika Profesi Kebidanan Terhadap Pemberian Pelayanan Maternal Dan Neonatal Pada BPS
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Organisasi Bidan telah mengembangkan “kode etik profesi” sebagai pedoman. Salah satu contohnya adalah kode etik bidan internasional (The International Confederation of Midwives Code of Ethics) (PUSDIKNAKES, 2003). Sedangkan menurut Jones (1994), etika merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan dengan nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah dan apakah penyelesaiannya baik atau buruk (Wahyuningsih, 2006).
Untuk dapat menjalankan praktek kebidanan dengan baik tidak hanya
dibutuhkan pengetahuan klinik yang baik, serta pengetahuan yang up to date,
tetapi bidan juga harus mempunyai pemahaman isu etik dalam pelayanan
kebidanan. Menurut Daryl Koehn dalam the ground of profesional ethics (1994),
bahwa bidan dikatakan profesional, bila menerapkan etika dalam menjalankan
praktek kebidanan dengan memahami peran sebagai bidan, akan meningkatkan
tanggung jawab profesional kepada pasien atau klien. Bidan berada pada posisi
yang baik, yaitu memfasilitasi pilihan klien dan membutuhkan peningkatan
pengetahuan tentang etika untuk diterapkan dalam strategi praktek kebidanan
(Wahyuningsih, 2006).
Keadilan dalam memberi pelayanan kebidanan adalah aspek pokok dalam
pelayanan kebidanan. Tahapan keadilan dalam kebidanan dimulai dengan
pemenuhan kebutuhan klien yang sesuai, keadaan sumber daya kebidanan yang
selalu siap untuk memberi pelayanan, adanya penelitian untuk mengembangkan
atau meningkatkan pelayanan, dan keterjangkauan tempat pelayanan. Tahapan
tersebut adalah syarat utama pelaksanaan pelayanan kebidanan yang aman. Tahap
berikutnya adalah sikap bidan terhadap klien, sesuai dengan kebutuhan klien, dan
tidak membedakan pelayanan kepada siapa pun (Soepardan, 2007).
Sikap etis profesional yang kokoh dari setiap perawat atau bidan akan tercermin dalam setiap langkah, termasuk penampilan diri serta keputusan yang diambil dalam merespon situasi yang muncul. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam tentang etika dalam moral serta penerapannya menjadi bagian yang sangat penting dan mendasar dalam memberikan asuhan keperawatan atau kebidanan dimana nilai-nilai pasien selalu menjadi pertimbangan dan dihormati (Pelatihan Keterampilan Manajerial, SPMK, 2003).
Saat ini masyarakat acap kali merasakan ketidakpuasan terhadap
pelayanan bahkan tidak menutup kemungkinan mengajukan tuntutan ke muka
pengadilan. Apabila seorang bidan merugikan pasien dan dituntut oleh pasien
tersebut merupakan berita yang menarik dan tersebar luas di masyarakat melalui
media elektronik dan media massa lainnya. Hal tersebut menjadi permasalahan
yang perlu diperhatikan. Untuk itu dibutuhkan suatu pedoman yang menyeluruh
dan integrasif tentang sikap dan perilaku yang harus dimiliki seorang bidan
(Sofyan, dkk, 2006).
Derasnya arus globalisasi yang semakin mempengaruhi kehidupan sosial
masyarakat dan dunia juga mempengaruhi munculnya masalah/ penyimpangan
etik sebagai akibat kemajuan teknologi/ ilmu pengetahuan yang menimbulkan
konflik terhadap nilai. Arus kesejagatan ini tidak dapat dibendung, pasti akan
mempengaruhi pelayanan kebidanan. Dengan demikian penyimpangan etik yang
mungkin saja terjadi dalam praktek kebidanan, misalnya dalam praktek mandiri,
bidan yang bekerja di rumah sakit, rumah bersalin atau institusi lainnya ada di
bawah perlindungan institusinya, bidan praktek mandiri mempunyai tanggung
jawab yang lebih besar karena harus mempertanggungjawabkan sendiri apa yang
dilakukannya. Dalam hal ini bidan yang praktek mandiri menjadi pekerja yang
bebas mengontrol dirinya sendiri. Situasi ini akan besar sekali pengaruhnya
terhadap kemungkinan terjadi penyimpangan etik (Sofyan, dkk, 2006).
Tantangan Era Globalisasi ini tidak terkecuali bagi para Bidan Praktek
Swasta (BPS). Disadari dalam peningkatan pelayanan berkualitas dan profesional
para BPS dijumpai banyak tantangan antara keterbatasan permodalan, sarana, dan
prasarana pelayanan kesehatan. Adapun materi ilmu kebidanan adalah wanita
dalam masa reproduksi terutama pada masa pra-konsepsi, masa kehamilan, masa
melahirkan, masa nifas/ masa menyusui, dan bayi baru lahir (Sofyan, dkk, 2006).
Dalam Deklarasi Barcelona tahun 2001 dinyatakan bahwa hak asasi
manusia mengacu pada semua tingkat kehidupan, termasuk juga bayi baru lahir.
Bayi baru lahir mempunyai hak - hak khusus yang tidak dapat dituntut karena
fisik (neonatal usia 0-28 hari) dan mental bayi belum berkembang. Sehingga
belum dapat mengungkapkan secara langsung apa yang dirasakan, dibutuhkan,
dan yang paling diinginkannya. Hak bayi yang baru lahir menentukan serangkaian
kewajiban dan tanggung jawab masyarakat, khususnya tenaga medis yang paling
berperan dalam pemenuhan hak tersebut hak kelangsungan hidup (Soepardan,
2007).
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Hubungan etika profesi kebidanan terhadap pelayanan
maternal dan neonatal pada Bidan Praktek Swasta di Kecamatan Medan Sunggal tahun 2008”.
1.2 Pertanyaan Penelitian
Apakah ada hubungan etika profesi kebidanan terhadap pemberian pelayanan maternal dan neonatal.
1.3 Tujuan Penelitian
1.2.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui apakah ada hubungan etika profesi kebidanan terhadap pemberian pelayanan maternal dan neonatal.
1.2.2 Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui etika profesi kebidanan pada BPS di Kecamatan Medan Sunggal.
b. Untuk mengetahui pemberian pelayanan maternal dan neonatal pada BPS di Kecamatan Medan Sunggal.
c. Untuk mengetahui hubungan etika profesi kebidanan terhadap pelayanan maternal dan neonatal pada BPS di Kecamatan Medan Sunggal.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Bagi instansi tempat penelitian
Sebagai sumber infomasi dan motivator bagi para petugas kesehatan dalam pemberian pelayanan maternal dan neonatal, khususnya BPS sehingga pencapaian penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) dapat tercapai sesuai dengan harapan.
b. Bagi instansi pendidikan
Memberikan sumbangan bagi perkembangan pendidikan juga sebagai
bahan kajian penelitia selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian
ini.
c. Bagi peneliti
Memperdalam pengetahuan penulis tentang etika profesi kebidanan terhadap pemberian pelayanan maternal dan neonatal.
Link download KTI lengkap ini
34. Hubungan Etika Profesi Kebidanan Terhadap Pemberian Pelayanan Maternal Dan Neonatal Pada BPS
BAB I
BAB II
BAB III-VI