KTI-SKRIPSI: 2012

24. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keterlibatan Suami Selama Masa Kehamilan Istri

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Tingginya mortalitas dan morbilitas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. WHO (World Health Organization) memperkirakan pada tahun 1996, lebih dari 585.000 ibu pertahun meninggal saat hamil atau bersalin. Di Asia Selatan 1 kematian dari 18 ibu yang meninggal akibat kehamilan atau persalinan. Di Afrika 1 kematian dari 14 ibu yang meninggal akibat kehamilan atau persalinan. Sedangkan di Amerika Utara hanya 1 kematian dari 6.3666 ibu yang meninggal akibat kehamilan atau persalinan selama hidupnya (Saifuddin, 2001).
Tingginya angka kematian ibu (AKI) di Indonesia yaitu 390 per 100.000 kelahiran hidup merupakan yang tertinggi di ASEAN (Association of South East Asian Nation). Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan, infeksi dan eklamsia. Sedangkan penyebab tidak langsung adalah anemia, kurang energi kronik (KEK) dan 4 terlalu (terlalu muda, tua, sering dan banyak) (Saifuddin, 2001).
Kehamilan merupakan masa yang cukup berat bagi seorang ibu. Karena itu, ibu hamil membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, terutama suami, agar dapat menjalani proses kehamilan sampai melahirkan dengan nyaman dan aman (Musbikin, 2005).
Dukungan dan peran serta pria dalam masa kehamilan terbukti meningkatkan kesiapan ibu hamil dalam menghadapi proses persalinan, bahkan juga dapat memicu produksi ASI. Keberhasilan istri dalam mencukupi kebutuhan ASI sangat ditentukan oleh seberapa besar peran dan keterlibatan suami selama masa kehamilan (Triaseka,2007).
Selama ini kebanyakan anggota keluarga, baik orang tua, mertua, anak dan terutama suami sering kali berkeyakinan bahwa setiap wanita hamil bukanlah merupakan peristiwa yang istimewa. Para suami lebih sering memandang penderitaan istri selama menjalani kehamilan dan kelahirkan sebagai suatu yang wajar dan harus dialami perempuan hamil (Musbikin, 2005).

Pada umumnya masyarakat kita yang dikenal dengan kondisi yang berakar kuat pada agama Islam, sampai saat ini belum mengetahui sejauh mana peran para suami dalam mendukung dan menjaga kehamilan istrinya, sehingga masa kehamilan bukan hanya menjadi masalah bagi para ibu melainkan para suami juga mengambil peran penting dalam memberikan dukungan selama masa kehamilan berlangsung.
Berdasarkan gambaran di atas maka penulis mencoba melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan suami selama masa kehamilan istri di Rumah Bersalin Delima Medan.

1.2 Tujuan Penelitian
1.2.1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan suami selama masa kehamilan istri.
1.2.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan suami selama masa kehamilan istri ditinjau dari pengetahuan.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan suami selama masa kehamilan istri ditinjau dari adat istiadat.
c. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan suami selama masa kehamilan istri ditinjau dari paritas.

1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Apakah pengetahuan dapat mempengaruhi keterlibatan suami selama masa kehamilan istri ?
2. Apakah adat istiadat dapat mempengaruhi keterlibatan suami selama masa kehamilan istri ?
3. Apakah paritas dapat mempengaruhi keterlibatan suami selama masa kehamilan istri ?

1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi institusi/pendidikan dapat dijadikan bahan bacaan bagi yang memerlukan dan sebagai bahan masukan bagi pelaksanaan di bidang ilmah pada masa akan datang.
2. Sebagai bahan masukan bagi petugas kesehatan sehingga dapat diambil langkah-langkah dalam upaya meningkatkan peran serta suami dalam menjaga kehamilan istri
3. Bagi peneliti adalah sebagi titik tolak untuk menerapkan proses berfikir ilmiah dalam pemahaman dan menganalisa suatu masalah serta untuk meningkatkan wawasan pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian.

Link download KTI lengkap ini
BAB I
BAB II
BAB III-VI

Baca Selengkapnya...

23. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Mahasiswa Semester V Terhadap Perilaku Mengajar Dosen

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan kegiatan yang sangat penting dalam menumbuh kembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) (Adrian,2004). Dalam kegiatan pendidikan di Perguruan Tinggi, pada dasarnya selalu terkait dua belah pihak yaitu dosen dan mahasiswa. Keterkaitan kedua belah pihak itu akan serasi jika jelas kedudukan masing-masing pihak secara professional, yaitu sebagai subjek yang memiliki hak dan kewajiban (Fahruddin, 2006)
Dalam proses belajar mengajar, dosen memiliki peran utama dalam menentukan kualitas pengajaran yang dilaksanakannya, yaitu memberikan pengetahuan (cognitive), sikap dan nilai (affektif) dan keterampilan (psikomotor) kepada mahasiswa. Dengan kata lain tugas dan peran dosen yang utama terletak dibidang pengajaran. Pengajaran merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena itu seorang dosen dituntut untuk dapat mengelola kelas, penggunaan metode mengajar maupun sikap dan karakteristik dosen dalam mengelola proses belajar mengajar yang efektif, mengembangkan bahan perkuliahan dengan baik, dan meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk mengikuti mata kuliah dan menguasai tujuan pendidikan yang harus mereka capai (Djamarah, 2000).

Seorang dosen bukan saja bertugas untuk mentransferkan pengetahuan saja, akan tetapi harus dapat membentuk pribadi mahasiswa untuk dapat memiliki etika yang baik. Seorang dosen juga harus mampu membimbing mahasiswa untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain, dan mampu menyiapkan mahasiswa yang bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya dimasyarakat.
Jika kriteria dan persyaratan di atas belum terpenuhi, tentunya akan berpengaruh besar bagi mahasiswa. Mereka akan mengalami kejenuhan dalam proses belajar mengajar dan tidak dapat menguasai materi yang disampaikan oleh dosen dengan baik. Hal itu secara otomatis akan mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa (Fahruddin, 2006).
Dikalangan mahasiswa sering terdengar isu keluhan yang berkaitan dengan proses belajar mengajar yaitu kepuasan mahasiswa terhadap perilaku mengajar dosen, misalnya; mahasiswa merasa metode mengajar yang digunakan tidak relevan, tidak menarik, dosen tidak professional, tidak disiplin, hubungan dosen dengan mahasiswa kurang harmonis, tidak adil dalam penilaian, kaku, otoriter, dan lain sebagainya.
Sama halnya dengan yang dialami oleh mahasiswa Akbid Helvetia Medan, dimana banyak mahasiswa yang mengeluh terhadap proses belajar mengajar khususnya pada Mata Kuliah Asuhan Kebidanan yaitu kepuasan mahasiswa terhadap perilaku mengajar dosen, misalnya; tidak adanya kesamaaan persepsi antar dosen sehingga membuat mahasiswa bingung untuk mengikuti perkuliahan tersebut khususnya pada praktek laboratorium, bertindak otoriter pada mahasiswa, tidak disiplin, metode mengajar yang digunakan tidak menarik dan tidak bervariasi.
Melihat kondisi tersebut di atas dan memperhatikan bahwa perilaku mengajar dosen berpengaruh kepada kualitas pembelajaran maka, peneliti mencoba untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan mahasiswa terhadap perilaku mengajar dosen di Akbid Helvetia Medan Tahun 2008.

1.2 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian di atas maka, penelitian ini akan diarahkan untuk menjawab pertanyaan yaitu:
1. Bagaimana persepsi mahasiswa terhadap perilaku mengajar dosen di Akbid Helvetia Medan?
2. Berapa jauh tingkat kepuasan mahasiswa terhadap perilaku mengajar dosen di Akbid Helvetia Medan?
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kepuasan mahasiswa terhadap perilaku mengajar dosen di Akbid Helvetia Medan?

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan mahasiswa terhadap perilaku mengajar dosen di Akbid Helvetia Medan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui persepsi mahasiswa terhadap perilaku mengajar dosen di Akbid Helvetia Medan
2. Untuk mengetahui tingkat kepuasan mahasiswa terhadap kompetensi dosen di Akbid Helvetia Medan.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kepuasan mahasiswa terhadap perilaku mengajar dosen di Akbid Helvetia Medan

1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan penelitian ini adalah :
1. Manfaat teoritis penelitian ini berguna untuk memperkaya dan memperdalam kajian tentang tingkat kepuasan mahasiswa dalam proses pembelajaran di Akbid Helvetia Medan.
2. Manfaat praktis penelitian ini dapat dijadikan sebagai :
a. Informasi tentang kualitas dan perilaku mengajar dosen di Akbid Helvetia Medan.
b. Bahan masukan terhadap peningkatan kualitas Akbid Helvetia Medan

Link download KTI lengkap ini
BAB I
BAB II
BAB III

Baca Selengkapnya...

22. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ibu Tidak Memberikan ASI Ekslusif Kepada Bayinya

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Menyusui adalah suatu proses yang alamiah dan merupakan suatu seni yang harus dipelajari kembali, karena menyusui sebenarnya tidak saja memberikan kesempatan kepada bayi untuk tumbuh menjadi manusia yang sehat secara fisik saja tetapi juga lebih cerdas, mempunyai emosional yang stabil, perkembangan spiritual yang baik serta perkembangan sosial yang lebih baik (Roesli,2000)
ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan bayi, karena ASI adalah makanan bayi yang paling sempurna baik secara kualitas maupun kuantitas. ASI sebagai makanan tunggal akan mencukupi kebutuhan tumbuh kembang bayi normal sampai usia 4 - 6 bulan (Khairuniah , 2004)
Berdasarkan survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) periode 1997- 2003, hanya 14% ibu di Tanah Air yang memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif kepada bayinya sampai enam bulan. Rata-rata bayi di Indonesia hanya menerima ASI eksklusif kurang dari dua bulan (Media Indonesia, 2008, 1
http://www.mediaindonesia.com, tanggal 15 Oktober 2009)

Selama ini banyak ibu - ibu tidak menyusui bayinya karena merasa ASI-nya tidak cukup, encer, atau tidak keluar sama sekali. Padahal menurut penelitian WHO hanya ada satu dari seribu orang yang tidak bisa menyusui (Widjaja, 2004)
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan berpendapat, faktor sosial budaya ditandai menjadi faktor utama pada pemberian ASI eksklusif pada balita di Indonesia.
Ketidaktahuan masyarakat, gencarnya promosi susu formula, dan kurangnya fasilitas
tempat menyusui di tempat kerja dan publik menjadi kendala utama. Seharusnya
tidak ada alasan lagi bagi seorang ibu untuk tidak menyusui bayinya, faktor sosial
budaya berupa dukungan suami terhadap pemberian ASI eksklusif menjadi faktor
kunci kesadaran sang ibu untuk memberikan gizi terbaik bagi bayinya. Dukungan
suami terhadap ibu untuk menyusui harus ditingkatkan. Keluarga dan masyarakat
juga harus memberikan arahan dan ruang bagi ibu menyusui, karena minimnya
dukungan keluarga dan suami membuat ibu sering kali tidak semangat memberikan
ASI kepada bayinya. Tidak sedikit bayi baru berumur dua bulan sudah diberi
makanan pendamping karena ketidaktahuan ibu terhadap manfaat ASI. Berdasarkan
riset yang sudah dibuktikan di seluruh dunia, ASI merupakan makanan terbaik bagi
bayi hingga enam bulan, dan disempurnakan hingga umur dua tahun (Media
Indonesia, 2008, ¶ 4, http: //mediaindonesia.com,tanggal 15 Oktober 2009)
Faktor pekerjaan juga mempengaruhi ibu tidak memberikan ASI. Di tempat bekerja banyak kantor atau institusi kerja tidak mendukung program pemberian ASI.
Tidak ada upaya penyiapan ruangan khusus untuk tempat menyusui atau memompa ASI ibu bekerja, bahkan ada yang ditegur oleh atasan karena dianggap terlalu sering memompa ASI di tempat kerja (Widodo, 2006, ¶ 1, http://blogspot.com, tanggal 8 Agustus 2008)
Semakin banyak ibu tidak memberikan ASI pada bayinya semakin menurun angka pemberian ASI terutama ASI eksklusif. Seperti data status kesehatan masyarakat Kota Bandung tahun 2005, ibu yang menyusui bayinya dengan ASI sebanyak 57.974 (65,41%), dan yang diberikan ASI eksklusif dari 0-6 bulan tanpa makanan tambahan sebesar 39,37%. Hal ini menunjukkan bahwa cakupan pemberian ASI eksklusif di kota Bandung masih rendah (Profil Dinkes Kota Bandung , 2005).
Berdasarkan dari laporan tahunan Puskesmas Sukawarna(2005), yang berada di Kota Bandung letaknya di Kecamatan Sukajadi, kasus gizi buruk yang ada di wilayah kerja Puskesmas Sukawarna menunjukan angka peningkatan yaitu dari tahun 2003/2004 sebanyak dua kasus menjadi sembilan kasus pada tahun 2005. Data pemberian ASI ekslusif dari bayi 391 hanya 170 orang (43,25%) diberi ASI secara ekslusif, selebihnya 221 (56,7%) tidak diberi ASI secara ekslusif. Sedangkan angka target cakupan ASI ekslusif yang harus dicapai adalah 80 %. Sehingga terdapat kesenjangan 36,75 % (Handayani, 2006)
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Hellen Keller International (2002) di Indonesia, kini rata-rata bayi Indonesia hanya mendapatkan ASI esklusif selama 1,7
bulan, padahal berdasarkan kajian WHO yang dituangkan dalam Kepmen No.450 tahun 2004 menganjurkan agar bayi diberikan ASI Esklusif selama enam bulan (Keller, 2002, ¶1 http://www.menkokesra.go.id, diperoleh tanggal 13 November 2009)
Dari hasil penelitian Arnila A.R (2008) di Lingkungan V Kelurahan Deli Tua Timur terdapat 74,4% ibu- ibu yang masih percaya dan menganggap benar mitosmitos tentang ASI terutama tentang kolustrum yang merupakan ASI kotor yang harus dibuang dan bayi yang diberikan ASI saja akan kekurangan gizi sehingga ibu - ibu memberikan makanan tambahan kepada bayinya.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu pada tanggal 6 November 2009 kepada 10 ibu yang mempunyai bayi di Dusun IX Desa Sei Rotan Kecamatan Percut Sei Tuan, hanya terdapat satu orang yang memberikan ASI Ekslusif. Ibu tidak memberikan ASI ekslusif kepada bayinya. dengan alasan ibu bekerja, pengalaman ibu yang telah memberikan susu formula kepada anaknya yang terdahulu, dan anjuran orang tua serta merasa ASI nya tidak cukup untuk bayinya
Dari uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang
berjudul faktor-faktor yang mempengaruhi ibu untuk tidak memberikan ASI ekslusif
kepada bayi di Dusun IX Desa Sei Rotan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli
Serdang

B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan dari latar belakang di atas maka peneliti dapat merumuskan masalah faktor apa yang mempengaruhi ibu tidak memberikan ASI ekslusif kepada bayinya di Dusun IX Desa Sei Rotan Kec. Percut Sei Tuan Kab. Deli Serdang

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk melihat faktor yang mempengaruhi ibu tidak memberikan ASI ekslusif di Dusun IX Desa Sei Rotan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi karakteristik responden yang tidak memberikan ASI ekslusif di Dusun IX Desa Sei Rotan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang
b. Untuk mengidentifikasi pengetahuan, mitos-mitos, sosial budaya, lingkungan, pengalaman ibu tentang menyusui, dukungan keluarga terhadap pemberian ASI, dan pandangan ibu terhadap payudaranya mempengaruhi ibu tidak memberikan ASI Ekslusif

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Tenaga Kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang faktor yang mempengaruhi ibu tidak memberikan ASI ekslusif di Dusun IX Desa Sei Rotan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang sehingga tenaga kesehatan dapat membuat perencanaan dalam mengatasi faktor yang mempengaruhi ibu tidak memberikan ASI Ekslusif dan pemberian ASI Ekslusif dapat lebih ditingkatkan
2. Masyarakat
Penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi dan perubahan cara penerapan pemberian ASI yang selama ini masih kurang tepat di masyarakat sehingga masyarakat dengan adanya penelitian ini dapat memberikan dukungan bagi ibu-ibu yang menyusui agar tetap memberikan ASI kepada bayinya
3. Peneliti Selanjutnya
Penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ibu tidak memberikan ASI Ekslusif sehingga peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berkaitan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ibu tidak memberikan ASI Ekslusif dapat melihat apakah faktor pengetahuan, mitos-mitos, sosial budaya, lingkungan, pengalaman ibu tentang menyusui, dukungan keluarga terhadap pemberian ASI, dan pandangan ibu terhadap payudaranya masih besar pengaruhnya sehingga pemberian ASI Ekslusif tidak dapat dilaksanakan
4. Pendidikan kebidanan
Penelitian ini Diharapkan dapat menjadi informasi yang penting bagi mahasiswa untuk mengetahui faktor-faktor apa-apa saja yang masih mempengaruhi para ibu tidak memberikan ASI Ekslusif sehingga demikian mahasiswa sejak dini dapat memikirkan tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi faktor-faktor tersebut dan dapat diaplikasikan langsung ke lapangan praktek atau kerja.

Link download KTI lengkap ini
BAB I
BAB II
BAB III-VI

Baca Selengkapnya...

21. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ibu Terhadap Status Imunisasi Dasar pada Bayi Usia 12-24 Bulan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem kesehatan nasional merupakan salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Penurunan insiden penyakit menular telah terjadi berpuluh-puluh tahun yang lampau di negara-negara maju yang telah melakukan imunisasi dengan teratur. Demikian juga di Indonesia dinyatakan bebas penyakit cacar tahun 1972 dan penurunan insiden beberapa penyakit menular secara mencolok terjadi sejak tahun 1985, terutama untuk penyakit difteri, tetanus, pertusis, campak, dan polio. Bahkan kini penyakit polio tidak ditemukan lagi sejak tahun 1995 dan diharapkan beberapa tahun yang akan datang Indonesia akan dinyatakan bebas polio (Ranuh, et.al. 2008, hlm.1).
Menurunnya AKB (angka kematian bayi) dalam beberapa waktu terakhir
memberi gambaran adanya peningkatan dalam kualitas hidup dan pelayanan kesehatan
masyarakat. Penurunan AKB tersebut antara lain disebabkan oleh peningkatan cakupan
imunisasi bayi, peningkatan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan, penempatan
bidan di desa dan meningkatkan proporsi ibu dengan pendidikan yang lebih tinggi
(Depkes, 2004).

Ibrahim (1991, dalam Reza,2006, hlm.4) mengatakan bila imunisasi dasar dilaksanakan dengan lengkap dan teratur, maka imunisasi dapat mengurangi angka kesakitan dan kematian balita sekitar 80-95%. Teratur berarti mentaati jadwal dan frekuensi imunisasi sedangkan imunisasi dasar lengkap adalah telah mendapat semua jenis imunisasi dasar pada waktu anak berusia kurang dari 11 bulan. Imunisasi dasar yang tidak lengkap, maksimum hanya dapat memberikan perlindungan 25-40%. Sedangkan anak yang sama sekali tidak diimunisasi tentu tingkat kekebalannya lebih rendah lagi. Profil epidemiologis di Indonesia sebagai gambaran tingkat kesehatan di masyarakat masih memerlukan perhatian khusus. Dengan cakupan imunisasi : BCG 85%, DPT 64%, Polio 74%, HB1 91%, HB2 84, 4%, HB3 83,0% (Ranuh, 2008, hlm.3). Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2009 menunjukkan bahwa cakupan kumulatif imunisasi dari 18 puskesmas dengan sasaran 6.782, cakupan BCG 5.663 (83,50%), DPT1+HB1 : 6.062 (89,38%), DPT2+HB2 : 5.646 (83,25%), Polio 3 : 5.665 (83,53%), Hepatitis B3 : 3.634 (53,58%), dan Campak : 5.414 (79,83%) (Dinkes Taput, 2009).
Dari hasil data survei awal cakupan kumulatif imunisasi di Kecamatan Sipahutar
Januari - Agustus 2010 dari 23 desa yang ada, jumlah sasaran 529, cakupan BCG : 309
(58,4%), Hepatitis B (0-7 hari) : 175 (33,1%), DPT+HB 1 : 333 (62,9%), DPT+HB 2 :
316 (59,7%), DPT+HB 3 : 275 (52%), Polio 1 : 381 (72,0%), Polio 2 : 355 (67,1%),
Polio 3 : 294 (55,6%), Polio 4 : 268 (50,7%), dan Campak : 259 (49%) (Subdin P2P &
PL Dinkes Taput, 2010).
Sedangkan Desa Siabal-abal II Januari-Agustus 2010 tercatat bahwa dari 40 sasaran, cakupan imunisasi masih rendah yaitu cakupan BCG 13 (32,5%), Hepatitis B (0-7 hari) : 5 (12,5%), DPT+HB 1 : 18 (45%), DPT+HB 2 : 11 (27,5%), DPT+HB 3 : 13 (32,5%), Polio 1 : 20 (50%), Polio 2 : 18 (45%), Polio 3 : 10 (25%), Polio 4 : 9 (22,5%), dan Campak : 14 (35%) (Subdin P2P & PL Dinkes Taput, 2010).
Wardhana (2001, dalam Lienda, 2009, hlm.12) mengatakan peran ibu pada program imunisasi ibu sangatlah penting karena penggunaan sarana kesehatan oleh anak
berkaitan erat dengan faktor ibu. Rendahnya cakupan imunisasi disebabkan beberapa
faktor. Ibu yang berusia ≥ 30 tahun cenderung untuk tidak melakukan imunisasi lengkap dibanding ibu yang berusia < 30 tahun, pendidikan tinggi berkaitan erat dengan pemberian imunisasi anak.
Streatfield (1986, dalam Reza, 2006, hlm.26) ibu yang bekerja sebagai bertani atau buruh status imunisasi anaknya lebih rendah dibandingkan dengan anak yang ibunya sebagai pegawai negeri atau pemilik toko.
Semakin banyak jumlah anak terutama ibu yang masih mempunyai bayi yang merupakan anak ketiga atau lebih akan membutuhkan banyak waktu untuk mengurus anak-anaknya tersebut sehingga semakin sedikit ketersediaan waktu bagi ibu untuk mendatangi tempat pelayanan imunisasi (Reza, 2006).
Sehubungan dengan hal tersebut, maka penelitian yang berjudul ’’Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ibu Terhadap Status Imunisasi Dasar pada Bayi Usia 12-24 Bulan di Desa Siabal-abal II Kecamatan Sipahutar Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2011” sangat penting untuk diteliti.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian ini, maka penulis merumuskan masalah apakah ada hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi ibu terhadap status imunisasi dasar pada bayi usia 12-24 bulan di Desa Siabal-abal II Kecamatan Sipahutar Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2011.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ibu terhadap status imunisasi dasar pada bayi usia 12-24 bulan di Desa Siabal-abal II Kecamatan Sipahutar Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2011.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui hubungan faktor usia ibu terhadap status imunisasi bayi.
b. Mengetahui hubungan faktor pendidikan ibu terhadap status imunisasi bayi.
c. Mengetahui hubungan faktor pekerjaan ibu terhadap status imunisasi bayi.
d. Mengetahui hubungan faktor jumlah anak ibu terhadap status imunisasi bayi.
e. Mengetahui hubungan faktor pengetahuan ibu terhadap status imunisasi bayi.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil dari penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan kepustakaan di D-IV Bidan Pendidik USU dan dapat dijadikan sebagai bahan penelitian selanjutnya.
2. Bagi Peneliti
Menambah pengalaman bagi penulis dalam mengaplikasikan ilmu yang telah di dapat, juga berguna sebagai masukan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ibu terhadap imunisasi kepada masyarakat nantinya.
3. Responden
Sebagai bahan wawasan dan pengetahuan tentang pentingnya imunisasi dasar pada bayi.

Link download KTI lengkap ini
BAB I
BAB II
BAB III-VI

Baca Selengkapnya...

20. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Hamil Dalam Kunjungan K4

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Dalam kenyataannya, dari beberapa survei dan data statisik pelayanan kesehatan ibu hamil menunjukkan bahwa cakupan kunjungan ibu hamil di Indonesia masih rendah termasuk cakupan K4 (Istiarti, 2000). Departemen kesehatan RI pada tahun 2004 melaporkan bahwa wanita hamil yang mengunjungi fasilitas pelayanan kesehatan selama kurun kehamilan adalah sebagai berikut: yang berkunjung sekali sebanyak 49% dan yang berkunjung empat kali hanya 34%. Rendahnya cakupan kunjungan ibu hamil ke fasilitas kesehatan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor seperti pengetahuan, sikap, jarak puskesmas, keterpaparan media, dukungan suami, dan dukungan petugas kesehatan (Salmah, 2006).
Kunjungan ibu hamil di Kota Medan berdasarkan data Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2005 menunjukkan bahwa dari jumlah 53.031 ibu hamil, Kunjungan K4 tercatat sebanyak 47.678 ibu hamil (89,91%) (Dinkes Kota Medan, 2006).
Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai periode bulan Januari - Agustus 2007 kunjungan K4 ibu hamil ke fasilitas kesehatan yaitu 52,3% (8.572 dari 16.391 orang), sedangkan berdasarkan data di Puskesmas Naga Kasiangan Kecamatan Tebingtinggi untuk periode yang sama Kunjungan K4 ibu hamil sebesar 43,8% (185 dari 424 orang) (Puskesmas Naga Kasiangan, 2007).

Dari data-data yang disajikan di atas, terlihat bahwa kunjungan K4 di Puskesmas Naga Kasiangan Kecamatan Tebingtinggi masih jauh dari target cakupan kunjungan K4 secara nasional yaitu sebesar 95%.
Kunjungan K4 adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang keempat (atau lebih) untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar yang ditetapkan (Depkes RI, 2005).
Kunjungan antenatal untuk pemantauan dan pengawasan kesejahteraan ibu dan bayi perlu dilakukan minimal empat kali selama kehamilan dalam waktu sebagai berikut : kehamilan trimester pertama (<14 minggu) satu kali kunjungan, kehamilan trimester kedua (14-28 minggu) satu kali kunjungan, dan kehamilan trimester ketiga (28-36 minggu dan sesudah minggu ke-36) dua kali kunjungan (Salmah, 2006)
Melakukan kunjungan saat hamil secara teratur minimal kunjungan K4 akan menyehatkan ibu dan bayi yang dikandungnya. Dalam pemeriksaan kehamilan tersebut jika ada tanda, keluhan, atau gangguan kehamilan baik pada ibu maupun janin dapat segera diketahui dan dilakukan tindak lanjut.
Pemeriksaan kehamilan dilakukan sesuai dengan standard pelayanan antenatal yang meliputi 7T yaitu timbang berat badan, ukur tinggi badan, ukur tekanan darah, pemberian imunisasi TT, ukur tinggi fundus uteri dan pemberian tablet besi minimal 90 tablet selama masa kehamilan, test PMS, dan tanya jawab (Nadesul, 2005).
Kunjungan kehamilan hingga K-4 akan menurunkan risiko terjadinya anemia (Hb kurang dari 8 gr%), tekanan darah tinggi (Sistole >140 mmHg, diastole >90 mmHg), oedema yang nyata, eklampsia, perdarahan per vaginam, ketuban pecah dini, letak lintang / sungsang, infeksi, persalinan prematur, janin yang besar, dan riwayat obstetri yang buruk. Bila faktor risiko tersebut tidak ditangani maka dapat menyebabkan kematian, baik pada ibu maupun pada bayi. Peningkatan kualitas kesehatan ibu hamil, dapat dilakukan dengan melakukan perubahan perilaku ibu selama hamil (Depkes
RI, 2005).
Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku ibu hamil dalam melakukan kunjungan K-4 meliputi tiga faktor yaitu: faktor yang mempermudah (predisposing factor), yang mencakup pengetahuan, sikap; faktor yang mendukung (enabling factor) yaitu jarak dengan fasilitas kesehatan, keterpaparan media; dan faktor pendorong (reinforcing factors) yaitu dukungan petugas kesehatan, keluarga dan masyarakat. (Notoatmodjo, 2003)
Dari studi pendahuluan yang penulis lakukan pada awal bulan September 2007 mendapati bahwa beberapa ibu hamil pada trimester III melakukan pemeriksaan ke dukun bayi. Melihat kenyataan tersebut, penulis berminat untuk melakukan penelitian dengan judul faktor-faktor yang mempengaruhi ibu hamil dalam kunjungan K4 di wilayah kerja Puskesmas Naga Kasiangan Kecamatan Tebingtinggi Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2008.

1.2. Pertanyaan Penelitian
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ibu hamil dalam kunjungan K-4 di wilayah kerja Puskesmas Naga Kasiangan Kecamatan Tebingtinggi Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2008?

1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ibu hamil dalam kunjungan K-4 di wilayah kerja Puskesmas Naga Kasiangan Kecamatan Tebingtinggi Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2008.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui faktor yang mempermudah (predisposing factor) kunjungan K-4 di wilayah kerja Puskesmas Naga Kasiangan Kecamatan Tebingtinggi Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2008.
2. Untuk mengetahui faktor pendukung (enabling factor) kunjungan K-4 di wilayah kerja Puskesmas Naga Kasiangan Kecamatan Tebingtinggi Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2008.
3. Untuk mengetahui faktor pendorong (reinforcing factor) kunjungan K-4 di wilayah kerja Puskesmas Naga Kasiangan Kecamatan Tebingtinggi Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2008.

1.4. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa kalangan yaitu :
1. Bagi masyarakat, sebagai masukan khususnya pada ibu hamil trimester III agar melakukan kunjungan pada pelayanan kesehatan.
2. Bagi puskesmas, dengan adanya penelitian ini dapat dipergunakan sebagai masukan untuk meningkatkan cakupan kunjungan K4 di wilayah kerjanya.
3. Bagi institusi pendidikan, sebagai bahan bacaan dan referensi di Perpustakaan D-IV Program Bidan Pendidik Universitas Sumatera Utara dan sebagai bahan perbandingan bagi peneliti selanjutnya.
4. Bagi peneliti, untuk menambah wawasan penulis dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah.

Link download KTI lengkap ini
BAB I
BAB II
BAB III

Baca Selengkapnya...

19. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bidan Praktek Swasta dalam Pengaplikasian 58 Langkah Asuhan Persalinan Normal

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Persalinan merupakan proses alamiah yang harus dilewati oleh setiap wanita hamil. Di sini peran petugas kesehatan adalah memantau persalinan untuk mendeteksi adanya komplikasi disamping memberikan bantuan dan dukungan kepada ibu bersalin, tidak sedikit ibu bersalin dan bayi mengalami trauma karena penanganan yang kurang baik Saifuddin, 2009, hal.100). Angka kematian maternal di negara-negara maju berkisar antara 5-10 per 100.000 kelahiran hidup sedangkan di negara-negara sedang berkembang berkisar antara 750-1000 per 100.000 kelahiran hidup. Faktor penyebab kematian maternal tersebut adalah (a) faktor reproduksi(b)pelayanan kesehatan dan(c)sosial ekonomi (Wiknjosastro, 2005, hal. 23).Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia merupakan tertinggi di ASEAN yaitu 390 per 100.000 kelahiran hidup, penurunan AKI adalah program prioritas Indonesia. Oleh karena itu pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas dekat dengan masyarakat yang difokuskan pada tiga pesan kunci Making Pregnancy Safer (MPS), yaitu setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, setiap komplikasi obstetrik dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat dan setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran merupakan salah satu upaya dalam penurunan angka kematian tersebut (Depkes, 2002, hal. 2). Pada tahun 2000, badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO) mulai memperkenalkan Asuhan Persalinan Normal (APN) melalui organisasi Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). APN diperkenalkan pada tahun 2002-2003 di Sumatera Utara, di mana fokus utama APN adalah mencegah terjadinya komplikasi yang merupakan suatu pergeseran paradigma dari sikap menunggu dan menangani komplikasi yang mungkin terjadi, sehingga akan mengurangi luka pada jalan lahir yang sangat signifikan yaitu 80% dari 1000 persalinan. Pertolongan persalinan secara APN adalah dengan menerapkan asuhan persalinan yang bersih, aman, tepat waktu dan alamiah serta melakukan bounding attachment (Depkes, 2006, hal. 3). Standar pelayanan/asuhan kebidanan di atas merupakan pedoman bagi bidan di Indonesia dalam melaksanakan tugas, peran dan fungsinya sesuai dengan kompetensi dan kewenangan yang diberikan. Standar ini dilaksanakan oleh bidan di setiap tingkat pelayanan kesehatan baik di rumah sakit, puskesmas maupun tatanan pelayanan kesehatan lain di masyarakat. Standar APN merupakan bagian dari standar pelayanan/asuhan kebidanan (Yanti, & Nurul, 2010, hal. 118). Namun pelaksanaan APN ini belum diterapkan oleh bidan secara menyeluruh. Dalam penelitian Maria Wattimena (2008, hal. 5) memperoleh hasil prasurvei data pada Januari 2007 melalui pengamatan dengan menggunakan checklist terhadap 12 orang bidan sebagai tenaga pelaksana pelayanan di RSUD Kabupaten Sorong baru 2 orang bidan (16,6%) yang melaksanakan pelayanan persalinan dengan penerapan standar asuhan persalinan normal walaupun belum secara maksimal, sedangkan sebanyak 10 orang (83,3%) belum melaksanakan pelayanan persalinan sesuai dengan standar APN. Sedangkan dalam penelitian Nuriana di Kabupaten Langkat (2008, hal. 43), menjelaskan bahwa bidan yang berpendidikan D-III Kebidanan, hanya 40% bidan praktek swasta yang sudah melaksanakan APN dengan baik. Dan dijelaskan lagi bahwa hanya sebagian besar bidan yang berpengetahuan baik yang menerapkan APN dengan baik sedangkan pengalaman kerja tidak menunjukkan pengetahuan baik apalagi dalam penerapan APN dengan baik dan tepat. Diduga hal ini disebabkan karena banyaknya langka-langkah (58 langkah) yang harus dilakukan selain itu juga berkaitan dengan peralatan APN yang tergolong mahal. Dari hasil observasi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti dari 30 bidan praktek swasta lulusan D-III Kebidanan dan yang sudah pernah ikut pelatihan APN di Kecamatan Percut Sei Tuan menunjukkan bahwa hanya 6 bidan yang melaksanakan pertolongan persalinan sesuai dengan standar APN yaitu dengan melakukan pendekatan asuhan yang tepat sesuai 58 langkah standar APN dan 4 bidan belum pernah ikut pelatihan APN dan berpendidikan D-I Kebidanan (Data primer pada Februari-Mei 2011). Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi Bidan Praktek Swasta (BPS) dalam pengaplikasian 58 langkah Asuhan Persalinan Normal (APN) sangat penting untuk diteliti.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut maka rumusan permasalahan penelitian ini adalah : “Faktor-faktor Apa Sajakah yang Mempengaruhi Bidan Praktek Swasta (BPS) dalam Pengaplikasian 58 Langkah Asuhan Persalinan Normal (APN)?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Bidan Praktek Swasta (BPS)dalam pengaplikasian 58 langkah Asuhan Persalinan Normal (APN).
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui faktor pengetahuan bidan mempengaruhi 58 langkah Asuhan Persalinan Normal.
b. Mengetahui faktor sikap bidan mempengaruhi Persalinan Normal.
c. Mengetahui faktor motivasi bidan mempengaruhi Persalinan Normal.
D. Manfaat Penelitian
1. Pelayanan KebidananDiharapkan kepada para bidan dengan adanya penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam menerapkan standar APN kepada ibu-ibu bersalin sehingga tingkat morbiditas dan mortalitas maternal menurun.
2. Perkembangan Ilmu Kebidanan Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar melengkapi penelitian ini karena ilmu tentang kesehatan terus menerus berkembang. Sehingga tercapai ilmu pengetahuan khususnya tentang asuhan kebidanan yang up to date.

Link download KTI lengkap ini
BAB I
BAB II
BAB III-VI

Baca Selengkapnya...

18. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Akseptor KB tidak Memilih Implant Sebagai Alat Kontrasepsi

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah utama yang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia adalah masih tingginya Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP). Secara sederhana dapat disebutkan bahwa penduduk akan terus bertambah selama jumlah kelahiran melebihi dari jumlah yang meninggal ditambah dengan migrasi masuk. (BKKBN, 2004)
Indonesia adalah negara yang berkembang. Sebagai salah satu negara
berkembang Indonesia juga tidak luput dari masalah laju pertumbuhan penduduk.
Dari hasil sensus penduduk tahun 1990 tercatat jumlah penduduk Indonesia
adalah 178.500.000 jiwa, kemudian pada sensus penduduk tahun 2000 Indonesia memiliki 205.843.000 jiwa dan pada sensus penduduk terakhir tahun 2004 jumlah penduduk Indonesia meningkat menjadi 217.854.000 jiwa. Penyebaran jumlah penduduk tidak merata, penduduk Inonesia banyak berdiam di Pulau Jawa dan Sumatra. (BPS, 2004)
Khusus untuk pulau Sumatera, Riau tercatat sebagai provinsi memiliki
jumlah penduduk terpadat ke empat. Pada tahun 2003 penduduk provinsi Riau
4.413.432 jiwa dan meningkat tajam tahun 2004 menjadi 4. 491.393 jiwa. Ini disebabkan Riau berkembang pesat sebagai provinsi yang memiliki industriindustri dan pabrik-pabrik besar. (BPS, 2004)

Apalagi Pekanbaru sebagai ibu kota provinsi Riau yang kini berkembang
menjadi pusat bisnis, pendidikan dan budaya sehingga kota pekanbaru memiliki
penduduk terpadat di provinsi Riau dengan jumlah penduduk 666.902 jiwa pada
sensus tahun 2003 dan meningkat menjadi 693.912 jiwa pada sensus tahun 2004.
(BPS, 2004)
Besarnya jumlah penduduk dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya budaya, pendidikan, perkawinan pertama, menggunakan atau tidak menggunakan alat kontrasepsi.
Berdasarkan Visi dari program keluarga berencana (KB) yaitu
mewujudkan keluarga berkualitas pada tahun 2015 yang diwujudkan melalui keluarga sejahtera, sehat, maju, mandiri mempunyai jumlah anak yang ideal, berwawasan, bertanggung jawab, harmonis, bertaqwa kepada Tuhan YME, sedang Misinya adalah pemberdayaan dan pergerakkan masyarakat untuk membangun keluarga kecil berkualitas menggalang kemitraan dalam peningkatan kesejahteraan kemandirian, ketahanan keluarga dan berkualitas perusahaan pelayanan, meningkatkan upaya pemberdayaan perempuan dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan gender dalam pelaksanaan program KB Nasional, Mempersiapkan pengembangan sumber daya manusia potensial sejak pembuahan dalam kandungan sampai usia lanjut. (BKKBN 2002)
KB adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan meggunakan kontrasepsi. Kontrasepsi adalah cara untuk mencegah terjadinya konsepsi, alat atau obat-obatan. Salah satu alat kontrasepsi metode hormonal adalah implant. (Rustam, 1998)
Implant adalah salah satu kontrasepsi yang memiliki tingkat efektifitas
yang cukup tinggi, metode kontrasepsi hormonal degan metode jangka panjang
5 tahun dan bersifat reversible dimana efek perdarahan lebih ringan tidak
menaikkan tekanan darah resiko terjadi kehamilan ektopik lebih kecil
dibandingkan dengan alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) serta efektif
di gunakan pada wanita yang tidak boleh menggunakan obat yang mengandung estrogen. Maka dengan kondisi tersebut seharusnya minat akseptor dengan pilihan alat kontrasepsi ini banyak. (Hanifa, 1999)
Implant adalah bentuk kontrasepsi yang sangat efektif; hampir 100% efektif mencegah kehamilan. Penelitian (Silvin, 1988; Darney et al,1990) menunjukkan bahwa pada tahun ke-1 dan ke-2, terjadi sebanyak 0,2 kehamilan per 100 wanita selama tahun pemakaian. Pada tahun ke-3, angka kehamilan pada pemakaian implant adalah 0,9 per 100 wanita selama tahun pemakaian, dan selama tahun ke-4 dan ke-5, angka kehamilan 0,5 dan 1,1 per 100 wanita selama tahun pemakaian. (Everett, 2008) Riset menunjukkan bahwa 80% siklus menstruasi wanita kembali ke normal atau ke pola sebelum uji coba dalam 3 bulan (Edwards dan Moore, 1999) yang menggambarkan reversibilitas implant.
Data yang di peroleh dari dinas kesehatan Pekanbaru tahun 2007,
Pasangan usia subur (PUS) 124.345 dengan jumlah akseptor KB aktif 87.531
orang, dimana akseptor KB yang menggunakan Metode Operatif Pria/Metode
Operatif Wanita berjumlah 2466 orang (2,56%). Implant 4.520 orang (5,16%),
suntik 35.662 orang (40,74%), IUD 14.316 orang (16,36%), pil 26.512 orang 30,29%). Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa jumlah akseptor KB implant lebih sedikit dibandingkan dengan alat kontrasepsi suntik, IUD, dan pil.
Bedasarkan data yang diperoleh dari puskesmas melur tahun 2006, peserta
KB aktif berjumlah 1213 orang, yang mana tidak ada akseptor yang memilih
implant sebagai alat kontrasepsi di Puskesmas melur (0%), dan tahun 2007
akseptor KB berjumlah 1036 orang, yang mana pada tahun ini juga tidak ada yang mengunakan implant sebagai alat kontrasepsi (0%) sedangkan fasilitas implant tersedia di puskesmas melur.
Sebagai alat kontrasepsi, mengingat keuntungan yang diperoleh yaitu efek perdarahan lebih ringan dan terjadinya kehamilan ektopik lebih kecil jika dibandingkan dengan alat kontrasepsi lain seperti IUD dan KB suntik, angka tersebut sangat bertolak belakang.
Berdasarkan uraian diatas, penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian tentang ”FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
AKSEPTOR KB TIDAK MEMILIH IMPLANT SEBAGAI ALAT
KONTRASEPSI DI PUSKESMAS MELUR PEKANBARU TAHUN 2008”.

1.2 Pertanyaan Penelitian
Apakah faktor- faktor yang mempengarui akseptor KB tidak memilih
implant sebagai alat kontrasepsi di puskesmas Melur Kecamatan Sukajadi
tahun 2008.

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Akseptor KB tidak memilih KB implant sebagai alat kontrasepsi di wilayah puskesmas melur.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor KB tidak memilih implant sebagai alat kontrasepsi ditinjau dari segi usia
b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor KB tidak memilih implant sebagai alat kontrasepsi ditinjau dari segi pendidikkan
c. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor KB tidak memilih Implant sebagai alat kontrasepsi ditinjau dari segi Ekonomi
d. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor KB tidak memilih Implant sebagai alat kontrasepsi ditinjau dari segi pengetahuan
e. Untuk mengetahui faktor-faktor yan mempengaruhi akseptor KB tidak memilih implant sebagai alat kontrasepsi ditinjau dari segi sosial budaya

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Akseptor KB
Sebagai sumber informasi akseptor KB tentang alat kontrasepsi implant serta dapat menambah minat akseptor terhadap KB implant.
1.4.2 Bagi Puskesmas Melur Pekanbaru
Hasil penelitian yang akan dilakukan diharapkan menjadi bahan bacaan bagi puskesmas sehingga mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor tidak memilih implant.
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan bahan bacaan yang akan melakukan penelitian berikutnya.
1.4.4 Bagi Bidang Penelitian
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi panduan atau bahan perbandingan untuk melakukan penelitian yang akan datang demi.

Link download KTI lengkap ini
18. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Akseptor KB tidak Memilih Implant Sebagai Alat Kontrasepsi
BAB I
BAB II
BAB III-VI

Baca Selengkapnya...

17. Efektifitas PIK-KRR terhadap peningkatan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak konferensi internasional tentang kependudukan atau pembangunan International Conferences Population and Development (ICPD) tahun 1994, masyarakat
secara konsisten mengukuhkan hak-hak remaja akan informasi kesehatan reproduksi
remaja (KRR). Di Indonesia sejak tahun 2004-2009 pemerintah Indonesia telah
mengangkat KRR menjadi program nasional yang tertuang dalam rencana pembangunan jangka menengah RPJM 2004-2009 (Muadz, 2008, hlm.17).
Tingkat pengetahuan remaja di Indonesia tentang kesehatan reproduksi masih rendah, berdasarkan hasil Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKKRI) tahun 2002-2003 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan bahwa tingkat pengetahuan dasar penduduk usia 15-24 tahun mempunyai pengetahuan kesehatan reproduksi remaja relatif masih rendah.

Menurut World Health Organization (WHO), remaja adalah yang berusia 10-24 tahun. Di Indonesia berjumlah sekitar 64 juta jiwa, hasil survey tahun 2007. Hasil penelitian sejumlah organisasi juga menunjukkan perilaku remaja di Indonesia sudah sangat mengejutkan. Seperti penelitian yang dilakukan pada tahun 2005 bahwa 52 % remaja medan melakukan hubungan seks pranikah.
Menurut Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), akibat informasi
yang diterima remaja dari berbagai media massa, memperbesar kemungkinan remaja
melakukan praktek seksual yang tidak sehat, perilaku pranikah, dengan satu atau berganti pasangan. Saat ini, kekurangan informasi yang benar tentang masalah seks akan memperkuat kemungkinan remaja salah paham yang diambil dari media massa dan teman sebaya. Akibatnya, kaum remaja masuk ke kaum berisiko melakukan perilaku berbahaya untuk kesehatannya (Acis, 2007, pendidikan seks pada remaja
http://www.acicis.murdoch.edu.au/hi/field_topics/screagh.pdf diperoleh tanggal 4
desember 2009).
Menurut Ramonasari (1994 dalam Acis 2007), mengemukakan proses
perkembangan remaja yang menyebabkan terjadinya perubahan fisik kadang-kadang menimbulkan rasa cemas, takut, malu, merasa lain, dan remaja menjadi bingung karena mereka tidak mempunyai pengetahuan yang cukup dan informasi yang jelas.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suryono, 2003-2004 yang dilakukan terhadap remaja mengatakan bahwa pengetahuan remaja tentang kesehatan responden yang sangat rendah yaitu sekitar 75 %.
Program kesehatan reproduksi remaja merupakan salah satu program pokok
pembangunan nasional yang tercantum dalam RPJM 2004-2009. Salah satu sasaran
strateginya yang harus dicapai pada tahun 2009, diantaranya sasaran strategis yang
berkaitan erat dengan program kesehatan reproduksi remaja yang ditingkatkan melalui
PIK-KRR (Pusat Informasi Dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja). Yang mana
program ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan, sikap, dan perilaku
positif remaja tentang kesehatan reproduksi dan hak-hak reproduksi. Setiap kecamatan
memiliki PIK-KRR yang aktif. Di mana saat ini jumlah PIK-KRR yang ada diseluruh
Indonesia adalah sebanyak 2.773 PIK-KRR yang didirikan di sekolah-sekolah sebanyak
55%,di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) 15% dan 35% yang didirikan di Karang
Taruna (Muadz, 2008, hlm.9).
PIK-KRR adalah suatu wadah kegiatan program kesehatan reproduksi remaja (KRR) yang dikelola dari, oleh, dan untuk remaja guna memberikan pelayanan informasi dan konseling tentang kesehatan reproduksi remaja serta kegiatan lain.
Remaja mempunyai masalah yang sangat kompleks seiring dengan masa transisi
yang dialami oleh remaja. Masalah yang menonjol di kalangan remaja misalnya masalah
seksualitas (kehamilan tak diinginkan, aborsi), terinfeksi Penyakit Menular Seksual, HIV dan AIDS, penyalahgunaan Napza dan sebagainya. Salah satu upaya yang mengikuti
untuk mengatasi masalah tersebut adalah melalui PIK KRR (Muadz, 2008, hlm.1).
Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan oleh Syarifah terhadap remaja dan orang tua yang bermukim didaerah elit dan kumuh di Kotamadya Medan pada tahun 1997 hasilnya lebih dari separuh responden remaja didaerah kumuh (6,27%), elite (48%) kontak dengan Badan Konseling Remaja. Penelitian ini menunjukkan bahwa semua responden membutuhkan informasi tentang kesehatan reproduksi.
Berdasarkan data dan informasi Centra Medika Remaja dan Dinas Kesehatan Kota Medan pada tahun 2003, 89,7% remaja kurang memperoleh informasi tentang kesehatan reproduksi remaja.
Berdasarkan penelitian Meliyandri, yang dilakukan terhadap remaja SMU yang mengikuti PIK-KRR yang dilakukan pada tahun 2008 di Daerah Bantul, menyatakan bahwa ada pengaruh program PIK KRR terhadap peningkatan pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi remaja.
Dari hasil survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Kantor
Pemberdayaan Perempuan Dan Keluarga Berencana Kota Medan menyatakan bahwa di
Kota Medan terdapat 23 buah PIK-KRR yang tersebar diseluruh Kota Medan yang
terbentuk di Karang Taruna, sekolah-sekolah, namun tidak berjalan sesuai dengan tujuan programnya sehingga walaupun telah memiliki PIK-KRR pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi juga tidak mengalami perubahan. Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ Efektifitas PIK-KRR Terhadap Peningkatan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja di SMU Swasta AL-Wasliyah 1 Medan” .

B. Perumusan Masalah
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu
maka peneliti masih menemukan masih banyak remaja yang mempunyai pengetahuan
yang kurang meskipun telah mengikuti program PIK-KRR. Jadi peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang “ Efektifitas Program PIK-KRR Terhadap Peningkatan
Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja di SMU Swasta Al-Wasliyah 1 Medan”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui efektifitas PIK-KRR terhadap peningkatan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja di SMU Swasta Al-Wasliyah 1 Medan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi pengetahuan kesehatan reproduksi remaja sebelum dilakukan PIK-KRR di SMU Swasta Al-Wasliyah 1 Medan.
b. Mengidentifikasi pengetahuan kesehatan reproduksi remaja setelah dilakukan PIK-KRR di SMU Swasta Al-Wasliyah 1 Medan.
c. Membandingkan pengetahuan siswa tentang kesehatan reproduksi sebelum dan setelah mengikuti PIK-KRR di SMU Swasta Al-Wasliyah 1 Medan.

D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :
1. Bagi Pelayanan Kebidanan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu intervensi kebidanan yang efektif untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan reproduksi pada remaja.
2. Bagi Pendidikan D IV Kebidanan
Sebagai wadah bagi pendidikan kebida khususnya pada remaja bahwa ada PIKKRR merupakan wadah yang efektif dalam meningkatkan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja.

Link download KTI lengkap ini
17. Efektifitas PIK-KRR terhadap peningkatan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja
BAB I
BAB II
BAB III-V

Baca Selengkapnya...

16. Efektivitas Metode Kanguru Mengurangi Rasa Nyeri Pada Penyuntingan Intramuskuler Pada Bayi Baru Lahir

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Nyeri adalah suatu mekanisme produktif bagi tubuh, rasa nyeri tubuh bila ada
jaringan tubuh yang rusak, dan hal ini akan menyebabkan seseorang bereaksi dan
mengatakan nyeri, pengungkapan rasa nyeri bermacam-macam, ada yang menangis,
berteriak dan ada juga yang diam sambil menggigit suatu benda. Untuk membantu
mengurangi rasa nyeri biasanya dengan mengalihkan konsentrasi atau perhatian terhadap perasaan nyeri, ada yang tarik nafas, dan ada yang diajak bicara, ada yang dielus atau dimasase. Seperti halnya yang sering dialami oleh anak, bayi atau neonatus (bayi baru lahir). Dalam hal ini bayi baru lahir belum bisa mengungkapkan rasa nyeri yang ia rasakan, hanya ibu dan orang-orang terdekatnya yang dapat melihat dan mengerti sejauhmana rasa sakit yang bayi rasakan, dari jenis tangisan dan gerakan si bayi (Woong, 2008, hal. 302).

Salah satu upaya untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan oleh bayi baru
lahir adalah dengan memberikan asuhan kebidanan yaitu dengan metode kanguru, yang
mampu memenuhi kebutuhan asasi bayi baru lahir, metode kanguru adalah metode
utama dalam implementasi proses kebidanan dalam membantu mengurangi rasa nyeri
yang dialami oleh bayi baru lahir, misalnya dalam pemberian suntikan intra muskuler
(Addy, 2009, 1, http://www.addy.com, diperoleh tanggal 10 November 2009).
Dari hasil penelitian Zahra Kashaninia (2008) dilakukan penelitian dari 100
orang bayi sehat yang diperoleh secara random, pada kelompok intervensi dilakukan
metode kanguru 10 menit di mana kontak langsung pada kulit ibu dan bayi yang dapat memberikan rasa nyaman, kehangatan, mengurangi stres pada bayi baru lahir dan
mengurangi cemas pada ibu. Metode tersebut dilakukan sebelum dan sesudah
penyuntikan dan bayi yang mendapat intervensi dapat mengurangi rasa sakit,
dibandingkan dengan kelompok kontrol (fisajedi@uswr.ac.ir, Periodicals Inc).
Metode kanguru yang tepat dapat mempengaruhi pelaksanaan pelayanan
kebidanan dan merupakan proses yang dapat melancarkan pencapaian tujuan. Untuk
mewujudkan terlaksananya metode kanguru secara efektif, diperlukan adanya kerja
sama, kesadaran diri yang tinggi dari bidan dan ibu si bayi baru lahir.Bidan harus
mampu mengajarkan metode kanguru yang dapat menimbulkan perubahan perilaku bagi
ibu, untuk mengurangi rasa nyeri yang dialami oleh bayi baru lahir apabila diberi
suntikan secara intra muskuler. Dan menurut penelitian dari Fakultas Kedokteran
Universitas Negeri Pajajaran serta Depkes dan Kesos secara umum wanita pedesaan
menerima metode kanguru, dan dianjurkan semua ibu melaksanakannya dan
memperoleh dukungan dari keluarga. Bayi baru lahir, yang membuat bayi lebih tenang,
merasa diperhatikan dan merasa aman dan nyaman berada didekapan ibunya
(www.perinasia-metode-kanguru-2009)
Metode kanguru memegang peranan penting dalam memberikan asuhan
kebidanan dan membantu pasien dalam mengatasi rasa nyeri. Kemampuan ibu dalam
menggunakan metode kanguru tidak dapat dipisahkan dari pengetahuan, pengalaman
seseorang untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Pada bayi baru lahir suntikan intra muskuler tersebut menyebabkan rasa nyeri.Yang dapat dilihat oleh orang- orang terdekat pada bayi, dari respon tiba-tiba menangis, meringis dan gerakan tubuh, pernafasan lebih cepat, muka pucat dan otot mengeras. Respon yang diberikan bayi baru lahir setelah penyuntikan intra muskuler mengakibatkan beberapa ibu merasa cemas, takut dan ikut merasakan sakit yang dirasakan bayi, sehingga ibu menolak supaya tidak disuntikkan bayinya, walaupun itu suatu kebutuhan bayi baru lahir. Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian metode kanguru yang dapat mengurangi rasa nyeri pada penyuntikan intra muskuler pada bayi baru lahir.
Berdasarkan hasil wawancara langsung, tgl 15 Oktober 2009, kepada 10 orang bidan dan 15 orang ibu yang memiliki bayi baru lahir di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan bagian Perinatologi ditemukan adanya ketidaktahuan dari ibu tentang efektifitas dari metode kanguru dalam mengurangi rasa nyeri.pada penyuntikan intra muskuler. Dalam tindakan kebidanan ataupun keperawatan dalam merawat dengan metode kanguru diharapkan mampu memecahkan masalah yang dialami bayi baru lahir dalam pemberian suntikan intra muskuler, maka dengan pemberian asuhan dengan metode kanguru kita membentuk suatu kerja sama yang baik, memelihara kasih sayang dan menyebarkan pengetahuan serta melestarikan metode tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas yang menjadi rumusan masalah penelitin ialah: Apakah metode kanguru dapat mengurangi nyeri pada penyuntikan intra muskuler pada bayi baru lahir?

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengidentifikasi efektivitas metode kanguru dalam mengurangi rasa nyeri pada pemberian suntikan intra muskuler pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2010.

2. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi rasa nyeri setelah penyuntikan intra muskuler pada bayi baru lahir pada kelompok kontrol.
2. Mengidentifikasi rasa nyeri karena penyuntikan intra muskuler sesudah di lakukan metode kanguru, pada kelompok intervensi.
3. Membandingkan perbedaan rasa nyeri setelah penyuntikan intra muskuler pada kelompok kontrol dan intervensi


D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi pelayanan kebidanan
Hasil penelitian ini merupakan fakta yang dapat dijadikan masukan pada praktek kebidanan diberbagai tatanan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit maupun praktek kebidanan yang dapat dijadikan intervensi kebidanan yang efektif untuk mengurangi rasa nyeri pada penyuntikan intra muskuler pada bayi baru lahir
2. Bagi penelitian kebidanan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber data atau informasi bagi pengembangan penelitian kebidanan berikutnya terutama yang berhubungan dengan metode kanguru yang dapat mengurangi nyeri pada suntikan intra muskuler pada bayi baru lahir.

Link download KTI lengkap ini
16. Efektivitas Metode Kanguru Mengurangi Rasa Nyeri Pada Penyuntingan Intramuskuler Pada Bayi Baru Lahir
BAB I
BAB II
BAB III-V

Baca Selengkapnya...

15. Efektivitas Metode Kanguru terhadap Kecukupan ASI pada Bayi Cukup Bulan

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bayi yang berusia 0-28 hari merupakan masa kritis bagi kehidupan bayi, 2/3 kematian bayi terjadi dalam 4 minggu setelah persalinan dan 60% kematian bayi baru lahir terjadi dalam waktu 7 hari setelah lahir. Dengan pemantauan yang baik dan asuhan pada ibu dan bayi pada masa nifas dapat mencegah beberapa kematian ini (Ambarwati., Wulandari. 2009. hlm.2)
Kontak fisik antara ibu dan bayinya melalui aktifitas menyusui mengurangi stress.
Bila bayi yang baru lahir dipisahkan dengan ibunya, maka hormon stres akan
meningkat sampai 50%. Peningkatan hormon stres akan menyebabkan turunya
system kekebalan atau daya tahan tubuh bayi. Sementara itu, jika dilakukan kontak kulit ibu dan bayi, maka hormon sters akan kembali turun, sehingga bayi menjadi lebih tenang, tidak stres, serta pernapasan dan detak jantungnya lebih stabil (Prasetyono, 2006, hlm.30)

Angka keberhasilan menyusui khususnya secara ekslusif jelas meningkat di
negara maju, tetapi tampaknya, hal ini belum terjadi di negara berkembang seperti
Indonesia, justru di negara berkembang masyarakat kurang mampu, di daerah
bencana, ASI dapat membuat perbedaan yang bermakna antara tumbuh sehat dan
kurang gizi. Dari hasil penelitian Emond (1990, dlm Roesli Utami, 2006, hlm.27)
mengatakan bahwa bila bayi dibiarkan meyusui sendiri dalam usia 30 - 60 menit, tidak saja akan mempermudah menyusui tetapi juga akan menurunkan 22% angka kematian bayi di bawah 28 hari.
Keputusan Mentri Kesehatan Nomor 900/ MENKES/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktik bidan menyebutkan bahwa semua bidan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat khususnya para ibu hamil, melahirkan, dan menyusui, senantiasa berupaya memberikan penyuluhan mengenai pemberian ASI ekslusif sejak pemeriksaan kehamilan (Prasetyono, 2009, hlm.23).
Pengalaman ibu menyusui yang dikelola dengan baik, maka ibu dapat menyusui lebih berhasil, jika mereka lebih banyak kontak dengan bayi mereka. Menyusui merangsang produksi proklaktin sehingga akan meningkatkan volume dan
merangsang reflek pengeluaran ASI. Kontak yang paling dekat terjadi ketika ibu
menggunakan metode kanguru (kulit ke kulit). Penelitian yang dilakukan oleh Shiau
(1996) yang berpijak pada filosofi kanguru dalam melindungi anaknya. Seperti yang
kita ketahui, kanguru memasukkan anaknya pada kantung yang kontak langsung
dengan tubuh si ibu, setelah dilakukan penelitian ternyata cara ini mampu menekan
kematian bayi ( Shiau, Hwang, 1996. conclusion section, ¶ 1, http://www.mcn.com.
diperoleh tanggal 15 september 2009).
Perawatan kanguru berusaha memberikan kedekatan antara ibu dengan bayi yang baru dilahirkan. Menempatkan bayi langsung kontak kulit ke kulit. Hal ini memastikan fisiologis dan psikologis kehangatan dan ikatan antara ibu dan bayi.
Teknik kangguru ini pertama kali diperkenalkan oleh Neosedgar Rey dan Hector
Martine di Bogota tahun 1978. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Larimer tentang teknik kanguru menunjukkan keuntungan untuk bayi dan orang tua, bayi tidak mengalami apnea dan bradikardi, mengatur suhu tubuh, meningkatkan berat badan dan efektif untuk menyusui (Larimer, K, (1999), ¶ 4, http://www.prematurity.org. diperoleh tanggal 15 september 2009).
Studi multi center dengan randomized control trial dilakukan selama setahun
pada institusi kesehatan level tiga dan RS pendidikan di Addis Ababa (Ethiopia),
Yogyakarta (Indonesia) dan Merida (Meksiko). Tujuan studi ini adalah menilai
kelayakan, penerimaan, efektivitas dan analisa biaya metode kangguru dibandingkan
cara konvensional (ruang hangat dan inkubator). Kejadian hipotermi pada metode
kanguru secara bermakna lebih rendah dibandingkan dengan cara konvensional.
Selain itu pada kelompok metode kanguru menunjukkan pemberian ASI dan
pertambahan berat badan lebih baik, serta rawat inap di RS lebih pendek
dibandingkan kelompok konvensional. Metode kanguru terbukti layak dilakukan dan
lebih hemat dari segi perawatan alat dibanding cara konvensional (PERINASIA,
2003, hlm.3)
Perkumpulan Perinatologi Indonesia (PERINASIA) dan unit penelitian kesehatan FK UNPAD serta DEPKES melakukan studi penerimaan metode kanguru pada wanita pedesaan (Kabupaten OKU, Prop.Sumsel) dan implementasinya (Kabupaten Deli Serdang, Prop. Sumut, dan Kabupaten Maros, Prop. Sulsel), hasilnya dilaporkan bahwa umumnya wanita pedesaan menerima metode kanguru karena dianggap sesuatu yang relatife baru. Ibu yang melakukan metode kanguru berpendapat bahwa metode kanguru menyebabkan bayi lebih tenang, banyak tidur dan menyusui lebih sering. Hampir semua ibu memperoleh dukungan keluarga sewaktu memperaktekkan metode kanguru. Dari hasil studi ini, diperoleh simpulan bahwa metode kanguru layak diterapkan dan umumnya diterima oleh wanita pedesaan untuk merawat bayi secara mudah dan murah. Indonesia sangat pluralistik disarankan untuk melakukan studi serupa agar mengenal istilah lokal dan kebiasaan yang telah ada dimasyrakat untuk membantu sosialisasi metode kanguru dikemudian hari (Suradi, dkk, 1998, dalam PERNASIA, 2003, hal 4)
Survei pendahuluan peneliti pada tanggal 19 oktober 2009 di Rumah Bersalin Khadijah Medan yang dilakukan wawancara pada 2 orang pegawai RB khadijah mengatakan bahwa belum pernah melakukan metode kanguru karena malas dan tidak mengetahui prosedur melakukan metode kanguru.
Berdasarkan data di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang Efektifitas
metode kanguru terhadap kecukupan ASI pada bayi cukup bulan di RB Khadijah
Medan.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang peneliti uraikan di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah adakah pengaruh metode kanguru terhadap kecukupan ASI pada bayi cukup bulan di RB Khadijah Medan tahun 2010.

C. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengindentifikasi efektivitas metode kanguru terhadap kecukupan ASI pada bayi cukup bulan di RB Khadhijah Medan tahun 2010.
2. Tujuan Khusus
Tujuan penelitian ini adalah :
a. Mengidentifikasi karakteristik responden
b. Mengidentifikasi kecukupan ASI yang dinilai dari frekuensi BAK pada bayi cukup bulan setelah dilakukan metode kanguru pada kelompok intervensi
c. Mengindentifikasi kecukupan ASI yang dinilai dari frekuensi BAB pada bayi cukup bulan setelah dilakukan metode kanguru pada kelompok intervensi
d. Mengindentifikasi kecukupan ASI yang dinilai dari frekuensi BAK pada bayi cukup bulan pada kelompok kontrol
e. Mengindentifikasi kecukupan ASI yang dinilai dari frekuensi BAB pada bayi cukup bulan pada kelompok kontrol
f. Membandingkan efekivitas metode kanguru terhadap kecukupan ASI pada bayi cukup bulan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol .

D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Praktik Kebidanan
Hasil penelitian ini merupakan fakta teruji yang dapat dijadikan masukan bagi praktik kebidanan pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun lingkup praktik kebidanan. Teknik kangguru dengan kontak kulit langsung antara ibu dan bayi dapat dijadikan sebagai satu intervensi kebidanan.
2. Penelitian Kebidanan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan atau sumber data bagi peneliti lain yang ingin melakukan peneliti sejenis atau lebih lanjut dengan tema yang sama .

Link download KTI lengkap ini
15. Efektivitas Metode Kanguru terhadap Kecukupan ASI pada Bayi Cukup Bulan
BAB I
BAB II
BAB III-V

Baca Selengkapnya...

14. Faktor-faktor Ketidakikutsertaan Pasangan Usia Subur menjadi Akseptor KB

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Situasi dan kondisi Indonesia dalam bidang kependudukan, kualitasnya saat ini masih sangat memprihatinkan. Dengan jumlah penduduk yang sangat besar, yaitu sekitar 215 juta jiwa.Situasi dan kondisi kependudukan di Indonesia tersebut, jelas merupakan suatu fenomena yang memerlukan perhatian dan penanganan secara seksama. Salah satu upaya yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk menangani masalah kependudukan ini adalah dengan menggalakkan (dan membangun kembali) program Keluarga Berencana Nasional di Indonesia (BKKBN, 2005;1).
Menurut World Health Organization WHO) Keluarga Berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapat kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan. Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto, 2004;26).
Program KB ini mempunyai visi NKKBS dan telah dirubah menjadi keluarga berkualitas tahun 2015. Sehingga melalui program KB ini dapat dilakukan penilaian pelayanan KB yang berkualitas dengan mengikut sertakan menitikberatkan pada strategi agar pelayanan lebih mudah diperoleh dan peserta diterima oleh berbagai pasangan usia subur sehingga pasangan usia subur tertarik menjadi akseptor KB (Sarwono, 2003;44).
Meskipun program KB dinyatakan cukup berhasil di Indonesia, namun dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan - hambatan yang dirasakan antara lain adalah masih banyak pasangan usia subur yang masih belum menjadi peserta KB. Disinyalir ada beberapa faktor penyebab mengapa wanita pasangan usia subur enggan menggunakan alat kontrasepsi. Faktor - faktor tersebut dapat ditinjau dari berbagai segi yaitu segi pelayanan KB,segi kesediaan alat kontrasepsi,segi penyampaian konseling.

Dari hasil penelitian yang diketahui banyak alasan dikemukakan oleh wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi,antaralain karena mereka menginginkan anak. Alasan yang cukup menonjol adalah karena efek samping dan masalah kesehatan, dengan pasangan yang menolak 10 persen, alasan karena masalah agama 0,5 persen dan alasan yang berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi yaitu biaya yang mahal 0,8 persen (BKKBN, 2010; 3).
Berdasarkan hasil presurvey BKKBN pada tahun 2010 di Sumatera Utara, jumlah Pasangan Usia Subur sebanyak 2.120.692 peserta, pasangan yang menjad peserta KB aktif pada Agustus 2010 sebanyak 1.424.630 yakni peserta KB IUD sebanyak 1.529 peserta, metode operasi pria 171 peserta, kondom 4.360 peserta dan pil sebanyak 10.273 peserta. Sementara pasangan usia subur yang bukan peserta KB ada sebanyak 716.739 yakni 73.863 jumlah pasangan usia subur yang sedang hamil, 10.299 jumlah pasangan usia subur yang ingin mempunyai anak segera (IAS), 52.606 jumlah pasangan usia subur tidak ingin mewujudkan anak lagi (TIAL), 13.688 jumlah pasangan usia subur yang ingin anak ditunda 15.712 (BKKBN, 2010).
Sehubungan dengan hal di atas,Hartanto (2004) mengemukakan semua jajaran pembangunan diajak untuk ikut menangani program KB dengan sebaik - baiknya. Juga sekaligus mengajak semua pasangan usia subur yang potensial untuk menjadi akseptor KB yang lestari.
Target yang ingin dicapai untuk pemakaian alat kontrasepsi di Kecamatan Percut Sei Tuan sebanyak 80,55 persen, sedangkan target yang baru tercapai untuk pemakaian alat kontrasepsi di Desa Bandar Klippa sebanyak 70,00 persen. Puskesmas pembantu, dan Bidan Praktek Swasta melayani masyarakat dalam pemakaian alat kontrasepsi di desa Bandar Klippa.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik mengambil judul fakor - faktor yang mempengaruhi ketidakikutsertaan pasangan usia subur menjadi akseptor KB di Desa Bandar Klippa Kabupaten Deli Serdang.


B. Perumusan Masalah
Apakah faktor - faktor penyebab ketidakikutsertaan pasangan usia subur dalam program KB di Desa Bandar Klippa Kabupaten Deli Serdang.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk menggambarkan faktor - faktor penyebab ketidakikutsertaan pasangan usia subur menjadi akseptor KB di Desa Bandar Klippa Kabupaten Deli Serdang.
2. Tujuan Khusus
a. Menggambarkan faktor - faktor ketidakikutsertaan pasangan usia subur menjadi akseptor KB berdasarkan pengetahuan.
b. Menggambarkan faktor ketidakikutsertaan pasangan usia subur menjadi akseptor KB berdasarkan pendapatan keluarga.
c. Menggambarkan faktor ketidakikutsertaan pasangan usia subur menjadi akseptor KB berdasarkan agama.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Petugas Kesehatan
Sebagai masukan bagi petugas kesehatan dalam rangka meningkatkan pelayanan KB pada pasangan usia subur.
2. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan bahan bacaan bagi peneliti selanjutnya.
3. Bagi Responden
Menambah pengetahuan ibu, terutama bagi ibu yang pasangan usia subur tentang
KB.

Link download KTI lengkap ini
14. Faktor-faktor Ketidakikutsertaan Pasangan Usia Subur menjadi Akseptor KB
BAB I
BAB II
BAB III-V

Baca Selengkapnya...

13. Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya Minat Ibu Untuk Memilih Implant Sebagai Alat Kontrasepsi

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah utama yang sedang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang termasuk
Indonesia adalah masih tingginya laju pertumbuhan penduduk dan kurang seimbangnya
penyebaran dan struktur umur penduduk. Keadaan penduduk yang demikian telah
mempersulit usaha peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk semakin besar usaha yang diperlukan untuk mempertahankan tingkat tertentu kesejahteraan rakyat (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2004).
Keluarga Berencana telah menjadi salah satu sejarah keberhasilan pada abad ke 20 saat ini hampir 60 % pasangan usia subur di seluruh dunia menggunakan kontrasepsi. Hingga saat ini populasi dunia sudah mencapai angka 6 milyar dan lebih dari 120 juta wanita negara berkembang tidak memiliki cara mencegah kehamilan. Pada awal tahun 2000, para pakar kependudukan memproyeksikan penduduk Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 234,1 juta Angka ini merupakan proyeksi moderat yang mengasumsikan keberhasilan program Keluarga Berencana (KB) dalam menurunkan fertilitas pada periode 1997-2000 terus berlanjut.

Kontrasepsi hormon merupakan kelompok kontrasepsi yang pemakaiannya berada pada
urutan ke tiga diseluruh dunia. Sebagian besar (85 %) menggunakan kontrasepsi oral
sedangkan implant hanya 15% namun beberapa negara mungkin banyak mengandalkan salah satu metode tertentu (Glasier,2006).
Survey demografi dan kesehatan Indonesia tahun 2002 - 2003 memperlihatkan
proporsi peserta KB untuk semua tercatat sebesar 60,3 %. Bila dirinci lebih lanjut proporsi peserta KB yang terbanyak adalah suntik (27,8%), diikuti oleh pil (13,2%), IUD (6,2%), implant atau susuk KB (4,3%) sterilisasi wanita (3,7%), kondom (0,9%), sterilisasi pria (0,4%), MAL (Metode Amenore Laktasi) (0,1%), dan sisanya merupakan peserta KB tradisional masing - masing menggunakan cara tradisional, pantang berkala (1,6%) maupun senggama terputus (1,5%) dan cara lain (0,5%).(BKKBN, 2006).
Banyak perempuan yang mengalami kesulitan dalam menentukan pilihan jenis
kontrasepsi. Hal ini tidak hanya karena terbatasnya metode yang tersedia tetapi juga oleh ketidaktahuan mereka tentang persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi tersebut, berbagai faktor harus dipertimbangkan termasuk status kesehatan. Salah satu bagian dari program KB nasional adalah KB implant. Kontrasepsi untuk kebutuhan KB yang terus berkembang dari tahun ke tahun. Pemasangan implant sederhana dan dapat diajarkan dan efek sampingnya sedikit Implant merupakan kontrasepsi yang paling tinggi daya guna nya Kegagalan adalah 0,3 per 100 tahun tetapi mengapa ibu - ibu kurang berminat menggunakan alat kontrasepsi ini (Manuaba, 1998).
Kelebihan implant adalah cocok untuk wanita yang tidak boleh menggunakan obat yang mengandung estrogen, perdarahan yang terjadi lebih ringan, tidak menaikan tekanan darah, resiko terjadi nya kehamilan ektopik lebih kecil jika dibandingkan dengan pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim.(Sarwono, 1999.)
Berdasarkan hasil presurvey di BKKBN pada tahun 2009 di Sumatra Utara Jumlah
Pasangan Usia Subur sebanyak 1.982.810 peserta, pasangan yang menjadi peserta KB aktif pada Mei 2009 sebanyak 1.266.071 yakni peserta KB IUD sebanyak 2.488 peserta, Metode Operasi Wanita sebanyak 920 peserta, Metode Operasi Pria 257 peserta, Kondom 2.212 peserta, Implant 4.325 peserta, Suntik 9.974 peserta dan Pil sebanyak 10.931 peserta.
Sementara PUS yang bukan peserta KB ada sebanyak 716.739 yakni 73.863 jumlah pasangan usia subur yang sedang hamil, 213.653 jumlah pasangan usia subur yang ingin mempunyai anak segera (IAS), 249.586 jumlah pasangan usia subur tidak ingin anak lagi (TIAL), 179.637 jumlah pasangan usia subur yang ingin anak ditunda BKKBN,2009).
Secara umum alasan utama tidak menggunakan KB Implant yang paling dominan dikemukakan wanita adalah merasa tak subur (28,5%). Alasan berikutnya yang cukup menonjol adalah alasan telah mengalami menopause (16,8%). Alasan berkaitan dengan kesehatan (16,6%). Alasan efek samping (9,6%). Puasa kumpul (7,3%). merasa tidak nyaman dalam ber KB (5,2%). Dan alasan berkaitan dengan akses ke pelayanan seperti jarak jauh, tak tersedia provider (0,1-1,6%). Selain itu masih dijumpai alasan mengenai larangan suami dan budaya atau agama (2,6% dan 0,9%) (BKKBN, 2009)
Dari data yang diperoleh dari pemberdayaan wanita dinas kesehatan kota Medan peserta KB aktif pada bulan November 2009 di kecamatan Medan Marelan dari 20,830 PUS yang memakai alat kontrasepsi implant hanya 581 (3,85 %). Berdasarkan latar belakang masalah maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya minat ibu untuk memilih implant sebagai alat kontrasepsi di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut yang menjadi perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah : Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya minat ibu untuk memilih implant sebagai alat kontrasepsi di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2010 ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya minat ibu untuk memilih implant sebagai alat kontrasepsi di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2010.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui rendahnya minat ibu untuk memilih implant sebagai alat kontrasepsi berdasarkan faktor pengetahuan di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2010.
b. Mengetahui rendahnya minat ibu untuk memilih implant sebagai alat kontrasepsi berdasarkan faktor ekonomi di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2010.
c. Mengetahui rendahnya minat ibu untuk memilih implant sebagai alat kontrasepsi berdasarkan faktor pendidikan di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2010.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Petugas Kesehatan
Sebagai bahan masukan bagi petugas kesehatan dalam rangka meningkatkan pelayanan KB terutama pada ibu yang tidak menggunakan alat Kontrasepsi Implant.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan bacaan bagi institusi pendidikan dalam keagiatan proses belajar dan sebagai bahan acuan bagi penulis selanjutnya.
3. Bagi Masyarakat
Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan pelayanan KB bagi Ibu.
4. Bagi Bidang Penelitian
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi panduan atau bahan perbandingan untuk melakukan penelitian yang akan datang.

Link download KTI lengkap ini
13. Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya Minat Ibu Untuk Memilih Implant Sebagai Alat Kontrasepsi
BAB I
BAB II
BAB III-V

Baca Selengkapnya...

51. Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Tumbuh Kembang Bayi

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pencapaian pembangunan manusia ditinjau dari Indeks Prestasi Manusia (IPM) belum menunjukkan hasil yang menggembirakan karena IPM Indonesia berada pada peringkat 112 dari 117 dari negara tetangga. Rendahnya IPM sangat dipengaruhi oleh rendahnya status gizi dan kesehatan penduduk Indonesia. (Azrul, 2007).
Menurut pengelompokan prevalensi gigi kurang Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO), Indonesia tergolong sebagai negara status kekurangan gizi yang tinggi pada
tahun 2004 karena 5.119.935 balita Indonesia (28,47,%) termasuk kelompok gizi
kurang dan gizi buruk ( Falah S, 2005)
Peristiwa kembang tumbuh banyak dipengaruhi oleh faktor genetik, gizi, dan lingkungan. Dengan demikian harus diupayakan peningkatan gizi agar tidak menghambat proses tumbuh kembang.(Sulistijani, 2004).
Dari laporan Dinas Kesehatan Sumatera Utara tahun 2005 diperoleh jumlah balita
yang dibawah garis merah adalah 3,12% dari 1.270.245 jiwa dan untuk Kabupaten Deli
Serdang jumlah balita di bawah garis merah adalah 0.62% dari 161.387 jiwa (Dinkes
Sumut, 2005).

Sedangkan menurut laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang berdasarkan data Puskesmas Tanjung Morawa tahun 2006 diperoleh jumlah balita yang dibawah garis merah adalah 0,17% dari 8.660 jiwa (Dinkes Deli Serdang, 2006).
Berbagai sistem tubuh tumbuh dengan kecepatan yang berbeda-beda, misalnya
pertumbuhan jaringan otak dan sistem saraf berlangsung secara maksimal pada dua
tahun pertama, kemudian pada tahun berikutnya berlangsung lambat. Pertumbuhan
sistem saraf yang pesat disertai dengan perkembangan keterampilan anak seperti
adaptasi sosial, kemampuan berbicara, dan berjalan. Oleh karena itu, jika terjadi
gangguan pertumbuhan pada anak akan mempengaruhi sistem saraf, yang pada
akhirnya menyebabkan kelambatan perkembangan keterampilan. (Sulistijani, 2004).
Berdasarkan laporan kesehatan, sekitar 5%-10% dari jumlah anak yang ada memiliki gangguan perkembangan dalam berbicara dan berbahasa. Perkembangan tidak
hanya berbicara, namun juga berkomunikasi seperti memahami lambang bahasa
menulis dan kemampuan visualisasi atau menunjukkan sesuatu. (Zoelandari, 2007).
Suatu kelainan biasa terjadi jika ada faktor genetika atau karena faktor lingkungan
yang tidak mampu mencukupi kemampuan dasar tumbuh kembang anak. Peran
lingkungan, menjadi faktor penting untuk mencukupi kebutuhan dasar tumbuh kembang
anak yaitu kebutuhan psikososial (asih dan asuh). Lingkungan ini terdiri dari lingkungan mikro (Ibu atau pengganti ibu), lingkungan mini (ayah, kakak, adik, dan status sosial ekonomi), lingkungan mesco (hal-hal diluar rumah). (Sisworo, 2004).
Berdasarkan penjajakan awal di posyandu di Batang Kuis dari 55 bayi terdapat 21
bayi yang mempunyai berat badan yang tetap artinya tidak ada peningkatan berat badan
setiap bulannya. Secara normal bayi yang sehat adalah harus mengalami peningkatan
berat badan setiap bulan dan sesuai dengan tingkat usia dalam pertumbuhan
perkembangan pertambahan usianya. Atas informasi tersebut diatas penulis berkeinginan meneliti tentang bagaimana sebenarnya ”Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Tumbuh Kembang Bayi di Klinik Nurhalmah Batang Kuis Medan 2008”.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah ”Bagaimana Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Tumbuh
Kembang Bayi di Klinik Nurhalmah Batang Kuis Medan Tahun 2008”.

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Tumbuh Kembang Bayi di Klinik Nurhalmah Batang Kuis Medan Tahun 2008.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang tumbuh kembang bayi berdasarkan tingkat pendidikan.
b. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang tumbuh kembang bayi berdasarkan sumber informasi.

1.4 Manfaat Penelitian
a. Sebagai sumber informasi bagi Klinik Nurhalmah Batang Kuis Medan untuk upaya promotif dan preventif bagi pelayanan yang diberikan kepada ibu yang memiliki bayi.
b. Untuk tenaga kesehatan agar lebih meningkat dan mengupayakan pelayanan yang berbentuk promotif dalam upaya meningkatkan gizi bayi.

Link download KTI lengkap ini
51. Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Tumbuh Kembang Bayi
BAB I
BAB II
BAB III-VI

Baca Selengkapnya...

50. Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rumah Tangga

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat
panjang. Perbedaan ini dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikontruksikan secara sosial dan budaya. Pada akhirnya perbedaan ini dianggap sebagai ketentuan Tuhan yang tak bisa diubah.
Kekerasan dalam rumah tangga dalam berbagai bentuk sering terus berlangsung meskipun
perempuan-perempuan tersebut sedang mengandung. Konsekuensi paling merugikan bagi perempuan yang menjadi korban kekerasan dan dampak terhadap kondisi kesehatan mentalnya.
Dampak ini terutama menonjol pada perempuan korban kekerasan seksual. Dalam tindak perkosaan, misalnya yang diserang memang tubuh perempuan. Namun, yang dihancurkan adalah seluruh jati diri perempuan yaitu kesehatan fisik, mental psikologi dan sosialnya (Tono Hadi, 2007).

Maraknya isu “Kekerasan Terhadap Perempuan”, menjadi rangkaian kosakata yang cukup
populer dalam beberapa tahun belakangan ini, telah memasuki wilayah yang paling kecil dan ekslusif, yaitu keluarga. Di Amerika Serikat sendiri yang konon negara pengusung Hak Asasi Manusia, justru menunjukkan laporan yang cukup mengejutkan. Andrew L. Sapiro dalam bukunya berjudul “Amerika No. 1” menyebutkan bahwa kita nomor satu dalam pemerkosaan yaitu 114 per 100.000 penduduk”. Departemen kehakiman AS sampai akhir 1992 menyebutkan bahwa 20% pemerkosaan adalah bapaknya sendiri, 26% orang dekatnya, 31% orang dikenalnya, 4% orang yang tak dikenalnya.
Komnas perempuan mencatat bahwa kekerasan terhadap perempuan di Indonesia terus
meningkat dari tahun ke tahun. Catatan tahun 2004, misalnya menyebut 5.934 kasus kekerasan terhadap perempuan, 2.703 adalah kasus KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga). Tercakup dalam kategori ini dalam kekerasan terhadap istri sebanyak 2.025 kasus (75%) kekerasan tehadap anak perempuan 389 kasus (24%) dan kekerasan terhadap keluarga lainnya 23 kasus (1%) (Emma Adji, 2006).
Rifka Annisa Women’s Crisis Center di Jogjakarta yang berkiprah dalam kenangan perempuan korban kekerasan mencatat, hingga Mei 2006 terdapat 900 kasus dan 619 diantaranya adalah kasus KDRT (Wardani Mag, 2007).
Dari data yang dihimpun IBH-APIK Medan, setidaknya ada 1520 kasus yang sialami
perempuan dan anak dengan berbagai kasus, seperti kejahatan seksual sebanyak 648 kasus, kekerasan fisik dan psikis 303 kasus, perampokan terhadap perempuan 208 kasus, kematian tidak wajar 148 kasus, penganiayaan 118 kasus, trafiking 64 kasus, bayi dibunuh 19 kasus, kekerasan terhadap buruh 7 kasus dan penculikan 4 kasus (http://www.kebumen.go.id,16-08-2007)
Dari kasus perceraian yang ada di Kabupaten Langkat stabat di Pengadilan Agama tahun 2006 sebanyak 114 kasus, yaitu masalah ekonomi 5 kasus, tidak ada tanggung jawab 22 kasus, tidak ada keharmonisan 84 kasus, gangguan pihak ketiga 2 kasus dan perceraian lainnya 1 kasus. Tahun 2007 yaitu sebanyak 196 kasus, yaitu masalah tidak ada tanggung jawab sebanyak 95 kasus dan tidak ada keharmonisan 101 kasus (Pengadilan Agama, 12-11-2007).
Berdasarkan permasalahan yang tertera diatas, bahwa kekerasan dalam rumah tangga sangat terkait dengan Hak Asasi Manusia. Dan memberikan dampak yang merugikan bagi kesehatan wanita, dengan dasar itu pula penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga
1.2. Pertanyaan penelitian
Bagaimana Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Desa Sambi Rejo Dusun V Kec. Binjai Kab. Langkat Tahun 2007.

1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang dampak Kekerasan Terhadap
Perempuan Dalam Rumah Tangga di Desa Sambi Rejo Dusun V Kec. Binjai Kab.
Langkat.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui distribusi umur ibu tentang dampak kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga di Desa Sambi Rejo Dusun V Kec. Binjai Kab. Langkat.
2. Mengetahui distribusi pendidikan ibu tentang dampak terhadap kekerasan dalam rumah tangga di Desa Sambi Rejo Dusun V Kec. Binjai Kab. Langkat.
3. Mengetahui distribusi pekerjaan ibu tentang dampak kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga di Desa Sambi Rejo Dusun V Kec. Binjai Kab. Langkat.
4. Mengetahui distribusi sumber informasi tentang dampak kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga di Desa Sambi Rejo Dusun V Kec. Binjai Kab. Langkat.


1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Menambah pengalaman dan pengetahuan bagi penulis dalam melaksanakan penelitian khususnya mengenai dampak kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga.
1.4.2. Hasi penelitian ini dapat menjadi masukan bagi petugas kesehatan untuk dapat memberikan konseling tentang dampak kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga.

Link download KTI lengkap ini
50. Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rumah Tangga
BAB I
BAB II
BAB III-VI

Baca Selengkapnya...

49. Gambaran Kecemasan Pasangan Infertil yang Berkunjung Ke RS

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menikah dan memiliki keturunan adalah suatu fase yang dijalani oleh manusia
dalam siklus kehidupanya. Memiliki keturunan sebagai penerus generasi dirasakan
sebagai suatu keharusan oleh sebagian masyarakat kita. Keberadaan anak dianggap
mampu menyatukan dan menjaga agar suatu keluarga atau pernikahan tetap utuh
(Wirawan, 2004).
Infertilitas (kemandulan) merupakan masalah kesehatan, dimana pasangan suami
istri tidak mengetahui kalau pasangannya mengalami infertilitas dan penyebab
terjadinya infertilitas. Infertilitas ini membutuhkan perhatian di seluruh dunia maupun di Indonesia, karena banyaknya pasangan infertil di Indonesia khususnya
pada wanita yang pernah kawin tapi tidak mempunyai anak. Sedangkan di negara-
negara maju seperti Amerika, Jepang ditemukan kasus infertil baik dari laki-laki
maupun perempuan sekitar 80% jumlah pasangan infertil diperoleh sekitar 400 juta
pasangan (Siswono, 2003).

Menurut Worlth Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa jumlah pasangan infertilitas sebanyak 36% diakibatkan adanya kelainan pada si ayah, sedangkan 64% berada pada si ibu. Hal ini di alami 17% pasangan yang sudah menikah lebih dari 2 tahun belum mengalami tanda-tanda kehamilan bahkan sama sekali belum pernah hamil (Addy, 2010).
Beberapa daerah di Indonesia, wanita sering kali disalahkan menjadi penyebab
infertilitas yang tidak bisa hamil. Padahal, masalah infertilitas dapat berasal dari
pihak laki-laki, perempuan ataupun interaksi keduanya. Menurut penelitian
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) di Jakarta, 36% infertilitas
diakibatkan adanya kelainan pada si ayah, sedangkan 64% ada pada si ibu.
Penyelidikan lamanya waktu yang diperlukan untuk menghasilkan kehamilan menunjukkan bahwa 32,7% hamil dalam satu bulan pertama, 57,0% dalam 3 bulan, 72,1% dalam 6 bulan, 85,4% dalam 12 bulan, dan 93,4% dalam 24 bulan. Waktu median yang diperlukan untuk menghasilkan kehamilan adalah 2,3 bulan sampai 2,8 bulan. Makin lama pasangan itu kawin tanpa kehamilan, makin turun kejadian kehamilannya. Oleh karena itu, kebanyakan dokter baru menganggap ada masalah infertilitas jika pasangan yang ingin punya anak itu telah dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan lebih dari 12 bulan (Hetty, 2009).
Kegagalan mempunyai anak pada pasangan suami istri akan menyebabkan rasa
sedih yang mendalam, membuat perasaan bersalah dan membuat stress. Stress
berperan besar menyumbang angka kemungkinan infertilitas, yaitu sebesar 15-20 %.
Ketika seseorang mengalami kondisi jiwa demikian bisa menyebabkan gangguan
ovulasi spermatogenesis, spasme tuba fallopi dan disfungsi seksual yaitu menurunnya
frekuensi hubungan suami istri. Aspek gaya hidup ternyata juga menyumbang 15-
20% pengaruh terhadap angka kejadian infertilitas. Salah satu trend seperti menunda
usia perkawinan demi mengejar karier yang cukup marak beberapa tahun belakangan ini. Padahal tingkat kesuburan wanita akan menurun mulai usia 35 tahun (Yan,
2008).
Faktor-faktor organik/psikologi merupakan penyebab terjadinya infertilitas,
karena ketakutan yang berlebihan (emotion stress) dapat juga menurunkan kesuburan
wanita. Selain itu pendapat umum mengatakan bahwa ketegangan jiwa/kecemasan
dapat menyebabkan spasmus di daerah antara uterus dan tuba (utero-tubal junction).
Di negara Jugoslavia ditemukan 678 kasus dengan keluhan sterilias, 544 kasus
(81,6%) disebabkan oleh kelainan organik, dan 124 kasus (18,4%) disebabkan oleh faktor penanggulangan infertilitas dan subfertilitas yang mempunyai kadar psikologi sebaiknya dilakukan dengan pendidikan psikologi (Prawirohardjo, 2003).
Infertilitas tersebar diseluruh dunia termasuk Indonesia antara lain ditemukan di
sumatera utara khususnya medan banyak keluarga memelihara kucing dan anjing.
resikonya adalah mendapat zoonosis berupa semacam kuman antara lain protozoa
penyakit disentri dan toxoplasmosis. Saat ini dilaporkan bahwa infeksi oleh kuman
TORCH pada wanita bisa menyebabkan infertilitas. 70 % wanita yang infertil
terinfeksi oleh kuman TORCH (Vitahealth, 2007).
Berdasarkan data yang dikumpulkan peneliti dari bulan September - November
2010 terdapat sebanyak 32 pasangan infertil yang berkunjung ke RS Adenin Adenan
Medan, 28 pasangan dengan infertilitas primer dan 4 pasangan dengan infertilitas
sekunder.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah gambaran kecemasan pasangan infertil yang berkunjung ke RS Adenin Adenan Medan Tahun 2010”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengidentifikasi gambaran kecemasan pasangan infertil yang berkunjung ke RS Adenin Adenan Medan Tahun 2010
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi adanya kecemasan pasangan infertil yang berkunjung ke RS Adenin Adenan Medan Tahun 2010.
b. Untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan pasangan infertil yang berkunjung ke RS Adenin Adenan Medan Tahun 2010.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pasangan Infertil
Sebagai sumber informasi terhadap kecemasan infertilitas khususnya pada pasangan infertil
2. Bagi Pendidikan
Sebagai bahan referensi dan bahan bacaan di perpustakaan serta sebagai bahan penelitian selanjutnya.
3. Bagi Peneliti
Untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang telah didapat selama pendidikan dan menambah wawasan dan pengalaman. Sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan D IV Kebidanan.

Link download KTI lengkap ini
49. Gambaran Kecemasan Pasangan Infertil yang Berkunjung Ke RS
BAB I
BAB II
BAB III-VI

Baca Selengkapnya...

48. Gambaran Kecemasan Dan Nyeri Persalinan Pada Ibu Primigravida

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem Kesehatan Nasional adalah suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan dimaksud dalam pembukaan UUD 1945. Salah satu tolak ukur untuk menilai kemajuan program pembangunan kesehatan adalah faktor derajat kesehatan, yang diuraikan dalam berbagai variabel seperti lamanya hidup, kematian, kesakitan, dan lain-lain. Variabel ini dijabarkan ke dalam indikator
misalnya angka harapan hidup, angka kematian kasar, angka kesakitan, dan lain-lain Depkes RI, 2008).
Kasus kematian ibu melahirkan di Indonesia tergolong cukup tinggi. Pada tahun 2015 mendatang angka kematian ibu melahirkan ditargetkan menurun menjadi 103 per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian di Indonesia saat ini tergolong masih tinggi yaitu mencapai 228 per kelahiran hidup.

Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari
uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks (Asuhan Persalinan Normal, 2008).
Kecemasan (Ansietas) adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Gangguan ansietas adalah sekelompok kondisi yang memberi gambaran penting tentang ansietas yang berlebihan yag disertai respon perilaku, emosional, dan fisiologis. Individu yang mengalami gangguan ansietas dapat memperlihatkan perilaku yang tidak lazim seperti panik tanpa alasan, takut yang tidak dapat dijelaskan atau berlebihan (Viebeck Sheila L, 2008).
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat dari kerusakan jaringan yang actual atau potensial. Kebanyakan sensasi nyeri
adalah akibat dari stimuli fisik dan mental atau stimuli emosional (Smeltzer, Suzanne C, 2002).
Proses persalinan merupakan peristiwa yang melelahkan sekaligus beresiko, tidak mengherankan calon yang akan melahirkan diselimuti rasa takut, panik, dan gugup. Seorang wanita yang merasa cemas pada saat persalinan dapat mengancam keselamatannya dan bayinya. Kecemasan juga mengakibatkan terjadinya penurunan aliran darah ke rahim, kontraksi rahim menurun, lamanya kala I, turunnya aliran darah ke plasenta, rendahnya oksigen yang tersedia untuk janin. Penyebab kecemasan yang dirasakan oleh ibu pada saat menjelang persalinan antara lain : takut akan peningkatan nyeri, takut persalinan akan melukai bayinya, kurang pengetahuan tentang proses persalinan, takut kehilangan kontrol, takut tidak dapat merawat bayinya, takut akan pengabaian ayah dari si bayinya, kepercayaan-kepercayaan yang mengatakanbahwa melahirkan itu sakit (Simkim&Anchefa 2005).
Ketika seorang ibu menghadapi proses persalinan diiringi dengan ketakutan dan
sangat cemas serta tegang, tak yakin pada diri sendiri maka ketegangan ini bisa
menyebabkan tekanan pada serviks dan rahim sehingga akan lebih banyak rasa sakit / nyeri yang ditimbulkan (Mander, 2005).
Oleh karena itu yang terpenting bagi ibu adalah adanya dukungan dan motivasi
dari orang yang ada di sekelilingnya, demi membesarkan hati serta membantunya
menghadapi persalinan secara normal. Jika para ibu diperhatikan dan diberi dukungan
selama persalinan dan kelahiran bayi, maka ibu akan mendapat rasa aman dan itu dapat
membantunya dalam mengahadapi persalinan secara normal (Asuhan Persalinan
Normal, 2007).
Hodnett (1995), dalam penelitiannya mengindikasikan bahwa kehadiran dukungan dari orang-orang yang dilatih akan mengurangi durasi kelahiran, mengurangi kecenderungan penggunaan obat-obatan pengurang rasa nyeri dan menurunkan kejadian kelahiran secara secsio sesaria.
Oleh karena hal tersebut penulis tertarik untuk meneliti “Gambaran Kecemasan dan Nyeri Persalinan pada Ibu Primigravida”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Gambaran Kecemasan dan Nyeri Persalinan pada ibu Primigravida?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini merupakan untuk mengetahui Tujuan Umum :
1. Untuk mengetahui gambaran kecemasan dan nyeri persalinan yang terjadi pada ibu primigravida.
Tujuan Khusus :
1. Untuk mengetahui karakteristik ibu primigravida yang mengalami kecemasan dan nyeri persalinan.
2. Untuk mengetahui tingkat kecemasan yang terjadi pada ibu primigravida.
3. Untuk mengetahui tingkat nyeri persalinan yang terjadi pada ibu primigravida.

D. Manfaat Penelitian
1. Pelayanan Kebidanan
Sebagai masukan bagi pelayanan kesehatan terkhusus bidan agar mampu melayani dan menghadapi rasa cemas, nyeri pada ibu bersalin dengan memberikan asuhan kebidanan dengan benar dan tepat.
2. Perkembangan Ilmu Kebidanan
Sebagai masukan bagi perkembangan ilmu kebidanan dalam menghadapi ibu yang
mengalami rasa cemas yang dapat mengakibatkan meningkatnya rasa nyeri pada
ibu bersalin.

Link download KTI lengkap ini
48. Gambaran Kecemasan Dan Nyeri Persalinan Pada Ibu Primigravida
BAB I
BAB II
BAB III-VI

Baca Selengkapnya...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...