KTI-SKRIPSI: 2011-11-27

07.gambaran citra diri pada siswa penderita acne vulgaris

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kulit dapat dengan mudah dilihat dan diraba, kulit menjamin kelangsungan hidup, kulitpun menyokong penampilan dan kepribadian seseorang. Dengan demikian kulit pada manusia mempunyai peranan yang sangat penting, Fungsi utama kulit ialah proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh (termogulasi), pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D dan keratinisasi (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 1999)
Selain fungsi utama yang menjamin kelangsungan hidup, kulit juga mempunyai arti lain yaitu sebagai indikator sistemik yang efektif dan sarana komunikasi non verbal antara individu satu dengan yang lain. Maka tak heran banyak kaum perempuan dan lelaki yang tidak segan–segan mengeluarkan banyak biaya dan waktu untuk memeliharanya agar si kulit selalu tampak sehat dan tidak ternoda.

Dalam kehidupan ini seseorang diganggu ketenangannya karena kulit yang semula mulus menjadi bertotol–totol, kerena penuh jerawat atau dalam istilah kedokteran disebut acne.Hal ini merupakan masalah yang terdapat pada lebih dari 80% orang–orang muda. Karena hampir setiap orang pernah menderita penyakit ini, Maka sering dianggap sebagai kelainan kulit yang timbul secara fisiologis. Kligmen pernah mengatakan bahwa acne vulgaris jarang terdapat pada waktu lahir, namun ada kasus yang terjadi pada masa bayi. Betapapun baru pada masa remajalah acne vulgaris menjadi salah satu problem. Umumnya insiden terjadi pada sekitar umur 14–17 tahun pada wanita, 16–19 tahun pada pria dan pada masa itu lesi yang predominan adalah komedo dan papul dan jarang terlihat meradang (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999)
Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan ditempat penelitian yaitu SMA Negeri 1 Suboh Kecamatan Suboh Kabupaten Situbondo khususnya kelas 2 pada tanggal 7 oktober 2006 dari 240 siswa terdapat 65 siswa yang terkene acne vulgaris. Dari 65 siswa yang terkena acne vulgaris hanya 30 siswa yang mau dijadikan responden untuk diteliti oleh peneliti.Sehingga masalah acne vulgaris ini menarik untuk diteliti lebih lanjut.Disamping jumlah siswa yang telah memenuhi kriteria dalam sampel penelitian ini, Serta adanya berbagai macam tanggapan dari siswa yang mengalami gangguan citra diri,Sehingga peneliti berkeinginan untuk lebih jauh meneliti tentang gambaran citra diri pada siswa penderita acne vulgaris di SMA Negeri 1 Suboh Kecamatan Suboh Kabupaten Situbondo.
Masa remaja merupakan masa dimana seseorang mengalami perubahan sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak–kanak pada umumnya ke arah bentuk tubuh orang dewasa. Terjadi pula perubahan sikap dan sifat yang menonjol terutama terhadap teman sebaya, lawan jenis, terhadap permainan anggota keluarga. Secara biologis periode pubertas, menunjukkan perubahan–perubahan khusus bagi anak–anak yang mengalami perkembangan fisik. Yang perlu dipahami ialah perubahan–perubahan tersebut terjadi dalam masa remaja (adolesensi) yang menyebabkan remaja sanggup melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan (Sudarsono, 1993)
Salah satu ciri remaja adalah memperhatikan tampangnya, bagi seorang remaja kebaikan atau kejelekan penampilan merupakan hal yang penting. Dan selalu membandingkan dirinya dengan gambar–gambar reklame dan dalam film-film. Seorang anak remaja yang merasa bahwa penampilannya kurang baik diantara anak–anak lainnya mengundurkan diri dari kegiatan–kegiatan bersama anak–anak lainnya dan mengembangkan sikap–sikap negatif. Dia senantiasa cemas mengenai pendapat orang lain mengenai dirinya. Sehingga dia merasa malu dan rendah diri. (Soesilo Windra dini, 1993).
Menurut M Ninik Handayani, S.Psi rendah diri adalah kondisi dimana seseorang tidak dapat menghargai dan menerima diri sendiri sejajar dengan orang lain, merasa ada hambatan dalam segala hal dan dirinya merasa punya kekurangan. Banyak masalah yang dialami oleh remaja yang berasal dari keadaan rasa rendah diri. Rasa rendah diri dapat terjadi sejak usia anak–anak dan dapat muncul juga ketika remaja, untuk itu keadaan rasa rendah diri ini perlu mendapatkan perhatian yang serius oleh karena perasaan yang tepat dapat menghindarkan remaja dari kegagalan masa depan. (WWW // http. Googgle. Com // tumbuh kembang)

1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran citra diri pada siswa penderita acne vulgaris di SMA Negeri 1 Suboh Kecamatan Suboh Kabupaten Situbondo?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran citra diri pada siswa penderita acne vulgaris di SMA Negeri 1 Suboh Kecamatan Suboh Kabupaten Situbondo
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengetahui prevalensi siswa penderita acne vulgaris di SMA Negeri 1 Suboh Kecamatan Suboh Kabupaten Situbondo.
1.3.2.2 Mengidentifikasi citra diri siswa penderita acne vulgaris di SMA Negeri 1 Suboh Kecamatan Suboh Kabupaten Situbondo.

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Siswa SMU N 1 Suboh dan Masyarakat
Memberikan bukti empiris kepada siswa dan masyarakat berkaitan dengan citra diri.
1.4.2 Bagi Peneliti
Peneliti dapat mengetahui gambaran citra diri pada siswa penderita acne vulgaris.
1.4.3 Bagi Perawat
Meningkatkan pengetahuan perawat tentang citra diri pada siswa penderita acne vulgaris sehingga mampu memberikan panatalaksanaan yang tepat.
1.4.4 Bagi Institusi Tempat Penelitian
Sebagai bahan masukan bagi pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling.

1.5 Batasan Penelitian
Untuk mengarahkan ruang lingkup penelitian, Peneliti membatasi penelitian ini hanya pada siswa kelas 2 yang menderita acne vulgaris dan memenuhi kriteria dalam sampel penelitian di SMA Negeri 1 Suboh Kecamatan Suboh Kabupaten Situbondo pada tahun 2007.


Link download artikel lengkap ini
07.gambaran citra diri pada siswa penderita acne vulgaris

Baca Selengkapnya...

06.faktor-faktor yang mempengaruhi kesembuhan Klien TB Paru

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Penyakit tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang langsung di sebabkan oleh kuman TB ( Mycobacterium Tuberculosis ), sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lainnya, kuman ini bersifat bakteri tahan asam (BTA+ ) keunggulan bakteri TB dalam tubuh manusia dapat hidup tahan lama sehingga membutuhkan pengobatan dalam jangka waktu lama, karena pasien merasa jenuh atau bosan sehingga pasien tidak teratur minum obat. Mycobacterium Tubercolusis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, Menurut WHO di perkirakan setiap tahun penduduk dunia terjadi sekitar 9 juta penderita baru TB dengan kematian 3 juta orang. Di negara berkembang kematian ini merupakan 25 % dari jumlah kematian yang sebenarnya diadakan pencegahan (Dep.Kes RI, 2002 : 1-2 ).

WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru TB paru di mana sekitar 1/3 penderita terdapat di puskesmas, di pelayanan rumah sakit atau klinik pemerintah dan swasta, praktek swasta dan sisanya belum terjangkau unit pelayanan kesehatan sedangkan kematian TB paru sekitar 140.000 pertahun, cakupan TB paru dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Shortcourse) baru mencapai 10% atau pengawasan langsung menelan obat jangka pendek mencapai 45%. Jumlah ini merupakan dibawah target yang ditetapkan oleh WHO, untuk penanganan kasus TB yang ditargetkan WHO sebesar 70%. Hal ini disebabkan karena pengobatan yang tidak teratur dalam minum obat sehingga kemungkinan telah timbul kekebalan kuman TB terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT) secara meluas atau Multi Drug Resistence (MDR). Dari hasil survey jumlah yang di kroscek di puskesmas Mrican pada tahun 2004 di temukan 40 penderita, 2005 ditemukan 57 penderita, tahun 2006 ditemukan 60 penderita. ( Dep.Kes RI, 2002).
Sejak tahun 1995 secara nasional Indonesia menerapkan program pemberantasan TB paru, yang dilaksanakan dengan strategi DOTS, keuntungan strategi DOTS adalah metode pengobatan penderita TB paru tidak lagi dengan rawat inap tetapi dengan berobat jalan, maka pemberantasan penyakit TB paru berubah menjadi program penanggulangan TB paru, kunci sukses penanggulangan TB paru adalah menemukan penderita dan mengobati sampai sembuh dengan jalan minum obat secara teratur, meskipun Indonesia sudah menerapkan strategi DOTS namun menurut WHO Indonesia masih menduduki urutan ketiga (Dep.Kes RI, 2002:1).
Sosialisasi kedisiplinan dalam menjalani terapi bagi penderita tuberkolosis (TB) perlu dipergencar. Soalnya, ketidakdisiplinan bisa menyebabkan multi drug resistent (MDR) tuberkulolis atau resisten terhadap obat TB. Akibat terburuk dari MDR adalah penyakit bertambah parah dan bahkan berakhir pada kematian.
Menurut Tim Gerakan Terpadu Penanggulangan TB Nasional (Gerdunas TB) dr Tjandra Yoga Aditama SpP(K)DTM&H MARS, disiplin merupakan bagian dari kunci sukses terapi TB. Namun nyatanya, “Banyak pasien melanggar aturan terapi TB dengan berbagai alasan,” ujarnya. Ketidakdisiplinan menjalani terapi TB bisa memicu penyebaran virus TB yang makin luas. Virus pun bisa menjadi resisten terhadap obat TB sehingga memerlukan penanganan khusus dengan obat-obatan lini kedua. Penyakit TB, bisa disembuhkan, tetapi tingkat kesembuhannya juga ditentukan oleh disiplin atau tidaknya penderita TB meminum obat sesuai aturan dosis dan waktu (Investor Daily, 25 February 2007).
Penderita TB diharapkan mau periksa dan meminum obatnya secara rutin. Setelah 2 bulan pertama pengobatan, virus TB akan melemah dan tak menular lagi. Jika pengobatan terus dilakukan sampai 6 bulan maka akan sembuh secara total. Namun jika pasien enggan meminum obatnya lagi setelah 2 maka akan berakibat virus tersebut menjadi kebal dan tak mempan obat lagi. Jika sudah begini maka akan lebih sulit diobati lagi. Untuk itu diharapkan dalam pengobatan penderita TB pihak keluarga juga ikut mengawasi dan mendorong untuk minum obat secara teratur. Sehingga pengobatan selama 6 bulan tak boleh putus dan gagal. Untuk pemberantasan TB dan mencegah resiko penularan masyarakat diminta juga aktif berperan dalam menemukan sumber penularan (www.bantul.go.id, 2005).
Dalam masa pengobatan seorang penderita TB paru diharuskan meminum obat secara tekun dan teratur, tetapi jangka waktu minum obat yang terlalu lama hal ini menyebabkan ketidakteraturan terhadap pengobatan atau terapi yang telah diberikan dengan alasan bosan, putus asa dan merasa sudah sembuh. Sehingga disini motivasi dan peran keluarga dalam menjalani terapi pengobatan sangat diperlukan oleh masing-masing penderita TB untuk kesembuhan. Dari uraian diatas bahwa penderita TB paru setiap tahun terjadi peningkatan salah satunya dikarenakan banyak pasien yang tidak teratur dalam pengobatan. Oleh karena itu, peneliti tertarik mengambil judul “Faktor –faktor yang mempengaruhi kesembuhan klien TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Mrican – Kediri.

1.2 Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang diuraikan diatas maka permasalahannya yang muncul adalah Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi kesembuhan Klien TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Mrican- Kediri?

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi kesembuhan klien TB paru diwilayah kerja puskesmas Mrican Kediri
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi kesembuhan klien TB paru yang disebabkan faktor motivasi.
1.3.2.2 Mengidentifikasi kesembuhan klien TB paru yang disebabkan faktor keluarga

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
1. Menambah wawasan serta pengalaman dalam hal penanganan atau pengobatan klien TB paru.
2. Menambah pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan dalam memberikan asuhan keperawatan secara spesifik pada pasien TB paru terutama tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesembuhan klien TB paru.
1.4.2 Bagi masyarakat
Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui penyuluhan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesembuhan klien TB paru.
1.4.3 Bagi tenaga kesehatan puskesmas Mrican
Sebagai masukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesembuhan klien TB paru di wilayah kerja puskesmas Mrican-kediri
1.4.4 Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai bahan masukan dan sebagai pedoman dalam proses belajar mengajar.


Link download artikel lengkap ini
06.faktor-faktor yang mempengaruhi kesembuhan Klien TB Paru

Baca Selengkapnya...

05.faktor-faktor yang mempengaruhi ISPA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG
Infksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah proses inflamasi yang disebabkan oleh Virus, Bakteri, atipikal (Mikro Plasma), atau aspirasi substansi asing, yang melibatkan suatu atau semua saluran pernafasan (Wong, Donna L, 2003).Faktor-faktor yang mempengarahi penyebab penyakit ISPA meliputi:factor usia,faktor polusi udara,faktor lingkungan.faktor adanya penyakit kronis,faktor kurangnya daya tahan tubuh,faktor kontak dengan orang yang terinfeksi (Wong,Donna L,2003).

ISPA merupakan salah satu penyakit yang paling banyak penderitanya terutama dinegara-negara maju maupun yang sedang berkembang. ISPA merupakan masalah kesehatan yang sangat penting karena dapat menyebabakan kematian yang cukup tinggi.Data yang diperoleh di Dunia bahwa penderita ISPA pada tahun 2006 berjumlah 7.200.000 jiwa , data yang diperoleh di Indonesia penderita ISPA pada tahun 2005 berjumlah 17.765 jiwa, data penderita ISPA pada tahun 2006 berjumlah 20.886 jiwa,data penderita ISPA pada tahun 2007 berjumlah 73.040 jiwa. Data penderita ISPA di wilayah Kediri pada tahun 2005 berjumlah 2.350 jiwa,data penderita ISPA pada tahun 2006 berjumlah 2.500 jiwa, data penderita pada tahun 2007 berjumlah 2.630 jiwa. ( www. Dot media center. Co. id ). Berdasarkan data dari Puskesmas Mrican Kec. Mojoroto Kota Kediri jumlah penderita ISPA pada tahun 2005 berjumlah 1.645 jiwa, penderita ISPA tahun 2006 berjumlah 1.849 orang, penderita bulan Januari – Agustus tahun 2007 berjumlah 1.200 jiwa.
ISPA disebabkan oleh virus yang masuk kedalam saluran pernapasan, ISPA tersebut dapat dipengaruhioleh beberapa faktor antara lain: Usia, polusi udara, lingkungan, adanya penyakit kronis, kurangnya daya ketahanan tubuh, gejala yang timbul berupa batuk, demam, pilek, nyeri dada. Penularanya melalui saluran pernapasan dan dapat menimbulkan berbagai penyakit paru dan saluran napas. Oleh sebab itu perlu penanganan tindak lanjut agar ISPA tidak semakin merajalela kerena tidak segera di tanggulangi sehingga berdampak membahayakan bagi penderitannya seperti terjadi kematian pada penderita tersebut ( Wong, Donna l, 2003 ).
Sudah seharusnya upaya pencegahan ISPA menjadi tugas dan tanggung jawab dari segenap lapisan masyarakat serta tim kesehatan khususnya keperawatan, dengan usaha penyuluhan dan pengobatan bagi penderita ISPA yaitu: pertama obat – obatan simtomatik untuk menghilangkan gejala seperti batuk dan obat demam. Kedua obat untuk meningkatkan daya tahan tubuh dapat berupa vitamin dan dapat berupa jenis infus untuk mengatasi cairan yang hilang, bisa juga berupa makanan bergizi. Ketiga obat untuk mengatasi penyakit yang umumnya diberi anti biotik baik dalam bentuk oral maupun disuntikkan, dari komponen tersebut diatas upaya membantu pencegahan dan pemberantasan ISPA ( Kompas. Co. id ).
Dari fenomena diatas maka peneliti tertarik untuk mengembangkan judul penelitian tentang, faktor-faktor penyebab penyakit ISPA di puskesmas Mrican Kec. Mojoroto Kota Kediri.

1.2. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah faktor-faktor yang mempengaruhi ISPA di Puskesmas Mrican Kec. Mojoroto Kota Kediri?

1.3. TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 TUJUAN UMUM
Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit ISPA di Puskesmas Mrican Kec. Mojoroto Kota Kediri.

1.3.2 TUJUAN KHUSUS
1. Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi ISPA dari faktor usia.
2. Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi ISPA dari faktor polusi udara.
3. Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi ISPA dari faktor lingkungan.
4. Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi ISPA dari faktor adanya penyakit kronis.
5. Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi ISPA dari faktor kurangnya daya ketahanan tubuh.
6. Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi ISPA dari faktor adanya kontak dengan orang yang terinfeksi ISPA.
1.4. MANFAAT PENELITIAN
1.4.1. Bagi Peneliti
1.4.1.1. Dari hasil penelitian ini, peneliti dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ISPA dan sebagai tambahan ilmu pengetahuan
1.4.1.2. Sebagai syarat pemenuhan tugas pendidikan Ahli Madya di AKADEMI KEPERAWATAN PGRI KEDIRI
1.4.2 Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber tambahan bagi peneliti berikutnya dan bahan perbandingan penelitian yang akan datang yang sejenis tentang penyakit ISPA.
1.4.3 Bagi Institusi AKPER PGRI Kediri
Memberikan masukan bagi pengembangan pengetahuan institusi dan mahasiswa keperawatan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit ISPA.
1.4.4 Bagi Penderita
Dapat meningkatkan pengetahuan tentang penyakit ISPA sehingga timbul kesadaran untuk melakukan pengobatan secara benar dan rutin.
1.4.5 Bagi instansi kesehatan
Sebagai masukan bagi profesi kesehatan dan sebagai sarana pengembangan ilmu keperawatan tentang penyakit ISPA.
1.4.6 Bagi Masyarakat
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat tentang penyakit ISPA & faktor yang mempengaruhinya.
1.5. BATASAN PENELITIAN
Penelitian ini dibatasi pada faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit ISPA di Puskesmas Mrican Kecamatan Mojoroto Kota Kediri pada bulan Juni 2008.


Link download artikel lengkap ini
05.faktor-faktor yang mempengaruhi ISPA

Baca Selengkapnya...

04.faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku Merokok

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Perilaku merokok adalah aktivitas subjek yang berhubungan dengan perilaku merokoknya (Avin, 2007). Meski semua orang tahu akan bahaya yang di timbulkan akibat merokok, Perilaku merokok tidak pernah surut dan tampaknya merupakan perilaku yang masih dapat di tolerir oleh masyarakat. Hal ini dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan rumah, kantor, angkutan umum maupun di jalan-jalan. Hampir setiap saat dapat di saksikan dan di jumpai orang yang sedang merokok. Bahkan bila orang merokok di sebelah ibu yang sedang menggendong bayi sekalipun orang tersebut tetap tenang menghembuskan asap rokoknya dan biasanya orang-orang yang ada di sekelilingnya sering kali tidak perduli (mutadin, 2002). Dengan tingginya prevalensi perokok lebih dari 90% merokok dalam rumah menyebabkan banyak orang yang menjadi perokok pasif (terpaksa Menghirup asap rokok sekalipun mereka/tidak merokok), oleh sebab itu merokok dikatakan sebagai suatu masalah kesehatan masyarakat (Sirait, 2004).

Data SUSENAS ( Survei Sosial Ekonomi Nasional 2001) menyebutkan bahwa 54,5% penduduk laki-laki merupakan perokok dan hanya 1,2% perempuan yang merokok ,27 % penduduk berusia di atas 10 tahun menyatakan merokok. Peningkatan usia muda yang merokok, kelompok umur 25 – 29 tahun (75%) dan kelompok umur 20 – 24 tahun (84, 0%) (Johnson, 2000).
Dari hasil studi pendahuluan pada tanggal 4 bulan Februari 2007 melalui wawancara di RT.04 RW. 03 Desa Kauman Nganjuk terdapat 81 orang laki –laki yang merokok dari 108 warga yang berjenis kelamin laki-laki. Jumlah warga keseluruhan adalah 376 jiwa (sumber kepala RT. 04 RW. 03).
Ada banyak alasan yang melatar belakangi perilaku merokok, secara umum menurut Kurt Lewin, bahwa perilaku merokok selain di sebabkan Faktor-faktor dari dalam diri juga di sebabkan faktor lingkungan. Berdasarkan teori social cognitife learning dari Bandura. Menyatakan bahwa perilaku individu di sebabkan pengaruh lingkungan, individu dan kognitif. Perilaku merokok tidak semata-mata merupakan proses imitasi dan penguatan positif dari keluarga maupun lingkungan teman sebaya tetapi juga adanya pertimbangan-pertimbangan atas konsekuensi perilaku merokok (Avin,2007)
. Ada beberapa kerugian yang di timbulkan dari merokok diantaranya yaitu, dari aspek kesehatan ada 25 jenis penyakit yang di timbulkan karena merokok seperti emfisema, kanker paru, bronchitis kronis, dan penyakit paru lainya. Dari aspek akonomi, dengan berkurangnya hari bekerja karena sakit akibat merokok akan menurunkan produktifitas pekerja, dengan demikian jumlah pendapatan yang diterima akan berkurang dan pengeluaran meningkat untuk biaya berobat. Dari aspek sosial , merokok mempengaruhi lingkungan, orang lain, keluarga dekat. Seorang yang bukan perokok bila terus menerus terkena asap rokok dapat terkena dampak yang sama dengan perokok( Johnson, 2000 ).
Sudah seharusnya upaya menghentikan kebiasaan merokok menjadi tugas dan tanggung jawab dari segenap lapisan masyarakat serta tim kesehatan khususnya keperawatan, dengan usaha penerangan dan penyuluhan ,khususnya di kalangan generasi muda , dan dapat pula di gabungkan pada usaha penanggulangan bahaya narkotika,usaha kesehatan sekolah, dan penyuluhan kesehatan masyarakat pada umumnya ( Kompas, 30 Juni 2003 ).
Dari uraian di atas peneliti ingin mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi perilaku merokok di RT. 03 RW. 04 desa Kauman Nganjuk.

1.2 Rumusan Masalah
Apakah faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku Merokok di RT.04 RW.03 Desa Kauman Nganjuk ?

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mempelajari faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku merokok di RT.04 RW. 03 Desa Kauman Nganjuk.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi perilaku merokok yang di sebabkan karena pengaruh orang tua yang merokok.
2. Mengidentifikasi perilaku merokok yang di sebabkan faktor kepribadian
3. Mengidentifikasi perilaku merokok yang di sebabkan pergaulan
4. Mengidentifikasi perilaku merokok yang di pengaruhi iklan rokok.

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Masyarakat
Diharapkan dari hasil penelitian ini masyarakat mendapat informasi tentang faktor – faktor yang mempengauhi perilaku merokok.
1.4.2 Bagi Perokok
Diharapkan dari hasil penelitian ini perokok dapat merubah perilaku merokoknya.
1.4.3 Bagi Peneliti
1.4.3.1 Dari hasil penelitian ini, Peneliti dapat mengetahui faktor faktor yang mempengaruhu perilaku merokok dan sebagi tambahan ilmu pengetahuan
1.4.3.2 Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan tinggi Diploma III Keperawatan AKPER PGRI KEDIRI sebagai tugas akhir mahasiswa.
1.4.4 Bagi Peneliti Selanjutnya
Dari hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber tambahan bagi peneliti berikutnya dan bahan perbandingan penelitian yang akan datang yang sejenis.

1.5 Batasan Masalah
Ruang lingkup penelitian ini di batasi pada faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok di RT. 03 RW. 04 Desa Kauman Nganjuk.


Link download artikel lengkap ini
04.faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku Merokok

Baca Selengkapnya...

03.Gambaran Konsep Diri Harga diri Lansia Akibat Kemunduran Fisik

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dari hari ke hari setiap orang akan bertambah tua. Pada tingkatan umur tertentu kita mengalami proses tumbuh kembang dan mendapat pengalaman – pengalaman baru. Sebaliknya, pada umur lebih lanjut terjadi penurunan sesuatu yang sebelumnya mampu kita lakukan (Setiati, 2000 : 85).
Menurut Erikson, umur manusia dapat di hubungkan dengan perkembangan bayi baru lahir seputar rasa percaya dasar versus rasa tidak percaya mendasar dalam dunia. Siklus kehidupan masuk dalam suatu lingkaran penuh sehubungan dengan integritas ego dan rasa percaya dasar dikarenakan seorang anak yang sehat tidak akan takut pada kehidupan selama manusia dewasa disekitarnya memiliki integritas ego yang cukup besar. Lansia juga berintegrasi dengan cara sesuai umurnya merefleksikan kembali keseluruh siklus kehidupan (Gallo, 1998: 4). Pada tahun 2003, jumlah lansia di Indonesia di perkirakan 3,5 juta (www.@.d.infocom jatim co. id, 2003).

Dari jumlah lansia yang cukup besar tersebut maka akan berdampak pada peningkatan kebutuhan petugas kesehatan karena banyak individu yang hidup lebih lama. Seperti yang kita tahu dalam memasuki usia lanjut seseorang akan tidak mudah menerima perubahan yang terjadi dalam dirinya. Pada periode ini individu dihadapkan pada berbagai kendala, baik karena kemunduran fisiknya maupun oleh kehilangan – kehilangan peran sosialnya. Kondisi ini menyebabkan orang usia lanjut cenderung lebih rentan terhadap berbagai masalah kejiwaan seperti depresi, kecemasan, gangguan tidur, kepikunan dan sebagainya (D Surjo, 2000 : 111). Kemunduran fisik yang terjadi pada dirinya membawa yang bersangkutan pada kesimpulan bahwa kecantikan ataupun ketampanan yang mereka miliki mulai menghilang (Nugroho, 2000 : 29). Sehingga lansia akan menjadi cemas menghadapi perubahan peran akibat kemunduran fisik, Selain itu lansia juga mengalami penurunan rasa percaya diri. Stressor perubahan kondisi tubuh tersebut, menurut Kelliat, 1994 dapat mempengaruhi semua komponen konsep diri yaitu gambaran diri, identitas diri, peran dan harga diri. Miller dalam Carpenito, 2000, mengatakan bahwa percaya diri merupakan satu dari karakter yang paling ditunjukkan baik pada saat depresi maupun saat bahagia pada individu lansia. Rasa percaya diri itu sendiri bergantung pada interkasi seseorang dengan orang lain dan opini orang lain. Penurunan rasa percaya diri pada lansia akibat perubahan penampilan dapat menyebabkan gangguan konsep diri yaitu harga diri rendah.
Harga diri rendah merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengadakan penilaian negatif atas diri dan kemampuannya sendiri (Carpenito, 2000 : 839). Harga diri rendah itu sendiri merupakan salah satu dari masalah konsep diri yang dapat dicetuskan oleh faktor psikolois, sosiologis atau fisiologis, namun lebih penting adalah presepsi klien terhadap ancaman. Stuart dan Sundeen, 1998, menyebutkan bahwa harga diri rendah merupakan salah satu dari rentang respon mal adaptif pada rentang respon konsep diri.
Beberapa prilaku yang berhubungan dengan harga diri yang rendah antara lain: mengkritik diri sendiri dan / atau orang lain, penurunan produktivitas, gangguan dalam berhubungan, perasaan tidak mampu, rasa bersalah, mudah tersinggung atau marah yang berlebihan, perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri, pandangan hidup yang dirasakan, keluhan fisik, penolakan terhadap kemampuan personal, pengurangan diri, menarik diri dari sosial, khawatir (Stuart and Sundeen, 1998 : 233).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa setiap individu selalu terpapar oleh stimulus (stressor), yang dapat menimbulkan perubahan atau masalah (stress) yang memerlukan upaya penyesuaian dan penanganan (koping) agar individu adaptif (Kelliat, 1994 : 16). Fenomena yang ada diatas inilah yang melatar belakangi peneliti untuk melakukan penelitian yang berjudul “Gambaran Konsep Diri : Harga diri Lansia Akibat Kemunduran Fisik Di UPS Tresna Werdha Waluyo Husodo Tulungagung”

1.2 Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut:
1.2.1 Apakah ada perubahan Konsep Diri : Harga Diri pada lansia dalam menghadapi kemunduran Fisik?
1.2.2 Bagaimana gambaran konsep diri : Harga Diri lansia akibat kemunduran fisik?

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi perilaku koping yang dipilih lansia dalam menghadapi kemunduran fisik dalam hubungannya dengan konsep diri terutama harga diri.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi konsep diri : harga diri pada lansia.
1.3.2.2 Mengidentifikasi mekanisma koping pada gangguan konsep diri.
1.3.2.3 Mengidentifikasi gambaran konsep diri : harga diri pada lansia akibat kemunduran fisik.

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat bagi Penulis
Meningkatkan kemampuan penulis dalam melakukan penelitian keperawatan.
1.4.2 Manfaat bagi Lahan Penelitian
Hasil penelitian dapat memberikan masukan bagi tenaga keperawatan dalam merencanakan koping yang adaptif pada lansia agar tidak terjadi konsep diri maladptif pada lansia dalam menghadapi kemunduran fisik.
1.4.3 Manfaat bagi Institusi
Dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk penelitian selanjutnya tentang gangguan konsep diri pada lansia.

1.5 Batasan Penelitian
1.5.1.Gambaran harga diri lansia di UPS Tresna Werdha Waluyo Husodo Tulungagung dalam menghadapi kemunduran fisik.
1.5.2. Koping yang diambil dalam menghadapi kemunduran fisik.


Link download artikel lengkap ini
03.Gambaran Konsep Diri Harga diri Lansia Akibat Kemunduran Fisik

Baca Selengkapnya...

02.Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Aktivitas Seksual Selama Kehamilan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Hampir setiap pasangan selama sembilan bulan kehamilan akan mengalami beberapa perubahan dalam hubungan seksual mereka, terlepas dari apakah perubahan itu berupa sama sekali tidak adanya hubungan seksual atau menjadi sedikit tidak nyaman atau malah lebih baik dari biasanya (Eisenberg, 2005)
Pada salah satu penelitian 54% dari wanita melaporkan adanya penurunan libido pada trimester pertama. Pada satu kelompok wanita, hanya 21% yang tidak mengalami atau sedikit mengalami kenikmatan seks sebelum kehamilan. Presentasi wanita yang tidak mengalami kenikmatan seksual ini meningkat menjadi 41% pada minggu kedua kehamilan, dan 59% memasuki bulan kesembilan. Tetapi cukup menggembirakan bahwa penelitian juga menemukan bahwa lebih dari 4 dari 10 wanita masih menikmati seks pada saat ini dan lebih dari setengahnya dapat mengalaminya tanpa masalah (Eisenberg, 2005)
Walaupun ada perbedaan antara satu pasangan dengan pasangan lainnya. Pola naik turunnya minat seksual pada umumnya sama selama tiga trimester kehamilan. Bagaimanapun keletihan, mual, muntah dan nyeri tekan pada payudara membuat si calon ibu bukan pasangan yang baik di tempat tidur, namun pada beberapa wanita yang mengalami trimester pertama dengan nyaman, gairah seksualnya dapat bertahan sama seperti sebelumnya atau meningkat. Meskipun tidak selalu, minat seksual ini seringkali meningkat pada trimester kedua, ketika kedua pasangan secara fisik dan psikologis sudah lebih terbiasa dengan adanya kehamilan dan biasanya menurun kembali pada trimester ketiga atau mendekati persalinan, bahkan lebih drastis daripada yang terjadi pada trimester pertama, tentu karena beberapa alasan yang begitu jelas: pertama, membesarnya perut, nyeri dan rasa tidak nyaman pada kehamilan tua: dan ketiga, pada akhir trimester ketiga akan sulit untuk memusatkan perhatian pada hal lain karena kecemasan dan ketegangan menantikan saat yang ditunggu-tunggu (Eisenberg, 2005)

Satu masalah yang menganggu beberapa wanita adalah karena mereka tidak dapat berbaring terlentang pada saat hamil tua. Jika mereka berbaring dalam posisi ini akan membuat, tekanan darah akan turun dengan drastis. Keadaan seperti ini akan membuat mereka seperti pingsan, berkeringat dan pucat sekali. Kondisi semacam ini dikenal dengan nama “Sindroma hipotensif” dan disebabkan oleh penekanan uterus yang membesar (karena hamil) pada pembuluh darah besar (vena cava inferior), penekanan ini meyebabkan terhambatnya aliran darah dari bagian bawah ke jantung, jika berbalik ke posisi miring, gejala tersebut akan hilang dan wanita tersebut merasa lebih baik (Close, 2008)
Dari kenyataan diatas, sangat dianjurkan pasangat mencoba berbagai posisi pada kehamilan muda (apabila mereka belum pernah mencobanya selama itu). Dengan usaha tersebut diharapkan pada usia kehamilan tua, keduanya dapat menyesuaikan diri dengan lebih mudah. Mereka dapat misionari (yaitu, berhadapan dengan tubuh suami di atas si istri) (Close, 2008).
Berdasarkan data-data diatas penulis akan mengadakan penelitian dengan judul “Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Aktivitas Seksual Selama Kehamilan”

1.2 Perumusan Masalah
Dari data diatas, maka penulis dapat merumuskan masalah, bagaimana gambaran pengetahuan Ibu tentang aktivitas seksual selama kehamilan ?

1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan Ibu tentang aktivitas seksual selama kehamilan.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang aktivitas seksual selama kehamilan.

1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Untuk melakukan penelitian guna menambah pengetahuan tentang gambaran pengetahuan ibu mengenai aktivitas seksual selama kehamilan.

2. Bagi Profesi
Sebagai tambahan pengetahuan yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusna guna untuk membantu memecahkan masalah klien.
3. Bagi Institusi
Sebagai tambahan pengetahuan bagi pendidikan supaya dapat mengembangkan penelitian pada penelitian selanjutnya.
4. Bagi Klien
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan klien tentang gambaran seksual selama kehamilan.


Link download artikel lengkap ini
02.Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Aktivitas Seksual Selama Kehamilan

Baca Selengkapnya...

01.Tingkat pengetahuan orang tua tentang toilet training pada anak usia 1-3 tahun

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Belajar mengontrol keinginan buang air merupakan langkah penting bagi anak. Disini ditekankan peran serta aktif orang tua dalam membantu anak untuk belajar mengontrol buang airnya. Kerja sama yang baik akan memberikan rasa saling percaya pada orang tua dan anak (Surya Budhi Maria, 1999 : 33).
Toilet training dalam berperilaku sangat diperlukan karena hal ini sangat penting dalam pendidikan moral pertama yang di terima oleh anak (Sri Sulastri Rifai Melly, 1993: 11).
Menurut Purboyo dari survey keseluruhan anak di Indonesia bahwa kebiasaan BAK dan BAB di celana menunjukkan Rasio 1 berbanding 10.000 menjadi 1 berbanding 15.000 yang di alami anak pada usia 1-3 tahun (Pikiran Rakyat Cyber Media @ 2002, 11 November). Dalam perkembangan anak usia toddler yang harus mendapat perhatian orang tua adalah latihan berkemih dan defekasi atau toilet training. Pada tahapan usia 1-3 tahun atau usia toddler kemampuan sfingter ani untuk mengontrol rasa ingin defekasi mulai berkembang. Wong (2000) mengemukakan bahwa biasanya sejalan dengan anak mampu berjalan, kedua sfingter tersebut semakin mampu mengontrol rasa ingin berkemih dan defekasi (Supartini Yupi, 2004 : 161).

Di seluruh dunia setengah juta anak di Inggris dan antara 5-7 juta anak di Amerika Serikat sering mengompol, yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan orang tua atau keluarga dalam membantu anak belajar mengontrol kebiasaan buang air kecilnya sehingga akan menyebabkan anak sering mengompol, celana sering basah, dan buang air sembarangan (Gilbert Jane, 2003: 31).
Sampai saat ini banyak orang tua yang berperilaku kasar, baik fisik maupun verbal bila melakukan suatu kesalahan dan memberikan hukuman ( M. Wahini, 2002 @ Yahoo.com).
Menurut para dokter ahli jiwa menemukan bahwa kebanyakan orang dewasa atau kanak-kanak yang nervouse. Umumnya mendapat pendidikan toilet training yang keras sekali dari orang tuanya dini. Ini akan menjadikan anak keras kepala, atau kelak akan menjadi orang dewasa yang rewel sekali dalam kebersihan dan kerapian. Menurut penyelidikan pun sikap, tingkah dan cara berpikir anak kelak setelah ia dewasa sangat di pengaruhi pengalaman pada saat mengontrol keinginan buang air. Jadi disini toilet training sangatlah penting dalam membentuk karakter anak dan membentuk rasa saling percaya dalam hubungan anak dan orang tua (Surya Budhi Maria, 1999 : 37).
Pada dasarnya peran serta orang tua terhadap latihan toilet training sangat penting. Untuk itu diperlukan pengetahuan yang cukup tentang latihan toilet training. Hal ini dapat dilakukan dengan latihan mengontrol berkemih dan defekasi pada anak di antaranya dengan menggunakan pot kecil yang di duduki anak apabila ada atau langsung ke toilet pada jam tertentu secara reguler (Suparti Yupi, 2004 : 162).
Dan sekarang banyak orang tua yang lebih senang pada hal-hal yang bersifat praktis dengan menggunakan pakaian dalam untuk malam hari dan kini sudah banyak produk popok sekali buang yang beredar di pasaran hanya tinggal mencari ukuran yang tepat (14-20 November 2005, Wanita Indonesia).
Maka dari itu penulis ingin mengetahui seberapa jauh tingkat pengetahuan orang tua tentang toilet training pada anak usia 1-3 tahun di TPA “BAMBINI” Dandangan Kediri.

1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Pertanyaan Masalah
Bagaimanakah tingkat pengetahuan orang tua terhadap toilet training pada anak usia 1-3 tahun di TPA “BAMBINI” Dandangan Kediri.

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan orang tua terhadap toilet training pada anak 1-3 tahun di TPA “BAMBINI” Dandangan Kediri.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi pengetahuan orang tua tentang definisi toilet training di TPA “BAMBINI” Dandangan Kediri
2. Mengidentifikasi pengetahuan orangtua tentang kemampuan anak usia 1-3 tahun dalam toilet training di TPA “BAMBINI” Dandangan Kediri
3. Mengidentifikasi pengetahuan orang tua tentang tehnik toilet training di TPA “BAMBINI” Dandangan Kediri
4. Mengidentifikasi pengetahuan orang tua tentang dampak toilet training di TPA “BAMBINI” Dandangan Kediri

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang toilet training pada anak usia 1-3 tahun di TPA “BAMBINI” Dandangan Kediri
1.4.2 Manfaat Bagi Profesi
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memotivikasi perawat untuk lebih memberikan informasi kepada orang tua tentang pentingnya latihan toilet training
1.4.3 Manfaat Bagi Orang Tua
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan orang tua atau keluarga anak dalam latihan toilet training
1.4.4 Manfaat Bagi Peneliti Berikutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan riset-riset keperawatan lain dan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian berikutnya .


Link download artikel lengkap ini
01.Tingkat pengetahuan orang tua tentang toilet training pada anak usia 1-3 tahun

Baca Selengkapnya...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...