KTI-SKRIPSI: 46. Bladder Training Pada Ibu-ibu Pasca Seksio Sesarea

46. Bladder Training Pada Ibu-ibu Pasca Seksio Sesarea

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar
di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur
disebabkan hal berkaitan dengan kehamilan. Kematian saat melahirkan biasanya
menjadi faktor utama mortalitas wanita pada masa puncak produktivitasnya. Tahun
1996, World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 585.000 ibu
pertahunnya meninggal saat hamil atau bersalin. Di Asia Selatan, wanita
berkemungkinan 1:18 meninggal akibat kehamilan/persalinan selama kehidupannya,
dibanyak negara Afrika 1:14, sedangkan di Amerika Utara hanya 1:6.336. lebih dari
50% kematian di negara berkembang sebenarnya dapat dicegah dengan teknologi
yang ada serta biaya yang relatif rendah (Sarwono, 2002 : 3).
Angka kejadian seksio sesaria di Indonesia menurut data survey nasional tahun 2007 adalah 921.000 dari 4.039.000 persalinan atau sekitar 22,8 % (http://www.idi.seksio.com.20%.sesaria ).

Saat ini, persalinan dengan bedah sesarea bukan hal yang baru lagi bagi para ibu maupun pasangan suami istri. Sejak awal, tindakan operasi sesarea atau C-section merupakan pilihan yang harus dijalani karena kadaan gawat darurat untuk menyelamatkan nyawa ibu maupun janinnya (Dewi, 1997).
Ibu yang mengalami seksio sesarea dengan adanya luka di perut sehingga harus
dirawat dengan baik untuk mencegah kemungkinan timbulnya infeksi. Ibu juga akan membatasi pergerakan tubuhnya karena adanya luka operasi sehingga proses penyembuhan luka dan pengeluaran cairan atau bekuan darah kotor dari rahim ibu ikut terpengaruh (Bobak,L.J, 2004)
Dewasa ini semakin banyak dokter dan tenaga medis yang menganjurkan pasien
yang baru melahirkan dengan operasi agar segera menggerakkan tubuhnya. Dokter
kandungan menganjurkan pasien yang mengalami operasi sesarea untuk tidak
berdiam diri di tempat tidur tetapi harus menggerakkan badan. (Kasdu, 2003).
Apabila terjadi distensi berlebih pada kandung kemih dalam jangka waktu
lama, dinding kandung kemih dapat mengalami kerusakan lebih lanjut (atoni).
Dengan mengosongkan kandung kemih secara adekuat, tonus kandung kemih
biasanya akan pulih kembali dalam lima sampai tujuh hari setelah bayi lahir (Bobak,
2004).
Bladder training (melatih kembali kandung kemih) ialah untuk
mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih (AHCPR, 1992). Agar bladder training ini berhasil, klien harus menyadari dan secara fisik maupun mengikuti program pelatihan. Program tersebut meliputi penyuluhan upaya berkemih yang terjadwal, dan memberikan umpan balik positif. Fungsi kandung kemih untuk sementara mungkin terganggu setelah suatu priode kateterisasi (Resnick, 1993).
Klien yang sedang dalam pemulihan setelah menjalani pembedahan mayor
atau menderita penyakit kritis atau suatu ketidakmampuan, sering harus dipasang
kateter menetap untuk membantu proses pengeluaran urinenya sehingga jumlah urine
yang keluar dapat diukur. Terpasangnya keteter membuat klien beresiko terkena infeksi (Potter, 2005).
Mengatasi masalah perkemihan salah satunya dapat dilakukan bladder
training. Bladder training merupakan penatalaksanaan yang bertujuan untuk melatih
kembali kandung kemih kepola berkemih normal dengan menstimulasi pengeluaran
urine. Pada perawatan maternitas, bladder training dilakukan pada ibu yang telah
mengalami gangguan berkemih seperti inkontinensia urine dan retensio urine. Pada
hal sesungguhnya bladder training dapat mulai dilakukan sebelum masalah berkemih
terjadi, sehingga dapat mencegah intervensi invasif seperti pemasangan kateter yang
justru meningkatkan kejadian infeksi kandung kemih. Bladder training adalah
kegiatan melatih kandung kamih untuk mengembalikan pola normal berkemih dengan
menghambat atau menstimulasi pengeluaran urine. Program latihan dalam bladder
training meliputi penyuluhan, upaya berkemih terjadwal dan memberi umpan balik
positif. Tujuan dari bladder training melatih kandung kemih untuk meningkatkan
kemampuan mengontrol, mengendalikan, dan meningkatkan kemampuan berkemih
secara spontan (Bobak, 2004).
Bladder training merupakan faktor yang utama dalam mempercepat pemulihan
dan dapat mencegah komplikasi pasca bedah seksio sesarea. Banyak keuntungan
yang bisa diraih dari latihan bladder training periode dini pasca bedah. Bladder
training sangat penting dalam percepatan hari rawat dan mengurangi resiko karena
tirah baring lama seperti terjadinya dekubitus, kekakuan atau penegangan otot - otot
di seluruh tubuh dan sirkulasi darah dan pernafasan terganggu, juga adanya gangguan peristaltik maupun berkemih. (Carpenito, 2000, ¶,http://www.bidanlia.com
diperoleh tanggal 25 September 2009).
Bladder training segera secara bertahap sangat berguna untuk proses penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi serta trombosis vena. Bila terlalu dini melakukan bladder training dapat mempengaruhi penyembuhan luka operasi. Jadi bladder training secara teratur dan bertahap yang didikuti dengan latihan adalah hal yang paling dianjurkan (Roper, 2002, ¶ 3,http://www.postseksio.com diperoleh tanggal 25 September 2009)
Dalam membantu jalannya penyembuhan ibu pasca seksio sesarea, disarankan
untuk melakukan bladder training. Tetapi, pada ibu yang mengalami seksio sesarea
rasanya sulit untuk melaksanakan bladder training karena ibu merasa letih dan sakit.
Salah satu penyebabnya adalah ketidaktahuan pasien mengenai bladder training.
Untuk itu diperlukan pendidikan kesehatan tentang bladder training pasca operasi
seksio sesarea sehingga pelaksanaan bladder training lebih maksimal dilakukan.
Sebenarnya ibu yang mengalami seksio sesarea mengerti dalam pelaksanaan bladder
training, namun ibu tidak mengerti apa manfaat dilakukan bladder training
(Surininah, 2004, ¶ 1,http://www.ayahbunda-online.co.id
diperoleh tanggal 1 Oktober 2009)
Dari survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di RSUD. Dr. Pirngadi
Medan pada tanggal 26 Oktober 2009 peneliti mendapatkan informasi dari sepuluh
orang ibu yang bersalin dengan seksio sesarea mengatakan bahwa belum pernah
dilakukan bladder training pasca seksio sesarea. Berdasarkan data di atas, maka
peneliti tertarik untuk meneliti bladder training pada ibu-ibu pasca seksio sesarea.

B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang peneliti uraikan di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah untuk mengetahui bladder training pada ibu-ibu pasca seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan tahun 2010.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bladder training pada ibu-ibu pasca seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik responden
b. Untuk mengetahui Bladder training terhadap jumlah BAK yang dikeluarkan pada ibu-ibu pasca seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan.
c. Untuk mengetahui Bladder training terhadap BAB yang dikeluarkan pada ibu-ibu pasca seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan.
d. Untuk mengetahui Bladder training terhadap lokea pada ibu-ibu pasca seksio sesarea di RSUD. Dr. Pirngadi Medan.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pelayanan Kebidanan
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan informasi bagi bidan tentang penatalaksanaan bladder training dan manfaat bladder training terhadap penyembuhan pasien pasca seksio sesarea.
2. Bagi Peneliti selanjutnya
Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan sebagai salah satu intervensi bagi penelitian selanjutnya yang sejenis.
3. Bagi Pendidikan Kebidanan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengembangan ilmu pengetahuan
dalam institusi kebidanan sehingga dapat meningkatkan pengetahuan peserta
didik tentang manfaat bladder training pada pasien pasca seksio sesarea.

Link download KTI lengkap ini
46. Bladder Training Pada Ibu-ibu Pasca Seksio Sesarea
BAB I
BAB II
BAB III-V

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...